Aksara Jawa dan Bahasa Asing di Kota Surabaya.

Rajapatni.com: Surabaya (2/8/24) – Aksara Jawa memang aksara ꦠꦿꦣꦶꦱꦶꦪꦺꦴꦤꦭ꧀ tradisional. Namun ia bisa dipakai untuk bahasa internasional. Pada inskripsi Wurare, yang tertulis pada lapik Arca Joko Dolog, aksara Jawa Kunanya sudah bisa dipakai menulis bahasa asing, Sansekerta, di akhir abad 13.

Aksara Jawa Kuna dalam bahasa asing Sansekerta. Foto: nanang

Pada tahun 1848, sebagaimana ditemukan pada ꦥꦿꦱꦱ꧀ꦠꦶ prasasti Masjid Kemayoran Surabaya, aksara Jawa dipakai untuk menulis nama nama asing, seperti nama Gubernur Jenderal Hindia Belanda Jan Jacob Rochussen dan nama Residen Surabaya Daniel Francois Willem Pietermaat.

Prasasti Masjid Kemayoran yang memuat nama nama asing. Foto: nanang

Di Bali, ꦄꦏ꧀ꦱꦫꦧꦭꦶ aksara Bali, yang pada dasarnya sama dengan aksara Jawa, dipakai untuk menulis bahasa Inggris “welcome to Bali”. Ternyata aksara tradisional Nusantara ini bisa bersanding dengan bahasa Asing.

Aksara Jawa sejajar dengan Bahasa Inggris dalam sebuah sertifikat. Foto: dok PAR

Kota Lama Surabaya, sebuah wahana wisata yang berbasis sejarah, juga bisa menjadi ꦣꦌꦫꦃꦠꦸꦗꦸꦮꦤ꧀ꦮꦶꦱꦠ daerah tujuan wisata (DTS), yang berbasis budaya dimana aksara Jawa bisa bersanding dengan bahasa asing, misalnya Belanda. Karena kawasan kota Lama Surabaya ini, secara historis, tidak lepas dari kisah peradaban masyarakat kota yang berbudaya Jawa dan Belanda.

Bahasa berikut simbol simbolnya, yang bernama aksara, adalah bagian dari budaya. Tidak salah ketika dalam ꦫꦁꦏ rangka penguatan Kawasan Kota Lama, hadir keragaman bahasa. Ketika berada di zona Eropa, hadirlah bahasa Belanda. Yang tak kalah pula, yaitu dengan hadirnya aksara Jawa karena pada ruang wilayah yang sama pernah ada peradaban Jawa yang memiliki aksara Jawa.

Aksara Jawa bersanding dengan bahasa asing Belanda. Foto: ist

Dalam perkembangannya, memang hadir bahasa ꦧꦲꦱꦄꦱꦶꦁ bahasa asing. Salah satunya adalah bahasa Belanda. Namun sekarang bahasa Belanda sendiri juga hilang dari kawasan yang bernama kawasan Eropa. Untungnya masih menyisakan sedikit tulisan berbahasa Belanda.

Sisa peradaban Belanda yang ada di jalan Mliwis Kota Lama Surabaya. Foto: nanang

Kini, ketika pemerintah ꦏꦺꦴꦠꦯꦸꦫꦨꦪ Kota Surabaya menghidupkan kawasan kota Eropa dalam konsep kota lama, maka tidak hanya benda benda tangible yang dipoles, tetapi juga benda intangible yang layak diperhatikan. Unsur yang bersifat intangible ini akan memberikan ruh pada benda tangible.

Peringatan awas listrik dalam format lain. Foto: ist

Kira kira bahasa asing apa, yang bisa hadir kembali di kota lama sehingga kota lama ini bisa lebih hidup? Bisa saja bahasa Belanda.

ꦥꦸꦫꦶꦄꦏ꧀ꦱꦫꦫꦴꦗꦥꦠ꧀ꦤꦷ Puri Aksara Rajapatni, sebuah lembaga aksara Jawa, telah menghadirkan kembali Aksara Jawa di ruang kota lama Surabaya.

Lantas siapakah yang bisa menghadirkan ꦧꦲꦱꦧꦼꦭꦤ꧀ꦝ bahasa Belanda, yang dulu pernah menjadi bahasa yang umum digunakan di kawasan Eropa ini?

Hadirnya bahasa Belanda melalui sebuah lembaga ꦏꦸꦂꦱꦸꦱ꧀ kursus atau pelatihan di kawasan Kota Lama zona Eropa adalah relevan dengan sejarah masa lalu dan harapan masa depan. Kota Lama yang berkemajuan.

Semangat ini sama dengan apa yang menjadi harapan aktivis budaya Belanda, Ester Van Stekelenburg yang mengatakan:

“I would focus on ‘future for the past’ more cultural and educational exchange, joint research programmes – two ways – that take root in a joined past but look to the future!”.

Saya akan fokus pada ‘masa depan untuk masa lalu’ yang lebih bersifat pertukaran budaya dan pendidikan, program penelitian bersama – dua cara – yang berakar pada masa lalu yang bersatu namun melihat ke masa depan! (PAR/nng)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *