Rajapatni.com: Surabaya (25/6/24) – Diantara megahnya gedung gedung kolonial, yang dibangun pada paruh pertama abad 20, ada pula mewahnya rumah rumah dari abad 18 di Kota Lama Surabaya zona Eropa. Rumah rumah ini berdiri di belakang gedung gedung megah yang menjadi ꦥꦒꦂꦫꦪ pagar raya jalan Rajawali (dahulu Herenstraat) dan jalan Jembatan Merah (dahulu Willemskade Straat).
Rumah rumah mewah ini ada di jalan Gelatik. Rumah rumah serupa lainnya ada di jalan ꦧꦿꦚ꧀ꦗꦔꦤ꧀ Branjangan (dahulu Boomstraat). Juga di jalan Jalak (d/h Zuessteeg), Jalan Prenjak (d/h Benaudesteeg) dan Jalan Kedali (d/h Herensteeg).
Namun, rumah rumah yang ada di jalan Gelatik tampak lebih ꦩꦺꦮꦃ mewah. Tidak hanya pada bagian eksterior depan. Tapi juga terlihat pada bagian interior, dalam rumah. Ada dua rumah yang sempat kami (penulis dan Emile) masuki dalam jelajah kota lama Surabaya. Emile adalah tour planner dari Belanda.
Bagi Emile, tampilan rumah menggambarkan ꦱ꧀ꦠꦠꦸꦱ꧀ꦱꦺꦴꦱꦶꦪꦭ꧀ status sosial dan bahkan budaya penghuninya kala itu ketika Kawasan ini menjadi pusat hunian Eropa. Rumah mewah itu adalah rumah, yang ditempati oleh keluarga Juanda. Rumahnya masih kelihatan terawat. Rumah ini ditempati keluarga Juanda (bapaknya) sejak tahun 1940-an.
Juanda mengenal rumah ini sejak ia dilahirkan pada tahun 1950 an. Menurutnya, berdasarkan sepengetahuannya, orang tuanya pernah menjadikan rumah ini sebagai gudang ꦉꦩ꧀ꦥꦃ rempah kemiri. Orang tuanya pernah berdagang di pasar Pabean.
Namun demikian, Juanda tidak tau riwayat rumah pada masa masa sebelumnya. Sementara menurut Emile Leushuis, penulis dan pegiat sejarah Belanda, rumah rumah semacam yang masih berdiri di jalan Gelatik, jalan Kedali dan Mliwis bagian Barat serta di gang gang di jalan Jalak dan Prenjak adalah bangunan dari abad 18. Yaitu gaya dari tahun 1700-an.
Gaya rumah seperti itu, yaitu beratap ꦥꦼꦭꦤ pelana kuda meruncing ke atas dengan kemiringan ke depan dan belakang, eksterior depan simetris dengan satu pintu dan dua jendela di kiri kanan pintu, berventilasi terbuat dari kayu dengan gawel di kiri dan kanan disertai mahkota piron di setiap ujung gawel, adalah model rumah dari abad 18 sebagaimana ditulis dalam bukunya Jelajah Kota Kota Pusaka di Indonesia.
Ya, ꦏꦺꦴꦠꦭꦩꦯꦸꦫꦨꦪ Kota Lama Surabaya masih punya model rumah abad 18. Pada kesempatan ia menjelajah Kota Lama setelah direvitalisasi, Emile memasuki rumah rumah tua yang masih bersifat private. Misalnya rumah yang dihuni oleh keluarga mbak Atik di jalan Gelatik. Atik cukup welcome dan mempersilakan Emile masuk dan naik ke loteng rumahnya. Ruang loteng tidak berpenghuni. Kata Atik, yang tinggal di loteng, adalah genderuwo.
“Genderuwo itu tinggal di atas loteng”, jelas Atik ketika menemani Emile sampai ke ruang halaman belakang tempat dimana anak tangga menuntunnya ke atas loteng.
Ruang ꦭꦺꦴꦠꦺꦁ loteng tampak kotor dan berdebu. Ada tiga ruang yang luas. Dua ruang ada connecting doornya. Di depan masing masing ruangan adalah satu ruang luas selebar ukuran rumah. Di ruangan ini ada tiga jendela yang menghadap ke depan. Dari ruangan inilah bisa dilihat gang Balai Kota di bawahnya, termasuk sebuah rumah di depan. Dari atas keseluruhan rumah dari abad 18 itu tampak utuh.
Emile bisa menangkap keseluruhan rumah ini dengan mata lensa kamera HPnya. Emile senang bisa mengcapture rumah ini secara utuh dan ꦱꦶꦩꦺꦠꦿꦶꦱ꧀ simetris, termasuk mahkota pironnya.
Memang tidak ada data siapa yang menghuni tempat ini di abad abad lama. Namun dari nama gang, Stadhuis Steeg yang artinya Gang Balai Kota, bisa diduga kawasan ini adalah perumahan pejabat ꦧꦭꦻꦏꦺꦴꦠ Balai Kota Surabaya. Sementara Kantor Balai Kotanya berada di barat Jembatan Merah. (nanang)