
Rajapatni.com: SURABAYA – Tunai sudah ꧌ꦲꦫꦥꦤ꧀꧍ harapan dan angan angan untuk “bertemu” Gayatri Rajapatni di Candi Boyolangu, Tulungagung. Rabu siang (29/1/25) Tim Puri Aksara Rajapatni, yang terdiri dari ꧌ꦅꦠꦯꦹꦫꦗꦪ꧍Ita Surojoyo (pendiri Puri Aksara Rajapatni), ꧌ꦄ꧉ꦲꦺꦂꦩꦱ꧀ꦠꦺꦴꦤꦶ꧍ A Hermas Thoni (pembina) dan ꧌ꦤꦤꦁꦥꦸꦂꦮꦤ꧍ Nanang Purwono (ketua sekaligus penulis) menapak tilas jejak Gayatri Rajapatni di ꧌ꦕꦟ꧀ꦝꦶ꧍ candi tiga berundak, yang warga lokal menyebutnya Candi Boyolangu.
Candi ini memang ꧌ꦝꦶꦪꦏꦶꦤꦶ꧍ diyakini menjadi tempat dimana ruh Gayatri Rajapatni, yang wafat pada 1350 M, bersemayam. Di tempat ini pula ꧌ꦈꦥꦕꦫ꧍ upacara Sradah, yakni upacara 12 tahun setelah kematian Rajapatni, digelar. Selanjutnya upacara ini menjadi bagian dari budaya Majapahit.
Adalah ꧌ꦥꦿꦧꦸ꧍ Prabu Hayam Wuruk (cucu Rajapatni) pada bulan Badra tahun 1284 Saka atau 1362 Masehi pernah menggelar upacara Sradah. Tahun ini (1362 M) terhitung 12 tahun pertama sejak kematian Rajapatni pada 1350 M.
Kunjungan Tim ꧌ꦥꦸꦫꦷꦄꦏ꧀ꦱꦫꦫꦴꦗꦥꦠ꧀ꦤꦷ꧍ Puri Aksara Rajapatni pada Rabu siang (29/1/25) ditemani oleh komunitas pegiat aksara Nusantara Tulungagung, Asta Gayatri, yang terdiri dari Adi, Iwan dan Lana. Dalam ꧌ꦝꦶꦱ꧀ꦏꦸꦱꦶ꧍ diskusi lapangan di Candi Boyolangu atau Gayatri Rajapatni antara kedua komunitas Aksara Nusantara itu, aroma dan asap dupa pun semerbak mengharumi puncak candi, dimana arca ꧌ꦒꦪꦠꦿꦶꦫꦴꦗꦥꦠ꧀ꦮꦷ꧍ Gayatri Rajapatni dalam sikap Dharmacakramudra bertengger.

Arca Gayatri Rajapatni menggambarkan perwujudan Dhyani Budha Wairocana. Arca ini duduk di atas ꧌ꦥꦢ꧀ꦩꦱꦤ꧍ padmasana atau singgasana yang dihiasi daun teratai.
Sayangnya Arca Rajapatni ini sudah tidak untuh lagi. Bagian kepala dan lengan kiri serta tangan kanan sudah hilang. ꧌ꦩꦼꦤꦸꦫꦸꦠ꧀꧍ Menurut juru pelihara, Jono bahwa ketika candi ini diketemukan pada 1914, bahwa bagian bagian bagian dari tubuh sudah hilang.
“Ketika candi ini ditemukan pada 1914, kondisi candi dalam keadaan terkubur tanah. Jadi kondisinya seperti gumuk, gunungan kecil. Ketika ꧌ꦝꦶꦧꦺꦴꦔ꧀ꦏꦂ꧍ dibongkar, lalu sebuah arca yang bagian kepala, lengan kiri dan tangan kanan sudah hilang”, jelas Jono.
Demikian pula dengan candinya. Setelah dibersihkan dan terbuka, kondisi candi yang terbuat dari ꧌ꦧꦠꦸꦧꦠꦩꦺꦫꦃ꧍ batu bata merah sudah runtuh dan berserakan. Struktur candi berbentuk tiga berundak, posisinya menghadap ke arah Barat. Di sebelah Selatan dan Utara terdapat ꧌ꦥꦺꦴꦟ꧀ꦝꦱꦶ꧍ pondasi candi perwara. Pada plataran puncak candi utama, dimana arca Rajapatni berada, terdapat 8 umpak terbuat dari batu andesit dengan ukuran besar dan 3 lebih kecil.

Keberadaan umpak di atas candi ini menggambarkan pernah adanya sebuah cungkup yang pernah melindungi arca dari terik ꧌ꦩꦠꦲꦫꦶ꧍ matahari langsung dan hujan. Demikian kata Adi, pegiat aksara Nusantara, Asta Gayatri.
