Surapringga, Nama Lama Surabaya diangkat dalam cerita Ludruk.

Rajapatni.com: Surabaya (14/9/24) – Nama ꦱꦸꦫꦥꦿꦶꦁꦒ Surapringga menjadi judul sebuah lakon ludruk, yang akan dipentaskan dalam rangka peringatan Hari Aksara Internasional 2024 di Surabaya pada Jumat malam (20/9/24). Judul lengkapnya “Aji Saka Surapringga, Geger ing Bhumi Karembangan”.

Sesuai dengan jatidiri Surabaya sebagai ꦏꦺꦴꦠꦥꦃꦭꦮꦤ꧀ kota Pahlawan, maka lakon ludruk, yang disutradarai Robert Luntas ini, mengangkat nilai nilai kepahlawanan, pengorbanan, loyalitas dan cinta tanah air. Nilai nilai itu terkandung dalam kisah cerita legenda Aji Saka, yang secara tradisional dianggap sebagai cikal bakal aksara Jawa.

Dalam ludruk, yang para pemainnya gabungan lintas komunitas muda (Cak Ning Surabaya, Karang Taruna Surabaya, Surabaya Next Leader dan ꦥꦸꦫꦶꦄꦏ꧀ꦱꦫꦫꦴꦗꦥꦠ꧀ꦤꦷ Puri Aksara Rajapatni), menceritakan nilai nilai karakter pendidikan yang mengambil setting sebuah negara yang bernama Surapringga. Surapringga adalah nama lama kota Surabaya.

 

Surapringga adalah Surabaya

Nama Surapringga tertulis di prasasti Masjid Kemayoran Surabaya. Foto: dok PAR

Nama lama Surabaya, yang dikenal dengan Surapringga, bukan sekedar cerita tutur. Nama Surapringga nyata adanya. Nama Surapringga tertulis dalam Aksara Jawa. Setidaknya, atas pelacakan ꦥꦸꦫꦶꦄꦏ꧀ꦱꦫꦫꦴꦗꦥꦠ꧀ꦤꦷ Puri Aksara Rajapatni, ada tiga sumber otentik yang bisa menjadi rujukan.

Pertama, ꦱꦸꦫꦥꦿꦶꦁꦒ Surapringga tertulis pada sebuah prasasti yang terbuat dari logam tembaga untuk menandai pendirian Masjid Kemayoran Surabaya pada 1848 M.

Kedua, ꦱꦸꦫꦥꦿꦶꦁꦒ Surapringga tertulis pada uang logam dirham Inggris di masa pemerintahan Inggris di Hindia Belanda.

Ketiga, Surapringga tertulis dalam sebuah manuskrip, yang ditulis di ꦥꦺꦴꦤ꧀ꦝꦺꦴꦏ꧀ꦥꦼꦱꦤ꧀ꦠꦿꦺꦤ꧀ꦧꦸꦉꦁ Pondok Pesantren Bureng Surabaya, yang kini keberadaannya tersimpan di Qatar National Library (QNL) di kota Doha, Qatar. Dalam manuskrip itu, menurut pembacaan Diaz Nawaksara, founder Nawaksara.id, Surapringga adalah sebuah Negari Gede (besar).

Di eranya, Aksara Jawa adalah ꦄꦭꦠ꧀ꦏꦺꦴꦩꦸꦤꦶꦏꦱꦶ alat komunikasi tertulis sehingga pencatatan, pendokumentasian dan lainnya ditulis menggunakan Aksara Lokal, yaitu Aksara Jawa. Namun seiring dengan berkembangnya literasi Eropa, Aksara Latin, lambat laun menyisihkan Aksara Jawa.

 

Surapringga Sebuah Negeri Besar

Surapringga adalah nama lain dari Surabaya. Tapi nama itu sudah tenggelam. Hilang. Untung jejak nama itu masih terdokumentasikan dengan baik seperti pada prasasti di masjid kemayoran. Disana dituliskan ꦤꦼꦒꦫꦶꦱꦸꦫꦥꦿꦶꦁꦒ “Negari Surapringga” dan ada juga tulisan “Bupati Surapringga”

Sebagai kota besar pada zaman itu, maka pendirian masjid besarnya pun mendapat perhatian dari ꦥꦼꦗꦧꦠ꧀ pejabat pemerintah pusat. Kehadiran masjid sebagaimana ditulis pada prasasti:

Punika sih peparingipun Kanjeng Gubernemen Landa dhumateng sarupining bangsa Islam, kala pinaringaken wau duk nalika panjenenganipun Kanjeng Tuwan ingkang wicaksono Jan Jacob Rochussen, Gubernur Jendral ing tanah Nederland Hindia; Mister Daniel Francois Willem Pietermaat, Residen ing Surapringga:  Radyan (Raden) Tumenggung Kramadjajadirana, bupati ing negari Surapringga”. 

Nama ꦱꦸꦫꦥꦿꦶꦁꦒ Surapringga disebut dua kali dan ini adalah masjid negara yang berdiri di negara besar Surapringga.

Status Surapringga sebagai ꦤꦼꦒꦼꦫꦶꦧꦼꦱꦂ negeri besar ini tidak hanya disebut pada prasasti di masjid Kemayoran, tapi juga ditemukan pada manuscript di kota Doha, Qatar, tepatnya di Qatar National Library (QNL) sebagai koleksinya. (jabar.nu.or.id).

Sebuah copy manuskrip pendek beraksara ꦥꦺꦒꦺꦴꦤ꧀ Pegon, koleksi Qatar National Library (QNL), yang diterjemahkan oleh ahli aksara Pegon, Diaz Nawaksara, founder Nawaksara.id, mendapati nama ꦱꦸꦫꦥꦿꦶꦁꦒ Surapringga sebagai Negari Gede (besar) Surapringga.

ꦤꦼꦒꦼꦫꦶꦱꦸꦫꦥꦿꦶꦁꦒ Negeri Surapringga kala itu memiliki sistem pemerintahan yang berpusat di kawasan yang memiliki alun alun dengan tata makro dan mikro kosmos sebagai wujud tata kota klasik di Jawa. Di sana pernah ada sebuah masjid besar, keraton dan alun-alun yang menjadi ikon wilayah tersebut.

Saat ini, tidak lagi ditemukan bekas bangunan masjid, keraton dan bahkan alun-alun ꦱꦸꦫꦥꦿꦶꦁꦒ Surapringga. Sekarang, bekas kawasan tersebut sudah berubah menjadi kawasan tugu pahlawan di kota Surabaya.

Kebesaran dan kekuatan Surapringga ditandai dengan terbitnya ꦩꦠꦈꦮꦁ mata uang yang secara nyata mencantumkan nama Surapringga. Karena terbit dalam pengaruh Inggris, maka mata uang ini bernama Dirham Inggris. Mata uang ini unik karena ditulis dalam dua Aksara. Jawa di satu sisi dan Pegon di sisi lainnya.

Bukti otentik ini menunjukkan bahwa Aksara Jawa pernah digunakan di Surabaya (Surapringga). Bukti berupa ꦥꦿꦱꦱ꧀ꦠꦶ prasasti juga masih tersimpan di Masjid Kemayoran. Sedangkan yang berupa koin hanya berupa hasil foto. Sementara Manuskrip nya tersimpan di Kota Doha, Qatar.

Sebagai upaya mengingat kembali sejarah ꦏ꧀ꦭꦱꦶꦏ꧀ klasik kota Surabaya, Ludruk “Aji Saka Surapringga” yang digelar dalam rangka peringatan Hari Aksara Internasional 2024, akan mengajak warga kota mengenal kembali fakta sejarah kota Surabaya. (PAR/nng)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *