OPINI: Papanisasi ꧌ꦠꦿꦶꦄꦏ꧀ꦱꦫ꧍Tri Aksara Upaya Pelestarian Warisan Leluhur.

Rajapatni.com: Surabaya (3/10/24) – Papanisasi Tri Aksara adalah pemasangan papan nama pada situs-situs percandian. Ini sebuah gagasan atau opini. Sebuah gagasan itu adalah untuk pemasangan papan nama di percandian di ꧌ꦗꦮꦠꦶꦩꦸꦂ꧍ Jawa Timur. Papanisasi ini menggunakan tiga aksara yang terdiri dari aksara Kawi, Jawa dan Latin. Aksara Kawi dan Jawa adalah aksara-aksara ꧌ꦊꦭꦸꦲꦸꦂ꧍ leluhur, yang kemudian hilang dan tergantikan oleh aksara Latin dan digunakan hingga masa sekarang.

Papanisasi dengan menggunakan aksara Kawi dan Latin ini dimaksudkan untuk menambah dan memberikan nilai edukasi pada ruang percandian dan dalam upaya pemajuan kebudayaan sesuai ꧌ꦈꦈ꧇꧕꧇/꧇꧒꧐꧑꧗꧇ UU 5/2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, sebagaimana tersebut dalam Pasal 5 tentang Obyek Pemajuan Kebudayaan (OPK). 

Papanisasi dengan tiga aksara adalah upaya pelestarian aksara leluhur. Desain: Amrih

Oleh karena itu penggunaan Aksara Kawi dan Jawa adalah penting karena aksara-aksara itu adalah bagian nyata, yang pernah digunakan oleh leluhur dalam berkomunikasi tulis pada masa lalu, yang bukti buktinya masih banyak tersimpan di museum dan in situ. ꧌ꦩꦼꦭꦭꦸꦮꦶ꧍ Melalui aksara itu kita bisa tau bahasa apa, yang digunakan oleh nenek moyang Nusantara di Tanah Jawa. . 

Misalnya pada prasasti Wurare, yang ada pada lapik arca Jaka Dolog sebagai perwujudan Raja ꧌ꦏꦽꦠꦤꦴꦒꦫ꧍ Kertanegara. Prasastinya ditulis dalam aksara Jawa Kuna (Kawi) yang menggunakan Bahasa Sansekerta. Bahasa Sansekerta ternyata bahasa Asing, yang ternyata sudah digunakan oleh leluhur kita. Bahasa lokalnya adalah bahasa Jawa Kuna.

Arca Joko Dolog dengan prasasti Wurarenya. Foto: nanang

꧌ꦝꦶꦌꦫ꧍ Di era sekarang, bahasa asing itu seperti halnya bahasa Inggris, Jerman, China, Jepang dan lainnya. ꧌ꦗ꦳ꦩꦤ꧀꧍ Zaman telah berganti dan adalah bijak jika kita masih melestarikan aksara aksara leluhur itu. Dengan ꧌ꦩꦼꦊꦱ꧀ꦠꦫꦶꦏꦚ꧀ꦚ꧍ melestarikannya kita bisa tau bahasa apa yang digunakan mereka dalam berkomunikasi. Dengan melestarikannya, kita bisa mengenal ada pemikiran pemikiran apa dalam prasasti itu.. Bukan melupakannya dan meninggalkannya.

Sementara penggunaan Aksara Latin pada papanisasi adalah penggunaan sesuai ꧌ꦗ꦳ꦩꦚ꧀ꦚ꧍ zamannya dan sekaligus menuntun apa dan bagaimana bunyi Aksara Kawi dan Jawanya.

Sehingga melalui ruang dan situs percandian, generasi dan masyarakat sekarang masih bisa terkoneksi dengan peradaban ꧌ꦠꦏ꧀ꦧꦼꦟ꧀ꦝ꧍ intangible (tak benda) masyarakat masa lalu.

 

TEMPAT YANG TEPAT UNTUK PEMASANGAN AKSARA

꧌ꦥꦼꦂꦕꦟ꧀ꦝꦶꦪꦤ꧀꧍ Percandian adalah tempat yang tepat untuk pemasangan aksara, khususnya Kawi dan Jawa. Pemasangan ini mempertemukan warisan benda (tangible) dan tak benda (intangible) pada satu titik yang sama. Warisan bendawi (tangible) tampak pada sosok ꧌ꦥ꦳ꦶꦱꦶꦏ꧀꧍ fisik kebendaan struktur candi. Sedangkan warisan tak benda (intangible) tersaji dalam bahasa yang disimbolkan pada aksara.

Salah satu percandian di Jawa Timur. Candi Brahu. Foto: suaramerdeka.com

Sekarang, mereka yang pada ꧌ꦑꦸꦱꦸꦱ꧀ꦚ꧍ khususnya di Jawa menggunakan bahasa Jawa dan bahasa Indonesia serta bahasa Inggris, China dan lainnya sebagai bahasa asing. Melalui dan mengetahui aksara yang ditulis pada prasasti atau inskripsi lainnya, sesungguhnya kita bisa mengetahui bahasa apa, yang digunakan oleh ꧌ꦊꦭꦸꦲꦸꦂ꧍ leluhur kita pada masa lalu.

Papanisasi yang menggunakan satu kata atau dua kata dalam setiap aksara sesuai nama nama candi, setidaknya kita bisa memperkenalkan kembali aksara Nusantara ini kepada generasi dan masyarakat sekarang. Adalah tepat bila cara memperkenalkan aksara aksara itu di komplek percandian sebagai wahana sejarah dan edukasi. Hal ini menjadi sarana informasi dan ꧌ꦌꦝꦸꦏꦱꦶ꧍ edukasi praktis buat para pengunjung agar masyarakat sekarang tidak terputus dari ꧌ ꦩꦯꦫꦏꦠ꧀꧍ masyarakat masa lalu.

 

LATAR BELAKANG

꧌ꦥꦿꦺꦴꦮ꦳ꦶꦤ꧀ꦱꦶꦗꦮꦠꦶꦩꦸꦂ꧍ Provinsi Jawa Timur adalah rumah bagi peninggalan arkeologi Nusantara, yang sudah ada sejak era Kanjuruhan di abad 8 (760 M) ketika Gajayana mendirikan kerajaan Kanjuruhan di Jawa Timur. Pada tahun 929 M, tercatat bahwa perang ꧌ꦯꦿꦷꦮꦗꦪ꧍ Sriwijaya-Mataram usai. Sisa prajurit Mataram pimpinan Mpu Sindok, yang dibantu oleh rakyat Nganjuk, berhasil mengalahkan pasukan Sriwijaya di desa Anjuk Ladang. Kemudian Mpu Sindok mendirikan kerajaan Medang dan Wangsa Isyana yang berpusat di Jawa Timur. Baru baru ini di wilayah ꧌ꦠꦿꦺꦴꦮꦸꦭꦤ꧀꧍ Trowulan Mojokerto ditemukan Prasasti Gemekan atau Prasasti Masahar, yang sekarang tersimpan di kantor Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah XI.

Prasasti Masahar adalah sebuah prasasti peninggalan Kerajaan Medang berangka tahun꧌꧇꧘꧕꧒꧇꧍ 852 Saka atau ꧌꧇꧙꧓꧐꧇꧍ 930 Masehi, yang ditemukan di Situs Gemekan di Gemekan, Kecamatan Sooko, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. Menurut pembacaan tim ekskavasi Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah XI, Ismail Lutfi dan Andi Muhammad Said, bahwa bahasa yang digunakan adalah Bahasa Jawa Kuna. (https://id.wikipedia.org/wiki/Prasasti_Masahar)

Secara kronologis, mulai dari Kanjuruhan, Medang, Kahuripan, Singasari hingga Majapahit, peninggalan peninggalannya umumnya bersifat bendawi (tangible). Meski ada yang bersifat Intangible (tak benda) tetapi kurang mendapat perhatian publik atau publik belum teredukasi secara luas. 

Peninggalan tak benda (intagible) itu adalah literasi Aksara. Adalah Aksara Kawi yang kemudian menurunkan aksara Jawa, yang hingga sekarang masih diajarkan di sekolah. Namun, keberadaannya masih asing, yang lebih asing daripada aksara asing seperti Hanzi China, ꧌ꦏꦚ꧀ꦗꦶ꧍ Kanji Jepang, Hangeul Korea dan Thai Thailand.

Situs atau ruang ruang arkeologi yang tersebar banyak di provinsi Jawa Timur menjadi ruang yang pas dan cocok untuk menyematkan dan memperkenalkan kembali kompendium tradisi kuno (aksara) dengan masyarakat modern.

 

TUJUAN

Penggunaan Aksara Nusantara (Jawa dan Kawi) pada papan papan nama (Papanisasi) Percandian ini BERTUJUAN untuk memperkenalkan kembali Aksara Nusantara melalui obyek-obyek edukasi wisata sejarah, ꧌ꦑꦸꦱꦸꦱ꧀ꦚ꧍ khususnya percandian. (PAR/nng)

 

Ref:

https://surabaya.suaramerdeka.com/jawa-timur/106112772969/rahasia-megah-candi-brahu-pesona-sejarah-majapahit-di-mojokerto-jawa-timur

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *