Residen Surabaya A. M. T. Baron de Salis (1817 – 1822) Pemboyong Arca Joko Dolog.

Sejarah:

Rajapatni.com: SURABAYA – Bentuk pemerintahan Surabaya, saat ini, adalah Pemerintahan Kota (Pemkot). Kota Surabaya pada masa lalu pernah berbentuk Kabupaten dan Karesidenan.

Keresidenan adalah pembagian administratif suatu provinsi yang pernah digunakan di Hindia Belanda dan Indonesia hingga tahun 1950-an. Keresidenan dipimpin oleh seorang residen.

Kala itu Jawa Timur dibagi menjadi 7 karesidenan, yang terdiri dari Karesidenan Surabaya, Karesidenan Madiun, Karesidenan Kediri, Karesidenan Malang, Karesidenan Bojonegoro, Karesidenan Besuki dan Karesidenan Madura.

Sementara dalam satu residen terdiri dari beberapa kabupaten. Misalnya Karesidenan Surabaya terdiri dari Kabupaten Surabaya, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Gresik, Kabupaten Mojokerto, dan Kabupaten Jombang.

Jabatan residen selalu dipegang oleh orang asing (Belanda), yang dibantu oleh Asisten Residen, juga orang orang asing (Belanda). Asisten Residen ditempatkan di wilayah afdeling atau kabupaten (regensi), yang sekaligus mendampingi pejabat bupati yang dipegang oleh bangsa Pribumi.

Galeri pera residen Soerabaia mulai awal 1800-an hingga pertengahan 1900-an. Foto: faber
Galeri pera residen Soerabaia mulai awal 1800-an hingga pertengahan 1900-an. Foto: faber

Seorang Residen berkantor di ibukota Karesidenan. Asisten Residen berada di ibukota Kabupaten, satu wilayah dengan bupati. Di wilayah kabupaten juga masih ada pejabat Asing (Belanda). Yaitu Controleur.

Controleur adalah jabatan pemerintahan pada masa Hindia Belanda, yang berfungsi sebagai pengawas dari kerajaan dan penghubung antara pemerintah Belanda dan pribumi di tingkat kabupaten.

Ada satu nama residen yang turut terlibat dalam pembangunan Masjid Kemayoran. Yaitu Residen Daniel Francois Willem Pietermaat, yang makamnya ada di Pemakaman Eropa Peneleh. Nama Residen Pietermaat ini diukir pada prasasti pendirian masjid bersama nama Gubernur Jenderal Hindia Belanda Jan Jacob Ruchusson dan bupati Surabaya Raden Tumenggung Kromojoyo Dirono. Prasasti ditulis dalam aksara Jawa dan berbahasa Jawa. Hingga sekarang prasasti itu masih ada di dalam masjid.

Sementara kantor Karesidenan Surabaya pernah berdiri di Barat dari Jembatan Merah (Rode Brug). Karena ada proyek jalan, maka gedung kantor residen ini dibongkar pada awal tahun 1930 karena sudah dibangun gedung baru di Gubernuran di jalan Aloon Aloon (Jalan Pahlawan).

Para pejabat residen Surabaya ini ada sejak pemerintahan Inggris di Hindia Belanda. Seorang residen bertanggung jawab kepada gubernur. Residen berfungsi sebagai perpanjangan tangan pemerintah kolonial dalam mengelola daerah jajahan.

Buku Oud Soerabaia oleh GH Von Faber. Foto: nng

Menurut Von Faber dalam bukunya Oud Soerabaia, Residen pertama Surabaya adalah Pieter Hubertus baron van Lawick van Pabst, yang menjabat pada 1817 – 1817. Kemudian dilanjutkan oleh

Adriaan Maurits Theodorus Baron de Salis 1817 – 1822. Baron de Salis adalah pejabat yang memboyong arca Budha Joko Dolog.

Pejabat Residen Surabaya terakhir menurut literasi Wikipedia adalah Cornelis Christianus Josephus Maassen yang menjabat mulai 23 Desember 1939. Ketika ada Pendudukan Jepang, maka pejabat residen diambil alih oleh Masaomi Yasuoka mulai 25 Agustus 1942 sampai 2 September 1945.

Perkembangan Karesidenan Surabaya berjalan hingga abad 20, tepatnya ketika mulai terbentuk gewest (daerah) Jawa Timur pada tahun 1929. Daerah Jawa Timur ditingkatkan statusnya menjadi Propinsi Jawa Timur.

Berikut daftar nama nama Residen Surabaya mulai awal abad 19 hingga abad 20.

1. Pieter Hubertus baron van Lawick van Pabst 1817 – 1817

2. Adriaan Maurits Theodorus baron de Salis 1817 – 1822

3. Pieter van de Poel 1822 – 1824

4. Bernard Hendrik Alexander Besier 1824 – 1827

5. Diderik Willem Pinket de Haak 1827 – 1830

6. Adriaan Maurits Theodorus baron de Salis 1830 – 1831

7. Hendrik Jacob Domis 1831 – 1834

8. Carel Jan Riesz 1834 – 1839

9. Daniel François Willem Pietermaat 1839 – 1848

10. Pierre Jean Baptiste de Perez 1848 – 1853

11. Pieter Vreede Bik 1853 – 1858

12. Herman Constantijn van der Wijck 1858 – 1860

13. Otto van Rees 1860 – 18 Maret 1864

14. Carl Philip Conrad Steinmetz 18 Maret 1864 – 28 Desember 1865

15. Henri Maximiliaan Andrée Wiltens 28 Desember 1865 – 20 April 1868

16. Salomon van Deventer 20 April 1868 – 24 Juni 1869

17. Willem George Meyer 24 Juni 1869 -3 Agustus 1873

18. Philip Willem Abraham van Spall 3 Agustus 1873 – 11 Desember 1876

19. Frederik Beijerinck 11 Desember 1876 – 4 Juni 1884

20. Carel Herman Aart van der Wijck 4 Juni 1884 – 18 Mei 1888

21. Johannes Cornelis Theodorus Kroesen 18 Mei 1888 – 20 Juli 1896

22. Hendrik Willem van Ravenswaay 20 Juli 1896 – 10 September 1901

23. Lüder Carel Andreas Frederik Lange 16 September 1901 – 11 Mei 1905

17. Rudolf Herman Ebbink 11 Mei 1905 – 29 Mei 1908

18. Johan Einthoven 29 Mei 1908 – 2 Januari 1913

19. Johannes van Aalst 2 Januari 1913

20. 1919 tidak ada, sementara Leonard Johan Schippers 21 November 1919 – 28 Agustus 1920

21. Samuel Cohen 28 Agustus 1920 – 17 Juni 1922

22. Willem Pieter Hillen 17 Juni 1922 – 3 Agustus 1924

23. Johannes Martinus Jordaan 3 Agustus 1924 Agustus 1926

24. Willem Charles Hardeman Agustus 1926 1 Juli 1928

25. Adolf Hendrik Moreu 1 Juli 1928 – 28 April 1935.

26. Marinus Frans Winkler 28 April 1935 – 23 Desember 1939

27. Cornelis Christianus Josephus Maassen 23 Desember 1939 Pendudukan Jepang

28. Masaomi Yasuoka 25 Agustus 1942 – 2 September 1945

Begitulah sistem pemerintahan Surabaya, yang akhirnya sekarang kita pada sistem Pemerintahan Kota (Pemkot). (PAR/nng).

 

Sumber:  Oud Soerabaia & Wikipedia.org

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *