Rajapatni.com: Surabaya (21/4/24) – Dalam ꦥꦼꦩ꧀ꦧꦸꦏꦄꦤ꧀ Pembukaan UUD 1945, Alenia 4 bertuliskan bahwa Indonesia ikut melaksanakan ketertiban dunia, yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Untuk ikut menciptakan perdamaian dunia, Indonesia memiliki peran aktif dalam menjaga perdamaian dunia. Hal ini dilakukan melalui cara menjalin ꦲꦸꦧꦸꦔꦤ꧀ꦆꦤ꧀ꦠꦼꦂꦤꦱꦶꦪꦺꦴꦤꦭ꧀ hubungan internasional dan berpartisipasi dalam organisasi internasional.
Ini menunjukkan bahwa Indonesia sudah menjadi bagian dari ꦩꦱꦾꦫꦏꦠ꧀ꦝꦸꦤꦶꦪ masyarakat dunia. Karenanya kerjasama di bidang apapun yang memungkinkan bisa menjadi jalinan persaudaraan antar negara itu, harus dijajagi dan diwujudkan.
Salah satunya adalah kerjasama di bidang ꦏꦼꦧꦸꦣꦪꦄꦤ꧀ kebudayaan, yang menjadi akar dan identitas suatu negara. Melalui bidang budaya, antar negara itu bisa membangun rasa saling pengertian dan toleransi atas segala perbedaan dan persamaan. Maka muncullah yang namanya diplomasi budaya sebagai caranya.
Menurut terminologi Departemen Luar Negeri (Deplu) Republik Indonesia, ꦣꦶꦥ꧀ꦭꦺꦴꦩꦱꦶꦧꦸꦣꦪ diplomasi budaya merupakan salah satu bentuk diplomasi soft-power dan bagian dari diplomasi publik, yang dijalankan suatu negara dalam mempromosikan dan melindungi kepentingan nasional. Terdapat sejumlah aspek yang menjadi bagian dalam kegiatan diplomasi budaya termasuk seni, bahasa, dan informasi.
Bahkan dalam sebuah webinar yang bertema “Diplomasi Budaya sebagai Penyama Frekuensi” oleh KBRI Wellington pada tanggal 7 Oktober 2021 lalu sebagai awalan diselenggarakannya G20 di Indonesia tahun 2022, salah satu agendanya adalah “Pelestarian dan promosi budaya guna mendorong pertumbuhan yang berkelanjutan dan berimbang”.
Menurut tokoh penggerak budaya Surabaya, A. Hermas Thony yang juga Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya, Kebudayaan itu dapat ꦩꦼꦚ꧀ꦕꦻꦂꦏꦤ꧀ mencairkan situasi yang sulit, termasuk dalam strategi pembangunan kota Surabaya.
“Kita perlu menggunakan ꦱ꧀ꦠꦿꦠꦺꦒꦶ strategi kebudayaan dalam pembangunan kota Surabaya”, kata Thony dalam kapasitasnya sebagai Penasehat komunitas budaya Puri Aksara Rajapatni Surabaya.
Maka penting sekali tat kala ada konsep people-to-people cultural interaction, khususnya yang diinisiasi oleh ꦏꦺꦴꦩꦸꦤꦶꦠꦱ꧀ komunitas lokal sebagai langkah ke depan guna menciptakan interaksi yang lebih engaging dan dua arah, khususnya antara Surabaya dan negara lain.
Dari sisi budaya, Komunitas budaya ꦥꦸꦫꦶꦄꦏ꧀ꦱꦫꦫꦴꦗꦥꦠ꧀ꦤꦷ Puri Aksara Rajapatni, bersama Pemerintah Kota Surabaya sudah melangkah memperkenalkan Aksara Jawa untuk merekatkan kembali literasi tradisional ini dengan masyarakat modern. Salah satu kegiatan yang sedang berjalan adalah Sinau Aksara Jawa, dimana di antara pesertanya adalah ekspatriat asal Jepang dan Amerika.
Diplomasi Aksara
Aksara dan bahasa adalah bagian dari Obyek Pemajuan Kebudayaan sebagaimana tercantum dalam Undang Undang nomor 5/2017 tentang ꦥꦼꦩꦗꦸꦮꦤ꧀ꦏꦼꦧꦸꦣꦪꦄꦤ꧀ Pemajuan Kebudayaan.
Berdasarkan pengalaman dalam pemajuan Aksara Jawa di Surabaya, ꦥꦸꦫꦶꦄꦏ꧀ꦱꦫꦫꦴꦗꦥꦠ꧀ꦤꦷ Puri Aksara Rajapatni menjajaki kemungkinan adanya Diplomasi Aksara. Yaitu upaya
mempromosikan Aksara Jawa sebagai salah satu wujud dan unsur key branding Indonesia di luar negeri. Melalui Diplomasi Aksara ini menjadi pintu masuk penyama frekuensi.
Di wilayah ꦄꦱꦶꦪꦠꦼꦁꦒꦫ Asia Tenggara dan Asia, banyak Aksara Aksara lokal yang masih hidup dan digunakan seperti Thailand, Jepang, China dan India. Aksara Aksara itu formal digunakan di negara negara itu dan bahkan menjadi tuan rumah di masing masing negaranya.
Bagaimana dengan Aksara Aksara di Indonesia, yang salah Aksara itu adalah Aksara Jawa?
Sebuah inisiasi ꦣꦶꦥ꧀ꦭꦺꦴꦩꦱꦶꦄꦏ꧀ꦱꦫꦗꦮ Diplomasi Aksara Jawa dari Surabaya menjadi sebuah strategi kebudayaan.
“Diplomasi budaya khususnya Aksara Jawa adalah bagian dari diplomasi publik dengan cara memperkenalkan kebudayaan kita kepada negara lain untuk membangun ꦫꦱꦱꦭꦶꦁꦥꦼꦂꦕꦪ rasa saling percaya dan saling kenal satu sama lain,” pungkas Thony. (nanang)