Rajapatni.com: Surabaya – Selamat Hari Jadi Pertama Puri Aksara Rajapatni pada 22 Desember 2024. Ia masih muda usia, tapi sudah dewasa dalam olah pikirnya. Maju dan Innovatif. Ia tidak berfikir untuk dirinya sendiri, jati dirinya, tapi sudah memikirkan hal ikhwal tentang identitas bangsa.
Namun demikian Rajapatni tidak lepas untuk senantiasa berharap, tentu demi kebaikan bangsa: menjaga identitas dan melestarikan warisan budaya bangsa.
Setelah mengusulkan pemulangan Prasasti Pucangan kepada Presiden Republik Indonesia pada bulan Oktober 2024, sederet harapan di tahun 2025 untuk menjaga dan mengembalikan identitas bangsa yang tercerai berai telah teruntai dalam memasuki tahun kedua.
Harapan komunitas Aksara Jawa, Puri Aksara Rajapatni ini, masih logis dan membumi alias berdasarkan realitas sejarah dan fakta. Semuanya demi menjaga dan melestarikan Aksara Jawa dan Aksara Nusantara.
Sejarah dan fakta terkait dengan Aksara Jawa adalah bahwa Aksara Jawa pernah berjaya di era Hindia Belanda. Aksara Jawa pernah menempati posisi terhormat sebagai identitas bangsa Nusantara. Wujudnya adalah Aksara Jawa dipakai secara resmi pada mata uang yang beredar dan dikeluarkan oleh pemerintah Hindia Belanda.
Penggunaan Aksara Jawa ini dapat dilihat pada mata uang kertas dan koin dari berbagai emisi dan nilai. Misalnya Aksara Jawa digunakan pada pecahan uang kertas 100 Gulden. Juga ada beberapa mata uang koin dengan beragam nilai. Bahkan Surabaya, Nagari Suraringga, di awal Abad 19 pernah mengeluarkan mata uang koin, yang bertuliskan Aksara Jawa.
Mengangkat Kembali Derajat Aksara Nusantara
Aksara Jawa pernah menjadi identitas Hindia Belanda. Bahkan aksara ini masih menghiasi pada peredaran uang di tahun 1945. Pada Pasca kemerdekaan justru Aksara Jawa tidak lagi digunakan. Aksara Jawa semakin jelas hilangnya di era pemerintahan Indonesia.
Penyelamatan identitas bangsa, seperti melalui mata uang, akan semakin memperkuat upaya menjaga identitas itu. Mata uang suatu negara tidak hanya dipegang oleh warganya. Tetapi juga dipegang oleh bangsa asing untuk berbagai transaksi yang terkait dengan negeri itu. Mereka pasti mengamati ciri ciri mata uang yang dipegangnya.
Maka, memakai simbol simbol yang bersifat kedaerahan sesungguhnya bukan berarti mengkotak kotak diri sendiri dalam bingkai persatuan dan kesatuan. Beberapa kesenian dan budaya daerah yang sudah menjadi gambar mata uang Indonesia adalah:
Tari Tifa
Terdapat pada bagian belakang uang kertas pecahan Rp1.000 TE 2022. Tari Tifa merupakan tarian tradisional dari Papua dan Maluku yang dimainkan dengan tepukan tifa dan ketukan kaki.
Tari Legong
Terdapat pada bagian belakang uang kertas pecahan Rp50.000 TE 2022. Tari Legong merupakan salah satu tarian Bali yang memiliki nilai estetik yang tinggi.
Tari Topeng Betawi
Terdapat pada bagian belakang uang kertas pecahan Rp100.000 TE 2022. Tari Topeng Betawi merupakan tarian adat masyarakat Betawi yang menggabungkan seni tari, musik, dan nyanyian.
Tari Gambyong
Terdapat pada bagian belakang uang kertas pecahan Rp5.000 emisi tahun 2016. Tari Gambyong merupakan tarian yang berasal dari Keraton Surakarta dan digunakan untuk menyambut tamu kerajaan.
Bagaimana dengan Aksara Daerah? Apakah Aksara Aksara Nusantara tidak bisa diberlakukan seperti Tari tarian daerah? Tentu Bisa !!!
Misalnya, ada mata uang bertuliskan Aksara Jawa. Lalu pada pecahan lainnya beraksara Bali. Demikian dengan penggunaan Aksara Sunda, Aksara Lampung dan seterusnya untuk pecahan pecahan lainnya.
Dengan demikian Kita sebagai warga negara Indonesia akan kenal dengan semua Aksara Nusantara yang masih ada di Indonesia. (PAR/nn)