Rajapatni.com: Surabaya (17/7/24) – Apa yang kurang dari Kota Lama Surabaya? Jawabannya, luar biasa. Apa artinya? Silakan dijawab sendiri !
ꦏꦺꦴꦠꦭꦩꦯꦸꦫꦨꦪ Kota Lama Surabaya sudah berhasil menarik perhatian khalayak banyak. Tiap hari, khususnya di akhir pekan, jalan Rajawali, jalan Jembatan Merah, Jalan Gelatik dan Jalan Mliwis berjubal. Pengunjung menyemut.
Dari pengamatan media ini, pengunjung suka berfoto ria, jalan jalan, cuci mata, ada yang naik Jeep, mobil listrik ala antik dan becak. Nikmat dan ꦧꦼꦂꦱꦸꦏꦫꦶꦪ bersuka ria. Kondisi ini terlihat mulai paruh waktu sore hingga malam.
Bagaimana dengan paruh waktu ꦥꦒꦶ pagi hingga sore? Masih sepi dan bertotak belakang dengan waktu sore hingga malam.
Suasana pagi hingga sore cukup terang benderang. Lengang dan tidak berjubal. Bagi pengunjung, yang suka suasana tenang, maka paruh waktu ini memberi kesempatan untuk bisa berinteraksi dan ꦩꦼꦤꦶꦏ꧀ꦩꦠꦶ menikmati indahnya peninggalan gedung gedung kolonial.
Pada moment ini mereka bisa lebih detail dan leluasa ꦩꦼꦔꦩꦠꦶ mengamati arsitektural gedung gedung yang umumnya dibangun pada abad 20. Tapi ada juga dari abad 19 dan bahkan 18. Para pengunjung bagai merdeka wisata! Mereka bisa leluasa menikmati kota lama secara mandiri, bebas dan merdeka memandang dari persepsinya sendiri sendiri. Seperti merdeka belajar.
Belajar apa? Tentunya belajar tentang Kota Lama, khususnya tentang zona Eropa, yaitu kawasan di barat sungai ꦏꦭꦶꦩꦱ꧀ Kalimas.
Terlalu banyak cerita tentang kawasan ini untuk ditampung pada bingkai bingkai papan informasi yang telah dipasang apik di area ꦠꦩꦤ꧀ꦱꦼꦗꦫꦃ Taman Sejarah. Karenanya untuk menampung dan menampilkan banyak cerita dan bahkan artefak artefak yang bisa didapat tentang Kota Lama (Eropa), perlu sebuah wadah yang komprehensif seperti sebuah museum. Ya, museum Kota Lama Surabaya. Kota Lama perlu punya wadah permanen dalam menyajikan kisah kota lama untuk menatap ke depan yang panjang.
Gedung Singa
Gedung Singa adalah salah satu gedung di kawasan Kota Lama, yang telah berstatus cagar budaya. Bukan tanpa alasan gedung ini berstatus ꦕꦒꦂꦧꦸꦣꦪ cagar budaya. Gedung Singa satu satunya gedung paling modern di awal abad 20. Gedung ini didirikan pada 1901 dan diarsiteki oleh HP Berlage yang dibantu oleh seniman patung Mendes da Costa untuk pembuatan sepasang patung Singa dan Jan Toroop untuk hiasan keramik lukis pada fasad atas gedung.
Istimewa. Keistimewaan gedung ini diakui oleh kalangan aktivis, ꦱꦼꦗꦫꦮꦤ꧀ sejarawan dan arsitek Eropa, yang pada bulan Juni 2024 meluncurkan buku tentang 100 tahun kedatangan Berlage ke Indonesia (d/h Dutch East Indische). Ya, meski Gedung Singa didirikan pada 1901, namun Berlage sendiri baru datang ke Hindia Timur pada 1923. Seratus tahun kedatangan Berlage 1923-2023). Kisah Berlage ini telah tersaji apik pada buku, yang berjudul Berlages Indische Reis atau Berlage di Nusantara.
Banyak nilai nilai yang terkandung pada gedung ini sehingga para pemerhati Eropa ini menaruh hati pada gedung berlantai dua yang menghadap Kalimas. Dalam lirik lagu legendaris ꦗꦼꦩ꧀ꦧꦠꦤ꧀ꦩꦺꦫꦃ Jembatan Merah, deretan gedung gedung di sepanjang jalan Jembatan Merah ini diibaratkan bagai Pagar Gedung Raya.
Tempat ini sungguh cocok menjadi sebuah museum Kota Lama, yang diantaranya bisa dipakai untuk menampilkan keragaman arsitektur kawasan, perkembangan pemerintahan kota Surabaya yang pernah berpusat di sini mulai sebagai Ibukota Wilayah Pantai Utara Jawa bagian Timur (Java’s Van Den Oosthoek) hingga berpindahnya pemerintahan Surabaya dari kawasan Jembatan Merah ke Ketabang (Balai Kota).
Secara arsitektural, gedung Singa adalah sebuah artefak in situ besar, yang jika kelak dijadikan ꦩꦸꦱꦺꦪꦸꦩ꧀ museum, maka akan layak disebut sebagai “artefak menyimpan artefak”.
Persahabatan Surabaya – Amsterdam
Tidak hanya sebagai dan sekedar museum, tempat ini (Gedung Singa) juga bisa difungsikan sebagai sentrum persahabatan Surabaya (Indonesia) dan Amsterdam (Belanda). Tempat ini bisa sebagai ajang ꦣꦶꦥ꧀ꦭꦺꦴꦩꦱꦶ diplomasi budaya dan pendidikan antara Surabaya dan Amsterdam. Apalagi di dalam gedung di lantai dua ada simbol (hiasan) kota Amsterdam. Dengan adanya fungsi sebagai jembatan persahabatan Surabaya – Amsterdam, maka keberadaan Kota Lama (zona) Eropa lebih bermakna karena bisa meningkatkan derajat kemanfaatan dari tempat wisata menjadi ajang persahabatan antar negara.
Selama ini sudah terbangun ꦥꦼꦂꦱꦲꦧꦠꦤ꧀ persahabatan antara Surabaya dan Amsterdam melalui jalur cagar budaya dan heritage. Dari kota Amsterdam sudah ada TiMe Amsterdam, sebuah wadah profesional di bidang permuseuman dan cagar budaya. TiMe Amsterdam juga bermitra dengan ICOMOS (Internasional Council on Monument and Sites) di bawah UNESCO. Maka adalah peluang jika melalui Gedung Singa sebagai sebuah museum kota Lama zona Eropa bisa melangkah menjadi jembatan persahabatan antar negara.
Jika di zona Eropa terwakili persahabatan antara Surabaya dengan ꦄꦩ꧀ꦱ꧀ꦠꦺꦂꦣꦩ꧀ Amsterdam, diharapkan persahabatan serupa juga bisa terbina antara Surabaya dengan Cina untuk zona Pecinan, Surabaya dengan Malaysia atau Singapura untuk zona Melayu dan Surabaya dengan Arab Saudi untuk zona Arab.
Kawasan Kota Lama Surabaya harus bisa lebih bermakna lebih dari sebagai ꦮꦲꦤ wahana wisata. (Nanang).
Kaca Patria dgn Logo Amsterdam palsu 100%.