Empat Air (Sungai) Berkekuatan Radikal Lindungi 泗水 (Sìshuǐ), Kampung Pecinan Surabaya.

Sejarah – Budaya

Rajapatni.com: SURABAYA – Akhirnya rasa penasaran tentang awal mula kampung Pecinan Surabaya terjawab. Ini terkait dengan datangnya pendatang Tionghoa ke Majapahit, yang sudah barang tentu melalui gerbang Surabaya yang berupa muara sungai. Tapi jangan bayangkan muara sungai itu adalah kanal Kalimas yang berada di Ujung. Muara itu adalah muara sungai Pat-Shih-Kan.

Pat-Shih-Kan adalah nama lain dari sungai Kalimas (Groenneveld). Pat-Shih-Kan adalah sungai kecil karena merupakan anak sungai Brantas.

Kampung Pecinan Surabaya, yang wilayahnya diantaranya meliputi kawasan Kembang Jepun, jalan Karet, jalan Slompretan, Jalan Bongkaran dan sekitarnya adalah wilayah konsentrasi peradaban awal imigran China di Surabaya, yang letaknya di pinggir Pat-Shih-Kan (sungai kecil) atau Kalimas.

Gelombang kedatangan para imigran ini berlatar belakang, yang berbeda beda dan dari kurun waktu mulai abad 13 hingga abad 19.

Ada yang datang karena tujuan politik, dagang, sosial dan demi mencari penghidupan yang lebih baik dari negeri asalnya. Menurut beberapa sumber, salah satunya adalah “Mongol fleet on the way to Java: First archaeological remains from the Karimata Strait in Indonesia”, menjelaskan tentang rute kedatangan mereka dari daratan Cina ke Pulau Jawa, termasuk singgah di dan melewati Surabaya.

Rute itu adalah Guangzhou, Hainan, Champa, Karimata, Natuna, Gelam, Karimunjawa, Tuban, Gresik dan Surabaya.

Kapan pun gelombang kedatangan mereka, mereka menuju dan akhirnya berdiam di titik kawasan yang sama. Kawasan itu dikenal dengan Kampung Pecinan Surabaya sekarang.

Letak Kampung Pecinan Surabaya berada di Timur Kalimas di kawasan Kota Lama Surabaya sekarang. Kampung Pecinan ini dibatasi oleh empat air atau sungai. Di Barat ada Kalimas. Di Timur ada Kali Pegirian.

Di sana pernah ada sungai, yang menghubungkan Kalimas dan Kali Pegirian yang kini berubah menjadi jalan Kali Malang – Kali Mati Kulon – Kali Mati Wetan.

Pecinan Surabaya yang pernah dibatasi oleh empat Sungai. Foto: nanang

Sementara di selatan juga pernah ada sungai, yang menghubungkan Kalimas dan Kali Pegirian. Kini, sungai itu sudah mati dan berubah menjadi Jalan Waspada.

Menurut Dosen Sastra China Herwiratno, Surabaya juga disebut 泗水 (Si Shui). Kampung Pecinan Surabaya inilah yang identik dengan 泗水 Si Shui. Secara harafiah Si Shui berarti Empat Air. Secara geografis alami, kawasan Pecinan ini adalah tempat yang dibatasi oleh 4 air atau 4 sungai.

Dari sisi linguistik, penulisan 泗, yang berbunyi Si, berarti empat. Sedangkan aksara 水, yang berbunyi Shui, berarti air.

 

Empat Air/Sungai Radikal

Menurut Herwiratno 泗, ini artinya tidak sekedar angka empat, tetapi empat air yang Radikal. Karena pada aksara empat 四, terdapat coretan pada bagian kirinya sehingga menjadi 泗.

Dalam mitologi agama Hindu, ada yang namanya Tirta Amerta. Tirta Amerta adalah air kehidupan. Pun demikian dengan empat Air Radikal dalam pemaknaan 泗 水, yang dibaca SiShui.

