Siapa Masih Peduli Aksara Nusantara. Andakah Orangnya.

Sebuah manuskript beraksara Jawa yang menjadi koleksi Museum Pendidikan Surabaya. Foto: nanang

Rajapatni.com: SURABAYA – Aksara merupakan penanda kemajuan peradaban manusia. Sekarang orang mengenal aksara adalah huruf, yang kalau dirangkai akan menjadi kata, lalu frasa, alenia, chapter, bab dan akhirnya terbentuk sebuah buku.

“Buku adalah jendela dunia”. Ungkapan ini adalah ungkapan yang menggambarkan bahwa membaca buku dapat menambah wawasan dan pengetahuan. Buku dapat menjadi sumber informasi yang membuka dunia baru, memperluas pikiran, dan mengembangkan pemikiran kritis. 

Pernah ada gerakan pemberantasan buta huruf. Ini adalah gerakan masif  dalam upaya mengenalkan huruf atau aksara, yang pada gilirannya sasaran gerakan ini bisa mengenal huruf dan bisa menulis serta membaca.

Kita ketahui secara umum bahwa huruf ini adalah huruf Latin atau Roman, yang terdiri dari huruf A hingga Z yang jumlahnya 26. Huruf Roman adalah huruf asing, yang kita gunakan sejak masuknya bangsa Eropa ke Nusantara di akhir abad 16..

Bagaimana dengan huruf Nusantara, huruf kita sendiri, yang salah satunya adalah aksara Jawa?

Sebuah manuskript beraksara Jawa yang menjadi koleksi Museum Pendidikan Surabaya. Foto: nanang

Buta huruf kah kita dengan Aksara kita sendiri? Padahal buku buku yang berisi untaian kata, frasa, alenia, chapter dan bab itu umum terkemas dalam buku, yang sekarang namanya menjadi manuskrip karena usianya minimal 50 tahun. Manuskrip adalah salah satu dari 10 Object Pemajuan Kebudayaan (OPK) sebagaimana diamanahkan dalam Pasal 5, UU 5/2017 tentang Pemajuan Kebudayaan.

Manuskrip manuskrip kuno umumnya ditulis dalam berbagai aksara Nusantara. Ada dalam bentuk aksara Jawa, aksara Jawa Kuna, arab Pegon dan juga latin.

Manuskrip dapat ditulis di berbagai media, seperti: Daun lontar, Daun nipah, Deluang, Kain, Tanduk, Rotan, Bambu, Kulit kayu dan Kertas Eropa.

Manuskrip dapat berisi berbagai informasi, seperti: Sejarah, Cerita rakyat, Hikayat, Seni budaya, Keagamaan, Pengobatan tradisional, Pertanian, Hukum, serta Adat istiadat.

Manuskrip dapat menjadi sumber informasi penting tentang kehidupan manusia di masa lalu. Manuskrip juga dapat dimanfaatkan untuk belajar tentang masa lalu dan berkembang di masa yang akan datang.

Sirna ilang kertaning bumi, penanda runtuhnya kerajaan Majapahit. Pararaton. Foto: ist

Manuskrip umumnya berupa naskah kuno, yang memiliki nilai sejarah dan budaya. 

Sekarang siapa masih peduli dengan manuskrip khususnya yang masih menggunakan aksara aksara Nusantara, salah satunya Jawa?

Dalam manuskrip manuskrip itu tidak hanya perihal aksara, yang keberadaannya semakin langka, tetapi di sana ada pengetahuan yang telah ditorehkan oleh nenek moyang yang penuh kearifan lokal. Siapa mau peduli?

Seiring dengan implementasi undang undang Pemajuan Kebudayaan serta berbagai turunannya seperti Pergub dan Perda, maka Manuskrip dan aksara Nusantara yang dipakai untuk menuliskan catatan peradaban nenek moyang hendaknya sudah mulai diperkenalkan kembali.

Mengenalkan kembali Aksara Nusantara sebagai jembatan untuk mengenal Manuskrip tidak berarti menjadikan aksara Nusantara sebagai alat komunikasi tertulis seperti dahulu. Zaman telah berbeda. Meski demikian aksara Nusantara tidak boleh hilang karena zaman. 

Ini adalah upaya yang membutuhkan perhatian dari orang orang dan pihak pihak yang memiliki kekuatan baik dalam bentuk kekuasaan (pemerintah) dan pengetahuan (praktisi budaya).

Anda di posisi mana? (PAR/nng)

4 thoughts on “Siapa Masih Peduli Aksara Nusantara. Andakah Orangnya.

    1. Matur nuwun pak Pandji. Semoga kami selalu mendapat kekuatan demi pelestarian budaya literasi Aksara Jawa ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *