Standardisasi Aksara Adalah Model Pelestarian Aksara Nusantara.

Rajapatni.com: SURABAYA – Setahun telah berlalu dari penyelenggaraan Kongres Bahasa Jawa (KBJ) VII di Surakarta pada 28-30 November 2023. Sebagai salah satu peserta dari Jawa Timur, penulis merasa ingin tau apakah hasil hasil pembahasan oleh setiap Komisi dalam Kongres itu telah diimplementasikan sesuai harapan.

Adakah feedback atau monitoring terhadap implementasi dari hasil hasil Kongres itu selama ini? Ini sangat penting untuk memastikan bahwa penyelenggaraan Kongres, yang menelan biaya miliaran rupiah itu memenuhi target.

Misalnya, menurut guru bahasa Jawa di Yogyakarta Sinarendra Krisna, bahwa salah satu amanat dari KBJ VII yang perlu dikawal adalah Mata Pelajaran Bahasa Jawa di SD harus diampu oleh guru Mapel, bukan guru kelas. Sementara dosen di jurusan Bahasa Jawa Universitas Negeri Surabaya Sugeng Adipitoyo  mengatakan bahwa salah satu targetnya adalah membawa Bahasa Jawa ke tingkat Internasional. Apakah ada monitoring terhadap fakta di lapangan?

Bahasa Jawa termasuk Aksara Jawa (sebagai simbol bahasa Jawa) adalah salah satu dari 10 Objek Pemajuan Kebudayaan (OPK) sebagaimana diamanatkan dalam UU 5/2017 tentang Pemajuan Kebudayaan. Dalam upaya itu telah diadakan Kongres Bahasa Jawa (KBJ) dan Kongres Aksara Jawa (KAJ)

Kedua kongres ini adalah dua entitas yang berbeda tetapi keduanya adalah manunggal, bagaikan badan manusia yang terdiri dari tubuh dan ruh atau mata uang yang berisi dua. Di satu sisi ada gambar fauna dan di lain sisi ada gambar nominal.

Bahasa dan aksara Jawa dianggap manunggal karena aksara Jawa merupakan sistem tulisan, yang digunakan untuk menulis bahasa Jawa. Aksara Jawa juga merupakan simbol peradaban suku bangsa Jawa, yang kaya akan nilai budaya dan tradisi.

Kongres Aksara Jawa (KAJ) masih berlangsung satu Kali. Yaitu pada 2021 yang diadakan di Yogyakarta. Sementara Kongres Bahasa Jawa (KBJ) sudah berlangsung ke tujuh kalinya, yang terakhir digelar di Surakarta pada 28-30 November 2023.

Penulis sempat mengikuti Kongres Bahasa Jawa VII di Surakarta pada 2023 itu. Setelah itu, penulis langsung mengikuti kegiatan evaluasi mengenai Implementasi Kongres Aksara Jawa yang digelar oleh Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta di Surakarta pada 30 November – 2 Desember 2023. Implementasi ini adalah untuk melihat sejauh mana hasil hasil dari KAJ I (2021) telah diimplementasikan dan apa saja yang belum diimplementasikan. Kegiatan ini semacam monitoring. 

Penulis memang tidak mengikuti penyelenggaraan KAJ I (2021), tapi melalui kegiatan monitoring Implementasi Kongres Aksara Jawa (KAJ) I, penulis bisa memiliki gambaran apa yang perlu ditindaklanjuti dari KAJ I.  

Sedangkan sebagai peserta di Kongres Bahasa Jawa (KBJ) VII di Surakarta 2023, selama ini penulis belum pernah mendapat kabar tentang bagaimana implementasi dari KBJ 2023 itu. Apakah hasil hasil dari kerja Komisi Komisi telah dilaksanakan dan bagaimana hasilnya serta perkembangannya.

Sementara itu peserta kongres Bahasa Jawa dari Jawa Timur lainnya, Kukuh Setyo Wibowo, redaktur majalah bahasa Jawa Panjebar Semangat, mengatakan bahwa hingga saat ini ia juga belum tau sejauh mana hasil hasil Kongres diimplementasikan.

Kukuh berpendapat bahwa peserta kongres berhak untuk mendapatkan informasi mengenai perjalanan hasil hasil Kongres untuk meyakinkan bahwa kehadiran dan kontribusinya selama di kongress memberikan kemanfaatan.

Dalam hal ini, sesungguhnya, setiap peserta berhak memperoleh informasi tentang hasil dan implementasi Kongres Bahasa Jawa VII. Berbagi informasi tentang hasil hasil Kongres Bahasa Jawa VII kepada peserta ini menjadi tanggung jawab panitia penyelenggara yang diampu oleh Provinsi Jawa Tengah.

Sebagai entitas Bahasa dan Aksara Jawa yang manunggal, tentu satu sama lain harus saling melengkapi dan menunjang apa yang menjadi kebutuhan masing masing demi menjaga dan melestarikan manunggalnya budaya literasi Jawa, Bahasa dan Aksara.

Pendiri komunitas Aksara Jawa Surabaya, Puri Aksara Rajapatni, Ita Surojoyo mengikuti Kongres Aksara Jawa (KAJ) I di Yogyakarta pada 22-26 Maret 2021. Sejak itu ia mengamati upaya yang dilakukan oleh panitia Kongres Aksara Jawa I dan pegiat Aksara Jawa dalam menindaklanjuti dan memajukan Aksara Jawa. Dalam salah satu proses yang dilakukan didapati satu kendala bahwa Aksara Jawa belum bisa berstandar internasional misalnya ber ISO atau entah nama standardisasi internasional untuk Aksara. Ini dikarenakan, salah satunya karena, Bahasa Jawa belum berstandard.

Karenanya, diharapkan ada upaya pengajuan standarisasi setidaknya SNI dan bahkan hingga ke ISO oleh Tim panitia Kongres Bahasa Jawa (KBJ) atau pegiat Bahasa Jawa pada pasca kongres sebagai tindak lanjut Kongres Bahasa Jawa. Pengajuan standardisasi Bahasa Jawa ini sesungguhnya menjadi tugas Komisi Pengembangan (Komisi II) dalam Kongres Bahasa Jawa (KBJ) VII di Surakarta. 

Bagaimana progresnya dan apa sudah ada proses itu? Apa dampaknya terhadap Aksara Jawa sebagai bentuk simbul dari Bahasa Jawa?

Sebetulnya sudah ada upaya dari pegiat Aksara Jawa untuk mendaftarkan diri mendapatkan standardisasi Tingkat internasional semacam ISO.

Perangkat digital laptop dengan papan tombol beraksara Jawa. Foto: ist

Namun demikian untuk standardisasi tingkat Nasional, Badan Standardisasi Nasional (BSN) telah meluncurkan dua standar nasional Indonesia (SNI) baru untuk melestarikan Aksara Nusantara. Yakni SNI 9047:2021 untuk Font aksara Nusantara, dan SNI 9048:2021 untuk Tata Letak Papan Tombol aksara Nusantara.

Perolehan standardisasi ini atas kerja tekun dan terus menerus pegiat Aksara Jawa, yang berkolaborasi dengan pihak terkait seperti Pengelola Nama Domain Internet Indonesia (PANDI).

Standardisasi ini, meski Tingkat Nasional, namun dapat meningkatkan literasi aksara daerah di ranah digital, sekaligus dapat melestarikan budaya nusantara sebagai akar keluhuran budi bangsa Indonesia.

Ketiadaan standard dapat menyebabkan masalah-masalah pada perangkat digital antara lain tampilan dasar karakter, kombinasi bentuk karakter, kompatibilitas antar perangkat digital, efisiensi pengetikan dan input karakter Aksara Nusantara pada perangkat digital.

“Kalau tidak berstandard, maka gak bisa compatible antar perangkat digital dan hasilnya tulisan bisa gak beraturan”, tambah Ita Surojoyo.

Dengan standard SNI ini Aksara Jawa sudah bisa digunakan pada perangkat digital. Kedua SNI tersebut (Font dan Tata Letak Papan Tombol) berlaku untuk aksara Jawa, Sunda, dan Bali dengan mengadaptasi serta mengkombinasikan Standar Nasional Indonesia (SNI), global UNICODE dan standar Internasional ISO.

Ini adalah upaya nyata dalam menyelamatkan dan melestarikan Aksara Nusantara pada pasca Kongres Aksara Jawa (KAJ) I di Yogyakarta. (PAR/nng)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *