Rajapatni.com: Surabaya (23/5/24) – TEPAT di Hari Waisak pada Kamis (23/5/24), apa yang bisa dipetik dari nya? Yaitu didapatnya sesuatu, nilai, dari ꦄꦂꦕꦧꦸꦣ꧀ꦝ Arca Buddha yang menjadi perwujudan Raja Kertanegara, dengan nama Joko Dolog. Arca ini bersemayam di belakang Taman Apsari.
Perwujudan Raja Kertanagara (kerajaan Singasari) ini adalah Arca buddha dengan sikap duduk sempurna yang kemudian disebut Buddha Aksokbya. Sosoknya menjadi pusat ritual keagamaan bagi umat Buddha. Apalagi di saat peringatan ꦲꦫꦶꦫꦪꦮꦻꦱꦏ꧀ Hari Raya Waisak. Maka tak heran hari Kamis, 23 Mei 2024, energi rasa antara umat dan sosok Buddha bertaut menjadi satu. Asap dupa pun mengepul dan membubung ke atas lalu hilang di antara rerimbunan dedaunan beringin.
Di sana, pada lapik Sang Buddha duduk, bertuliskan ꦄꦏ꧀ꦱꦫꦗꦮꦏꦸꦤ Aksara Jawa Kuna dengan bahasa Sansekerta. Sementara bahasa Sansekerta sendiri adalah bahasa asing yang berasal dari India.
Di India, bahasa sanskerta diyakini sebagai bahasa yang ‘tinggi’ dan dipakai untuk keperluan agama dan ilmiah. Sehingga di India bahasa Sanskerta menjadi penanda status sosial seseorang karena hanya diajarkan pada mereka yang berasal dari kasta tinggi.
Kata Sanskerta, dalam bahasa Sansekerta artinya adalah bahasa yang sempurna. Sementara lawan kata dari Sansekerta adalah bahasa Prakerta atau ꦧꦲꦱꦫꦏꦾꦠ꧀ bahasa rakyat.
Bahasa Sanskerta mulai dikenal di Indonesia sejak zaman peradaban Hindu masuk ke wilayah Indonesia, yang dibawa oleh pendeta dari India dan sekitarnya pada abad ke-5 M.
Kemudian budaya Hindu mencapai kejayaan pada abad ke-7 yang ditandai dengan banyaknya kerajaan Hindu yang berdiri di nusantara, termasuk ꦩꦗꦥꦲꦶꦠ꧀ Majapahit. Itulah kenapa bahasa Sanskerta menjadi bahasa pertama, yang berpengaruh terhadap perkembangan bahasa di nusantara.
Hingga sekarang, kosa kata dari Bahasa Sansekerta, mewarnai khazanah Bahasa Indonesia.
Banyak orang mengira, kata-kata seperti agama, durhaka, surga, neraka, pahala, dan dosa berasal dari bahasa Arab. Tidak semua orang Indonesia menyadari bahwa sesungguhnya kata-kata tersebut diserap dari bahasa Sanskerta, yang memang lebih dulu masuk mempengaruhi bahasa bahasa di nusantara.
Memang, dalam kehidupan masyarakat ꦆꦤ꧀ꦝꦺꦴꦤꦺꦱꦶꦪ Indonesia selama ini, kata-kata serapan dari bahasa Sanskerta banyak dipakai untuk ranah penting, resmi, dan pada tataran atas. Misal dasar negara Pancasila dengan semboyan integrasi nasional “Bhineka Tunggal Ika”, semboyan Provinsi Jawa Timur “Jer Besuki Mawa Beya”, TNI AL “Jalesveva Jayamahe” Korp Kepolisian “Bhayangkara” Korps TNI AD “Bhirawa Anoraga” dan Kejaksaan “Adiyaksa”. Masih banyak lagi penggunaan bahasa Sansekerta untuk nama nama lembaga.
Nama penghargaan nasional dari negara pun juga berbahasa Sansekerta, seperti ꦥꦫꦱꦩꦾꦏꦼꦂꦠꦤꦸꦒꦿꦲ Parasamya Kertanugraha, Pataka Parasamya Purnakarya Nugraha, Anugerah Adipura dan Satya Purnabhakti Kencana. Selain itu bahasa Sansekerta juga dipakai untuk nama nama bayi.
Di Surabaya ada Arca beraksara ꦗꦮꦏꦸꦤ Jawa Kuna berbahasa Sansekerta. Inilah Arca Buddha yang bernama Joko Dolog, sebagai perwujudan Raja Kertanegara yang beragama Siwa Buddha. (nanang PAR)*