Jadi 4 air atau 4 sungai yang menjadi pembatas Kampung Pecinan ini adalah air atau sungai yang memiliki kekuatan yang tidak sekedar menghidupi fisik manusia, tetapi menghidupkan ruh manusia.

Tidak salah bahwa dua sungai besar di kawasan ini: sungai Kalimas di barat terdapat Klenteng Hok An Kiong (Suka Loka) di Jalan Coklat dan sungai Pegirian di timur terdapat Klenteng Hong Tiek Hian di jalan Dukuh. Tentu pembangunan kedua Klenteng di Kampung Pecinan ini memiliki makna spiritual bagi kawasan itu.

Hong Tiek Hian bisa diasumsikan seekor naga, yang menjaga gerbang Timur setelah melewati Kali Pegirian. Sementara Hok An Kiong adalah naga yang menjaga gerbang Barat setelah melewati Kalimas.

Karenanya pada zaman dulu, di jalan Kembang Jepun, yang membujur Timur – Barat dan mengkoneksikan Kali Pegirian dan Kalimas pernah terdapat gapura berhias naga.

Di era awal 2000 an, tepatnya tahun 2022 ketika dibuka Kya Kya Kembang Jepun, di kedua ujung jalan ini dibangun gerbang Kya Kya yang berhias naga.

Hingga kini, gerbang berhias naga itu masih menjadi ornamen jalan Kembang Jepun. Naga dalam sebuah mitologi Jawa maupun Cina adalah kekuatan spiritual yang menjaga sebuah kawasan, rumah dan lainnya yang ditempati oleh peradaban manusia.

Kampung Pecinan inilah yang bernama 泗水 Si Shui. Imigran Cina mengenal tempat itu adalah Surabaya. Pendek kata, Surabaya adalah 泗水 Si Shui (empat air radikal).

Kiranya selama ini sudah ada orang yang mengenal bahwa bahasa Mandarin nya Surabaya adalah 泗水 Si Shui. Namun jumlahnya tidak banyak. Bahkan sangat jarang. Nama 泗水 Si Shui menjadi langka.

Ternyata 泗水 Si Shui tidak sekedar nama Mandarinnya Surabaya. Lebih jauh dari itu 泗水 Si Shui adalah jejak peradaban awal di Surabaya.

Kesimpulan yang menyatakan Kampung Pecinan adalah Surabaya dari sudut pandang kacamata imigran Cina, juga didukung oleh bukti bukti premier yang merujuk kepada adanya 4 sungai, 泗水 Si Shui. Secara alami ke empat air atau sungai ini membentuk bingkai segi empat (square).

 

Klenteng Pelindung

Secara mithology, garis bingkai sisi timur (Kali Pegirian) dijaga oleh kekuatan Klenteng Hong Tiek Hian di jalan Dukuh. Sementara bingkai sisi barat (Kalimas) juga dijaga oleh kekuatan Klenteng Hok An Kiong di jalan Coklat.

Di Klenteng Hok An Kiong ini dikenal sebagai tempat dimana terdapat arca suci (kimsin) atau Dewi Laut, Makco Thian Siang Sing Boo, yang tidak dapat dijumpai di klenteng lain di Surabaya. Dewa Laut di Klenteng ini ada kaitannya dengan pendatang yang umumnya adalah pelaut.

Pendirian Klenteng Hok An Kiong dengan rupang Dewa Laut di dalamnya menjadi simbol rasa syukur dari para imigran yang telah selamat tiba di Jawa termasuk Surabaya setelah mengarungi samudera luas.

Klenteng ini dibangun mulanya tidak sekedar untuk tempat ibadah, tetapi sekaligus sebagai sebuah asrama untuk menampung para awak kapal untuk beristirahat sambil menunggu waktu berlayar kembali ke Tiongkok. (PAR/nng)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *