Rajapatni.com: Surabaya (11/7/24) – Seiring dengan proses revitalisasi, sebelum Grand Opening Kota Lama Surabaya pada 3 Juli 2024, sungai Kalimas di ꦏꦮꦱꦤ꧀ꦏꦺꦴꦠꦭꦩ Kawasan Kota Lama terlihat dikeruk. Plengsengan kali yang ada di tepi jalan Jembatan Merah dibersihkan dari tumbuhan dan pohon pohon liar. Sekarang struktur batu bata, yang membentuk bibir sungai, terlihat. Indah. Keindahan plengsengan sungai ini terpadu dengan bangunan yang menghadap ke sungai.
ꦄꦂꦱꦶꦠꦺꦏ꧀ Arsitek terkenal HP Berlage mengatakan dalam bukunya Mijn Indische Reis sebagai Rotterdam Van Java. Apalagi gedung Internasio yang sangat megah di kota lama ini dulunya bernama “Internationale Credit en Handelsvereeniging Rotterdam”.
Sekarang ditengah ꦒꦼꦩꦼꦂꦭꦥ꧀ gemerlap Kota Lama, sungai Kalimas yang membelah zona Eropa dan kawasan Pecinan dan Melayu, masih gelap. Saya jadi membayangkan keindahan sungai di kota Chiangmai ketika datang ke kota itu dalam rangka membersamai rombongan Pemerintah Kota Surabaya (di bawah pemerintahan Cak Narto) memberikan dukungan kepada tim Indonesia yang berlaga di ajang Sea Games tahun 1995. Di sepanjang sungai yang melintas di tengah kota diberi PJU layaknya PJU untuk jalan. Bisa dibayangkan betapa kinclongnya sungai itu.
Kembali ke Surabaya. Sungai Kalimas adalah sungai yang membelah kota Surabaya. Peradaban sungai ini sangat tua. ꦏꦭꦶꦩꦱ꧀ Kalimas menjadi saksi sejarah peradaban Surabaya. Secara faktual nama Syurabhaya (Surabaya) tercatat pada prasasti yang berangka tahun 1358 M, yang ditulis di era Raja Hayam Wuruk, Majapahit.
Kalimas menjadi urat nadi ꦠꦿꦤ꧀ꦱ꧀ꦥꦺꦴꦂꦠꦱꦶ transportasi. Seiring dengan perubahan zaman, Kalimas kian menjadi urat nadi perhubungan, perekonomian, pembangunan dan peradaban. Di era kolonial Kalimas menjadi lalu lintas perahu yang membawa beragam komoditi dan meterial bangunan. Maka jadilah Surabaya sebagai kota yang megah dengan bangunan bangunan raksasa kala itu. Kalimas adalah urat nadi kehidupan.
Hingga sekarang Surabaya masih hidup dan menjadi sebuah kota besar dan modern. Pemerintah Kota Surabaya pun berhasil mengembalikan ꦩꦂꦮꦃ Marwah kota besarnya yang tercermin lewat kawasan Kota Lama. Melalui Kawasan Kota Lama, pemerintah Kota Surabaya mengajak warganya bisa belajar sejarah dan peradaban kota. Sudah ribuan orang datang ke kota lama Surabaya sejak Grand Opening pada 3 Juli 2024 lalu dan akan ada jutaan orang akan datang kesana pada hari hari, minggu minggu dan bahkan tahun tahun mendatang.
Namun, dibalik ramainya dan ꦒꦼꦩꦼꦂꦭꦥ꧀ gemerlap Kota Lama Surabaya, sungai Kalimas masih merana. Gelap dan tak terlihat ada jejak sejarah apa saja di sana.
Jika kita duduk di angkringan bekas halte di pinggir Kalimas, angin semilir. Enak dibuat ꦔꦺꦴꦧꦿꦺꦴꦭ꧀ ngobrol sambil menikmati suasana. Melihat ke arah barat, berjajar gedung gedung kolonial yang indah. Tapi ketika melihat ke arah sungai, terlihat gelap. Sebuah pemandangan yang kontras dari titik Wisata Kuliner yang telah dipercantik ini. Melihat ke arah sungai, gelap. Melihat ke arah barat, terang.
Karenanya jangan sampai kelupaan menata sungai Kalimas, khususnya pada ruas yang melintas di kawasan Kota Lama. Menurut Dewan ꦥꦏꦂ Pakar IKA ITS/Pengurus Persatuan Insinyur Indonesia (PII) Jawa Timur, Ali Yusa, bahwa Kalimas ini menjadi bagian penting dalam proses pembangunan kota dari zaman ke zaman. Kalimas bisa bercerita panjang tentang Surabaya.
“Ini saatnya, bersama wadah Kota Lama Surabaya sebagai wahana pariwisata yang edukatif, Kalimas harus menyertainya bahwa kota Surabaya ini adalah kota Maritim”, jelas ꦄꦭꦶꦪꦸꦱ Ali Yusa ketika bersama penulis menyusuri Kalimas pada suatu hari setelah Grand Opening.
Kalimas memang bagian dari kemaritiman Surabaya. Kalimas menghubungkan kawasan laut dengan kawasan pedalaman Jawa hingga ke kota Raja Majapahit. ꦥꦿꦱꦱ꧀ꦠꦶꦕꦁꦒꦸ Prasasti Canggu (1358) adalah bukti nyata tentang sungai sebagai jalur penting peradaban maritim itu. Surabaya, melalui Kalimas, memiliki kisah peradaban maritim Majapahit yang pantas diceritakan dalam wadah Kota Lama Surabaya. (Nanang)