“Dua dari umpak besar ini terdapat inskripsi angka tahun dalam ꧌ꦄꦏ꧀ꦱꦫꦗꦮ꧍ aksara Jawa Kuna (Kawi). Satu angka dengan bingkai sulur suluran menunjukkan angka tahun 1289 Ç (1367 M) dan lainnya berangka 1291 Çaka (1369 M)”, jelas Adi sambil membaca angka tahun yang terpahat pada umpak umpak.
Angka angka itu diduga dipakai untuk menandai tahun ꧌ꦥꦼꦩ꧀ꦧꦸꦮꦠꦤ꧀꧍ pembuatan Candi Gayatri, yaitu pada zaman kerajaan Majapahit.

Sementara, pada bagian tubuh arca Rajapatni ini dapat diamati ꧌ꦏꦼꦆꦟ꧀ꦝꦲꦤ꧀꧍ keindahan busana, yang dikenakan termasuk perhiasan perhiasan kebesaran Ratu Majapahit yang dikenal tanpa ꧌ꦩꦃꦏꦺꦴꦠ꧍ mahkota ini. Rajapatni memang berbesar hati sebagai seorang ibu, yang mengantarkan putrinya, ꧌ꦠꦿꦶꦨꦸꦮꦤꦠꦸꦔ꧀ꦒꦢꦺꦮꦶ꧍ Tribhuwana Tunggadewi naik tahta yang akhirnya menyandang mahkota Kemaharajaan ꧌ꦩꦙꦥꦲꦶꦠ꧀꧍ Majapahit, yang selanjutnya menurunkan Hayam Wuruk sebagai Raja Majapahit berikutnya. Ia pun rela sebagai Biksuni.
Mengamati busana, yang dikenakan Rajapatni dalam wujud arca ini, ternyata “Rajapatni” tidak bertelanjang dada ꧌ꦱꦼꦧꦒꦻꦩꦤ꧍ sebagaimana umumnya pada arca arca wanita. “Rajapatni” masih mengenakan ꧌ꦧꦸꦱꦤ꧍ busana yang menutupi bagian dada meski pada bagian perut masih terbuka. Model busana ini ꧌ꦱꦼꦥꦼꦂꦡꦶ꧍ seperti bagian dari busana Sari ala busana tradisional wanita India.
Terlihat sekali, busananya dalam bentuk arca ini, dihiasi ꧌ꦫꦔ꧀ꦏꦻꦪꦤ꧀꧍ rangkaian bunga yang menjulur dari leher yang menjuntai ke bawah hingga bagian ꧌ꦏꦏꦶ꧍ kaki.
“Tampaknya ini seperti rangkaian bunga melati atau perhiasan kebesaran kerajaan”, duga ꧌ꦅꦠꦯꦹꦫꦗꦪ꧍ Ita Surojoyo saat mengamati ornamen busana Rajapatni dari dekat.
Sementara itu, ꧌ꦄ꧉ꦲꦺꦂꦩꦱ꧀ꦠꦺꦴꦤꦶ꧍ A Hermas Thony, yang juga menyempatkan diskusi dengan Jono, juru pelihara candi, menduga bahwa candi Gayatri Rajapatni ini berada di bagian dalam dari ꧌ꦭꦲꦤ꧀꧍ lahan yang berpagar.
“Tapi bukan pagar tembok itu (sambil menunjuk pagar tembok yng ada), tapi pagar ꧌ꦠꦺꦩ꧀ꦧꦺꦴꦏ꧀ꦄꦱ꧀ꦭꦶ꧍ tembok asli yang lebih luas. Dugaan ini atas cerita jupel pak Jono, yang mengatakan bahwa di sekitar rumahnya pernah dilihat adanya struktur yang ꧌ꦠꦼꦂꦨꦸꦮꦠ꧀꧍ terbuat dari batu bata merah, yang berada di bawah tanah”. jelas Thony.
Dugaan itu juga didasarkan atas pengamatan Thony di situs Bhre Kahuripan di mana di dalam ꧌ꦄꦫꦺꦪ꧍ area ekskavasi terdapat Candi Tribhuwana Tunggadewi.
Sederhana dan Bersahaja

꧌ꦝꦶꦫꦔ꧀ꦏꦸꦩ꧀꧍ Dirangkum dari beberapa sumber, yang diantaranya adalah dari buku “Gayatri Rajapatni”karangan Earl Drake, “Titi Tikus Ambeg Welas Asih”karangan ꧌ꦅꦠꦯꦹꦫꦗꦪ꧍ Ita Surojoyo dan fimela.com, bahwa sikap sederhana dan bersahaja yang dimiliki Gayatri Rajapatni adalah sebagai berikut:
Baik hati
Orang bersahaja memiliki hati yang tulus, baik dan penyayang. Secara alami ia memiliki ꧌ꦌꦩ꧀ꦥꦠꦶ꧍ empati untuk bersikap baik kepada siapa pun. Bahkan jika ia tak mengenal seseorang dengan baik, ketika orang itu butuh bantuan, ia akan berusaha membantu segenap yang ia bisa. Orang seperti ini ꧌ꦥꦼꦂꦖꦪ꧍ percaya bahwa setiap orang pantas mendapatkan kebaikan. Kebaikan itu indah dan menjadikanmu lebih ꧌ꦩꦤꦸꦱꦶꦪꦮꦶ꧍ manusiawi.
Hidup minimalis
Orang sederhana dan ꧌ꦧꦼꦂꦯꦲꦗ꧍ bersahaja cenderung terlihat dari gaya hidupnya. Ia tipe yang menemukan kenikmatan dan kebahagiaan dari hal-hal kecil dan simpel dalam hidup. Karena itulah ia ꧌ꦕꦼꦟ꧀ꦝꦼꦫꦸꦁ꧍ cenderung mempraktekkan hidup minimalis, hanya hal-hal yang ia perlu dan butuhkan saja yang ia miliki. Ia ꧌ꦠꦶꦝꦏ꧀ꦥ꦳ꦺꦴꦏꦸꦱ꧀꧍ tidak fokus pada hal-hal yang tak memberi makna, apalagi berniat untuk membuat orang lain terkesan.
꧌ꦗꦸꦗꦸꦂ꧍ Jujur dan rendah hati
Ketika seseorang bersahaja, maka ia akan menunjukkan sikap jujur, otentik dan rendah hati. Ia tidak memiliki niatan buruk yang ꧌ꦠꦼꦂꦯꦼꦩ꧀ꦧꦸꦚꦶ꧍ tersembunyi. Ia menunjukkan seperti apa dirinya sesungguhnya. Ia asli, tidak tipu-tipu, berpura-pura untuk menjadi orang lain hanya agar disukai. Ia bersungguh-sungguh dengan ꧌ꦱꦶꦏꦥ꧀꧍ sikap dan kata-kata yang diucapkan. Ia menunjukkan dan contoh melalui perbuatannya. Ia berkomunikasi secara terbuka dan terus terang. Ia juga mengkritik dengan tidak ꧌ꦩꦼꦚꦏꦶꦠꦶ꧍ menyakiti dan lembut didengar.
Mudah bersyukur
Orang sederhana dan bersahaja cenderung ꧌ꦩꦸꦝꦃ꧍ mudah bersyukur atas apa yang ia dapat dan miliki, dan berterima kasih pada orang-orang yang membantunya. Ia lebih ꧌ꦱꦸꦏ꧍ suka melihat sisi baik orang lain dan fokus pada apa yang membuatnya nyaman menjalani hidup. Apa pun yang tidak ia miliki, tidak membuatnya iri. Ia tahu caranya ꧌ꦩꦼꦤꦶꦏ꧀ꦩꦠꦶ꧍ menikmati secangkir kopi buatan sendiri, sepiring nasi lodeh ikan asin, jalan-jalan santai di taman, atau mensyukuri keluarga yang ia miliki saat ini.
꧌ꦥꦼꦔꦼꦂꦡꦶꦪꦤ꧀꧍ Pengertian
Orang sederhana itu pengertian dan bijaksana. Sikap ini tidak dimiliki semua manusia di dunia. Beberapa orang justru cenderung egois dan mementingkan diri sendiri. Tapi orang bersahaja akan bersikap santai dan ꧌ꦱꦼꦆꦩ꧀ꦧꦁ꧍ seimbang, ia sadar orang lain ingin dimengerti. Ia sabar, mau menunggu dan mendengar orang lain bicara. Ia juga meluangkan waktu untuk menghabiskan waktu memahami ꧌ꦥꦶꦏꦶꦫꦤ꧀꧍ pikiran orang-orang, pertanda ia juga berpikiran terbuka.
Tidak materialistis
Orang-orang sederhana dan bersahaja tidak serakah. Mendapatkan keuntungan materi memang ꧌ꦝꦶꦧꦸꦠꦸꦃꦏꦤ꧀꧍ dibutuhkan dalam hidup, bahkan dianjurkan untuk bekerja keras aagra hidup ꧌ꦱꦼꦗꦃꦠꦼꦫ꧍ sejahtera secara finansial. Tapi itu tidak membuatnya hanya fokus mengejar materi duniawi. Ia fokus pada hal-hal yang bermakna seperti menikmati alam, bercengkrama dengan orang tersayang dan menggunakan uang secukupnya untuk ꧌ꦏꦼꦧꦸꦠꦸꦲꦤ꧀꧍ kebutuhan. Ia kurang ambisus terkait hal-hal seperti status sosial, kekayaan dan kekuasaan.
Seperti itulah gambaran kesederhanaan pada diri Rajapatni, yang akhirnya ꧌ꦩꦼꦩꦶꦭꦶꦃ꧍ memilih meninggalkan keduniawian dan memilih menjadi Biksuni. (PAR/nng)