꧌ꦧꦲꦱ꧍ Bahasa dan Aksara Bagai Jiwa dan Raga.

Rajapatni.com: SURABAYA – Sebuah ꧌ꦥꦼꦫꦠꦸꦫꦤ꧀꧍ peraturan daerah (perda) dibuat haruslah berdasarkan peraturan di atasnya, yang ꧌ꦝꦶꦱꦼꦧꦸꦠ꧀꧍ disebut undang undang. Undang undang dibuat berdasarkan Undang Undang Dasar 1945, yang menjadi sumber dari segala sumber hukum di ꧌ꦅꦟ꧀ꦝꦺꦴꦤꦺꦱꦾ꧍ Indonesia. UUD 1945 juga merupakan dasar hukum tertinggi dalam hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia.

Karenanya, ꧌ꦄꦠꦸꦫꦤ꧀꧍ aturan yang ada di bawah, sebagai turunan, harus mencerminkan aturan yang di atas. Atau suatu aturan dibuat harus ꧌ꦩꦼꦩꦶꦭꦶꦏꦶ꧍ memiliki cantolan hukum yang jelas di atasnya.

꧌ꦝꦭꦩ꧀꧍ Dalam Undang-undang RI no 5 / 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan di pasal 5 menyebut adanya 10 Object Pemajuan Kebudayaan, yang ꧌ꦝꦶꦱꦶꦔ꧀ꦏꦠ꧀꧍ disingkat OPK. Dari kesepuluh OPK itu ada satu objek. Yaitu Bahasa.

Bahasa adalah ꧌ꦱꦶꦱ꧀ꦠꦼꦩ꧀꧍ sistem lambang bunyi ujaran, yang digunakan oleh masyarakat untuk berkomunikasi, berinteraksi dan mengidentifikasi ꧌ꦝꦶꦫꦶ꧍ diri.

꧌ꦱꦼꦥꦝꦤ꧀꧍ Sepadan dengan bahasa adalah aksara. Bahasa dan Aksara bagai sebuah koin yang tidak bisa ꧌ꦝꦶꦥꦶꦱꦃꦏꦤ꧀꧍ dipisahkan. Masing masing Bahasa dan aksara memiliki fungsi.

꧌ꦥ꦳ꦸꦔ꧀ꦱꦶ꧍ Fungsi bahasa antara lain sebagai alat komunikasi utama, ekspresi diri, integrasi sosial yang disampaikan secara ꧌ꦭꦶꦱꦤ꧀꧍ lisan.

Sementara Aksara atau sistem tulisan berfungsi untuk ꧌ꦧꦼꦂꦏꦺꦴꦩꦸꦤꦶꦏꦱꦶ꧍  berkomunikasi dan membaca, serta mengekspresikan ꧌ꦱꦸꦮꦠꦸ꧍ suatu bahasa.

Keduanya, Bahasa dan Aksara, sama sama sebagai alat komunikasi. ꧌ꦠꦥꦶ꧍ Tapi keduanya mempunyai aturan dan kaidah masing masing yang ꧌ꦧꦼꦂꦨꦺꦝ꧍ berbeda. Bahasa adalah alat komunikasi secara lisan. Sedangkan Aksara adalah alat komunikasi ꧌ꦱꦼꦕꦫ꧍ secara tulis.

꧌ꦤꦩꦸꦤ꧀ꦱꦪꦁ꧍ Namun sayang, ketika aksara tidak termasuk dalam 10 OPK. Padahal bukti bukti aksara di ꧌ꦠꦤꦃꦄꦲꦶꦫ꧀꧍tanah air menjadi artefak budaya yang diselamatkan. Misalnya prasasti prasasti dan manuskrip manuskrip. ꧌ꦏꦼꦧꦼꦫꦝꦴꦤ꧀꧍ Keberadaan artefak artefak itu disimpan di museum museum.

Karenanya, aksara ꧌ꦭꦪꦏ꧀꧍  layak menjadi objek kebudayaan yang perlu dimajukan sebagaimana objek objek lainnya sehingga ꧌ꦒꦼꦤꦼꦫꦱꦶ꧍ generasi baru tidak terputus dari karya karya budaya ꧌ꦊꦭꦸꦲꦸꦂꦚ꧍ leluhurnya.

Bangsa Indonesia ini masih ꧌ꦩꦼꦩꦶꦭꦶꦏꦶ꧍ memiliki kekayaan Aksara Daerah, yang disebut ꧌ꦄꦏ꧀ꦱꦫꦤꦸꦱꦤ꧀ꦠꦫ꧍ Aksara Nusantara. Tapi sayang, keberadaannya memprihatinkan. Hidup segan, mati tak mau. Alias Mati ꧌ꦱꦸꦫꦶ꧍ suri.

꧌ꦥꦝꦲꦭ꧀꧍ Padahal aksara aksara yang tertulis pada media batu, lempeng logam atau kayu (prasasti) dan media ꧌ꦏꦼꦂꦡꦱ꧀꧍ kertas, daun lontar (manuscript), adalah kekayaan budaya dan peradaban nenek moyang yang kaya akan pesan dan ilmu pengetahuan. ꧌ꦤꦺꦤꦺꦏ꧀ꦩꦺꦴꦪꦁ꧍ Nenek Moyang bangsa Indonesia adalah leluhur cerdas.

꧌ꦄꦥꦏꦃ꧍ Apakah kita bisa membaca prasasti atau manuskrip, yang beraksara Nenek moyang? Apakah kita di Surabaya bisa membaca dan ꧌ꦩꦼꦤꦸꦭꦶꦱ꧀꧍ menulis Aksara Jawa? Jika tidak bisa, maka prasasti dan manuskript yang ꧌ꦄꦝ꧍ ada di museum tidak ada artinya!

Terlalu sayang jika generasi muda sekarang dan mendatang ꧌ꦠꦼꦂꦦꦸꦠꦸꦱ꧀꧍ terputus dari leluhurnya.

Surabaya ꧌ꦮꦤꦶ꧍ Wani ditulis dalam aksara Jawa. Foto: Nanang

Adalah terobosan yang luar biasa jika sekarang kita bisa ꧌ꦩꦼꦭꦶꦲꦠ꧀꧍ melihat aksara Jawa tertulis di mana mana di Surabaya.

꧌ꦊꦧꦶꦃ꧍ Lebih luar biasa lagi ketika Raperda Pemajuan Kebudayaan, yang sedang digodok Pansus DPRD Kota Surabaya juga membahas ꧌ꦈꦱꦸꦭꦤ꧀꧍ usulan dimasukkannya Aksara sebagai objek kebudayaan.

꧌ꦄꦏ꧀ꦱꦫꦗꦮ꧍ Aksara Jawa tertulis di gedung DPRD Kota Surabaya. Foto: dok par

꧌ꦄꦒꦂ꧍ Agar masih serasi dengan aturan hukum di atasnya, Undang Undang, maka keberadaan ꧌ꦄꦏ꧀ꦱꦫꦗꦮ꧍ aksara Jawa bisa disebut (tertulis jelas) dalam Raperda Pemajuan Kebudayaan Kota꧍ꦯꦹꦫꦨꦪ꧍ Surabaya.

꧌ꦩꦼꦔꦶꦔꦠ꧀꧍ Mengingat Aksara dan Bahasa adalah satu kesatuan, ꧌ꦧꦒꦻꦏꦤ꧀꧍ bagaikan Jiwa dan Raga, maka dalam 10 OPK Bahasa dan Aksara ꧌ꦩꦼꦚ꧀ꦗꦝꦶ꧍ menjadi satu Objek yang bersenyawa. BAHASA dan AKSARA.

꧌ꦝꦭꦩ꧀꧍ Dalam pelaksanaan Pemajuannya saja, ada Kongres Bahasa Jawa dan ada Kongres Aksara Jawa. Pun demikian dengan UNESCO PBB, dalam rangka ꧌ꦥꦼꦫꦶꦔꦠꦤ꧀꧍ peringatan, ada peringatan Hari Aksara Internasional pada 8 September. Sedangkan Peringatan Hari Bahasa Ibu Internasional pada ꧌꧇꧒꧑꧇ꦥ꦳ꦺꦧꦿꦸꦮꦫꦶ꧍ 21 Februari.

Karenanya Raperda Pemajuan Kebudayaan Kota Surabaya akan lebih bijak, jika mendudukkan Bahasa dan Aksara sebagai Objek Pemajuan ꧌ꦏꦼꦧꦸꦢꦪꦴꦤ꧀꧍ Kebudayaan. (PAR/nng).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *