꧌ꦩꦼꦭꦶꦲꦠ꧀꧍ Melihat Dari Dekat Sendang Duwur. Ada Apa?

Aksara:

Rajapatni.com: SURABAYA – ꧌ꦠꦶꦔ꧀ꦒꦶ꧍ Tinggi di puncak bukit cadas Paciran, Lamongan, bersemayam sosok ulama, Sunan Sendang Duwur. Dengan orientasi pandangan ke arah barat, ꧌ꦠꦼꦂꦭꦶꦲꦠ꧀꧍ terlihat hamparan kawasan Pantura, yang pernah menjadi jejak Herman Willem Daendels, sang ꧌ꦥꦼꦩ꧀ꦧꦸꦏ꧍ pembuka jalur jalan Raya Pos di Jawa.

Diskusi budaya di atas ꧌ꦭꦔꦶꦠ꧀꧍ langit sendang duwur. Foto: par

Di situs ꧌ꦱꦼꦟ꧀ꦝꦁꦝꦸꦮꦸꦂ꧍ Sendang Duwur inilah, tepatnya di Masjid Sunan Sendangduwur, dapat ꧌ꦝꦶꦠꦼꦩꦸꦮꦶ꧍ ditemui penulisan sengkalan yang ditulis dalam aksara Jawa. Sengkalan ini berbunyi “Gunaning Salira Tirta Hayu”.

 

꧌ꦩꦰ꧀ꦗꦶꦢ꧀꧍ Masjid Dibangun 1561

꧌ꦩꦼꦤꦸꦫꦸꦠ꧀꧍ Menurut Juru pelihara Irfan bahwa sengkalan itu mengandung kode atau perhitungan tahun dalam sistem kalender Jawa (Saka), yang ꧌ꦗꦶꦏ꧍  jika diterjemahkan ke dalam tahun Masehi berarti 1561 Masehi.

Sengkalan yang berarti ahun 1561. Foto: nanang

Tahun 1561 dalam catatan Masjid Sendang Duwur di ꧌ꦥꦕꦶꦫꦤ꧀꧍ Paciran Lamongan ini merupakan tahun pendirian masjid tersebut, yang juga dikenal sebagai Masjid Tiban. ꧌ꦝꦼꦔꦤ꧀꧍ Dengan demikian, tahun 1561 menunjukkan ꧌ꦠꦲꦸꦤ꧀꧍ tahun pendirian Masjid Sendang duwur.

Pada mulanya konstruksi tempat ibadah ini terbuat dari ꧌ꦏꦪꦸ꧍ kayu, yang kemudian direstorasi di masa kolonial Belanda pada 1920. Tanda angka tahun ini dapat dilihat di pintu masuk sebelah timur. Ada tiga ꧌ꦥꦶꦤ꧀ꦠꦸ꧍ pintu masuk dimana pada bagian atas kusen pintu masuk terdapat angka tahun yang ditulis dalam sistim penulisan Masehi dalam aksara Roman, Hijriah dalam ꧌ꦄꦏ꧀ꦱꦫꦄꦫꦧ꧀꧍ aksara Arab dan Jawa dalam aksara Jawa.

꧌ꦥꦼꦤꦔ꧀ꦒꦭꦤ꧀꧍ Penanggalan angka tahun dalam tiga versi aksara ini merujuk pada tahun yang sama. Yaitu tahun 1920, yang berarti tahun ꧌ꦥꦼꦩꦸꦒꦫꦤ꧀꧍ pemugaran masjid di era kolonial. Masjid nya bergaya konstruksi khas lokal ꧌ꦗꦮ꧍  Jawa dan Hindu dengan atap meru tiga berundak dengan ꧌ꦩꦃꦏꦺꦴꦠ꧍ mahkota Majapahitan.

Gapura model Paduraksa memasuki tempat suci. Pengurus ꧌ꦥꦸꦫꦷꦄꦏ꧀ꦱꦫꦫꦴꦗꦥꦠ꧀ꦤꦷ꧍ Puri Aksara Rajapatni mengunjungi Sendang Duwur. Dari kiri: A Hermas Thony, Ita Surojoyo dan Nanang Purwono. Foto: par

Gaya arsitektur Majapahitan ini juga tampak pada gerbang gerbangnya dengan model Paduraksa. Pintu gerbang paduraksa ꧌ꦩꦼꦭꦩ꧀ꦧꦔ꧀ꦏꦤ꧀꧍ melambangkan ambang pintu menuju ruang suci, sebagaimana umumnya di dalam kompleks keagamaan, ꧌ꦥꦼꦩꦏꦩꦤ꧀꧍ pemakaman, atau bahkan istana.

Secara filosofis, ꧌ꦒꦥꦸꦫ꧍ gapura model ini juga melambangkan gunung dan kebaikan. Secara fungsi gerbang Paduraksa ini ꧌ꦧꦼꦂꦥ꦳ꦸꦔ꧀ꦰꦶ꧍ berfungsi sebagai pembatas sekaligus gerbang masuk ke wilayah dalam kompleks bangunan kuno yang ꧌ꦥꦼꦤ꧀ꦠꦶꦁ꧍  penting. Yaitu tempat suci atau yang disucikan.

Secara ꧌ꦄꦂꦰꦶꦠꦺꦏ꧀ꦠꦸꦂ꧍ arsitektur gerbang ini bersifat Hindu Jawa. Padanan gerbang Paduraksa di Sendang Duwur ini sama dengan yang ada di komplek pemakaman para raja ꧌ꦩꦠꦫꦩ꧀꧍ Mataram di Kotagede Yogyakarta, dan Tirta Empul di Bali.

Regol Paduraksa di Kotagede Yogyakarta. Foto: ist
Regol Paduraksa di Tirta Empul Bali. Foto: ist

꧌ꦥꦼꦤꦸꦭꦶꦱꦤ꧀꧍ Penulisan Tiga Aksara

Yang ꧌ꦩꦼꦤꦫꦶꦏ꧀꧍ menarik bahwa penulisan dalam tiga aksara (Roman, Arab dan Jawa) ini dibuat di masa kolonial pada tahun 1920. ꧌ꦥꦼꦩꦼꦫꦶꦤ꧀ꦠꦃ꧍ Pemerintah Hindia Belanda di Lamongan mensejajarkan penggunaan aksara Roman, Hijriah dan Jawa. Penulisan itu ꧌ꦱꦼꦧꦒꦻ꧍ sebagai wujud pengakuan penulisan aksara Roman, Arab (Jawi) dan Jawa pada masa pemerintahanan Hindia ꧌ꦧꦼꦭꦟ꧀ꦝ꧍  Belanda.

Angka tahun Jawa pada kusen pintu masuk masjid. Foto: nanang

Sekarang di masa ꧌ꦏꦼꦩꦼꦂꦞꦺꦏꦄꦤ꧀꧍ kemerdekaan, Indonesia, bagaimana dengan penggunaan aksara aksara daerah itu yang ꧌ꦩꦱꦸꦏ꧀꧍ masuk sebagai identitas bangsa ini?

Penulisan aksara Jawa Kuna (Kawi) oleh BPK W XI Jatim: Foto: nanang

Balai Pelestarian kebudayaan (BPK) wilayah XI Jawa Timur ꧌ꦱꦸꦝꦃ꧍ sudah mulai memperkenalkan penggunaan aksara asli Nusantara, yaitu Jawa Kuna (Kawi) dengan ꧌ꦩꦼꦤꦸꦭꦶꦱ꧀ꦏꦤ꧀꧍ menuliskan nama Sendang Duwur dalam aksara Kawi. Penamaan ini ada pada papan nama di bagian depan komplek. Penamaan dalam aksara daerah ꧌ꦎꦭꦺꦃ꧍ oleh BPK Wilayah XI Jatim ini sebagai agenda kerja penamaan ꧌ꦱꦶꦠꦸꦱ꧀꧍ situs dan Percandian di wilayah kerja BPK Wilayah XI.

 

꧌ꦄꦂꦰꦶꦠꦺꦏ꧀ꦠꦸꦂ꧍ Arsitektur Masjid

꧌ꦱꦼꦕꦫ꧍ Secara arsitektur, Masjid Sendang Duwur sendiri, yang menjadi jejak peninggalan dakwah kultural Sunan Sendang Duwur, aristekturnya berakulturasi antara ꧌ꦠꦿꦝꦶꦱꦶ꧍  tradisi Jawa dengan Hindu.

Soko guru penyangga konstruksi masjid. Foto: ist

Masjid ini berarsitektur ꧌ ꦗꦺꦴꦒ꧀ꦭꦺꦴ꧍ Joglo dengan soko soko guru, yang menyanggah bangunan masjid, merepresentasikan bangunan khas Jawa. Mustaka atau mahkota ꧌ꦩꦼꦔ꧀ꦲꦶꦪꦱꦶ꧍ menghiasi puncak masjid yang bertumpang tiga yang mirip meru pada bangunan Hindu, mihrab masjid yang berbentuk lengkungan kala makara seperti candi, ꧌ꦩꦶꦩ꧀ꦧꦂ꧍ mimbar masjid berukiran Jepara berbentuk florish dan bunga teratai, dan gapura masjid berbentuk tugu bentar mengingatkan pada bentuk bangunan kori ꧌ꦥꦝ꧍ pada Kedaton di komplek Kerajaan Hindu.

Ditambah pada ꧌ꦱꦼꦫꦩ꧀ꦧꦶ꧍  serambi masjid terdapat candrasengkala dalam tulisan Jawa pada sebuah papan kayu kecil, yang berbunyi: gunaning salira tirta hayu (1483 S=1561 M).

Di serambi masjid bicarakan sengkalan. Foto: nanang

Di komplek Sendang Duwur ini selain terdapat makam Sunan Sendang Duwur, juga terdapat makam para ꧌ꦏꦼꦫꦧꦠ꧀꧍ kerabat. Tidak ada inskripsi pada setiap kuburan menggunakan ꧌ꦄꦏ꧀ꦱꦫꦗꦮ꧍ aksara Jawa. Kesucian kubur ini dihiasi dengan Inskripsi beraksara Arab. Semua inskripsi beraksara Arab ini masih ꧌ꦱꦔꦠ꧀꧍ sangat jelas terlihat.

Makam para kerabat sunan Sendang Duwur. Foto: ist

Regol Paduraksanya masih ꧌ꦩꦼꦩꦶꦭꦶꦏꦶ꧍ memiliki kusen yang terbuat dari kayu. Keberadaan kayu ini membantu ingatan kolektif tentang konstruksi Regol pada masa itu yang sekarang umumnya sudah hilang termakan ꧌ꦈꦱꦶꦪ꧍ usia.

Kunjungan ke situs semacam Sendang Duwur adalah ꧌ꦈꦥꦪ꧍ upaya merekonstruksi ingatan kolektif yang penting. ꧌ꦥꦸꦫꦷꦄꦏ꧀ꦱꦫꦫꦴꦗꦥꦠ꧀ꦤꦷ꧍ Puri Aksara Rajapatni mengunjungi situs itu dalam rangka merekonstruksi ingatan kolektif keberadaan ꧌ꦄꦏ꧀ꦱꦫꦗꦮ꧍ aksara Jawa. (PAR/nng).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *