Rajapatni.com: Surabaya (29/6/24) – Rujak Cingur terkenal sebagai salah satu ꦏꦸꦭꦶꦤꦺꦂ kuliner Surabaya. Eksistensinya sudah lama, seperti halnya Semanggi dan Lontong Balap.
Rujak juga sudah mewarnai kuliner di kawasan Kota Lama Surabaya. Bahkan jauh sebelum diresmikannya Kota Lama Surabaya sebagai ꦮꦲꦤꦮꦶꦱꦠ wahana wisata baru di kota ini.
Sekarang kawasan itu sudah menjadi daerah tujuan wisata yang berbasis sejarah dan peradaban Surabaya. Ada ꦥꦼꦫꦣꦧꦤ꧀ꦭꦺꦴꦏꦭ꧀ peradaban lokal dan ada peradaban asing. Peradaban lokal adalah Jawa dan Madura. Peradaban asing adalah Eropa, Pecinan, Melayu dan Arab.
Di zona peradaban Eropa dalam konsep wisata sejarah Kota Lama Surabaya, ada kuliner khas Surabaya. Yaitu rujak. Ada aneka rujak. Rujak cingur, ꦫꦸꦗꦏ꧀ꦩꦣꦸꦫ rujak madura, rujak tolet dan rujak manis. Kesegaran buahnya membasuh dahaga para wisatawan yang ber- walking tour. Ya, Kota Lama Surabaya dikonsep sebagai kawasan wisata yang berbasis berjalan kaki. Walking tour.
Dalam rute perjalanan, tepatnya di perempatan jalan Mliwis dan jalan Gelatik, di warung yang berjajar di jalan Gelatik, terdapat stan penjual aneka rujak. Petisnya ada dua jenis. ꦥꦼꦠꦶꦱ꧀ꦩꦣꦸꦫ Petis Madura (warna merah) dan petis Jawa (warna hitam).
Petis Madura digunakan untuk Rujak Madura. Sementara petis hitam untuk ꦫꦸꦗꦏ꧀ꦕꦶꦔꦸꦂ Rujak Cingur dan rujak tolet. Untuk menambah sedap rujak cingur, maka rujak cingur yang petisnya hitam, ditambahkan petis Madura. Hasilnya, rasa lebih gurih. Ini yang spesial dari Rujak Glathik. Rasa pedas sesuai selera.
Di saat sore di Kota Lama Surabaya, apalagi dengan santapan rujak, semakin menambah lengkap suasana. Rujak cingur ada yang matengan (masakan) dan ada pula yang mentahan. Tinggal pilih. Dimakan enak sekali diantara tembok tembok eksotik dan rustic.
Warung rujak Kota Lama ini adalah Warung ꦫꦸꦗꦏ꧀ꦒ꧀ꦭꦛꦶꦏ꧀ Rujak Glathik. Bertempat di pojokan Jalan Glathik (dekat perempatan jalan). Rujak Glathik mengenalkan petis Jawa dan Madura, dua produk lokal yang menjadi gambaran dua etnis lokal sebelum etnis Asing bertempat di kawasan ini yang sekarang kita kenal Kota Lama Surabaya.
Harganya sungguh murah. Lebih nyaman jika dikombinasi dengan kuliner yang sudah lama terkenal di kawasan ini. Yaitu ꦩꦂꦠꦧꦏ꧀ martabak mie dan martabak telor. Apalagi ditambah sambal pedasnya. Makan di tempat ini serasa bernostalgia kuliner masa lalu.
Makan rujak sambil belajar sejarah dan budaya. Sedikit belajar akan lebih menambah arti kunjungan anda ke kota Lama Surabaya. Warung Rujak Glathik melalui bannernya memberi wahana edukasi lebih berarti dan bermakna. Banner beraksara Jawa ini memaknai ꦌꦠ꧀ꦤꦶꦱ꧀ꦄꦱ꧀ꦭꦶ etnis asli yang bertempat di sini, sebelum bangsa asing masuk.
Hingga sekarang warga etnis lokal (Jawa dan Madura) masih berjaga di tempatnya, menjaga peradaban, melalui berjualan rujak yang menjadi kuliner khas Surabaya. Peradaban lokal ini masih ada. Hendaknya peradaban ini dikembangkan dalam mengisi peradaban Eropa yang sudah mati. Sekarang tidak ada warga etnis Eropa. Hanya bangunan yang bersifat kolonialnya.
Jangan sampai menjunjung nilai asingnya tapi semakin menenggelamkan ꦥꦼꦫꦣꦧꦤ꧀ peradaban lokalnya. Mereka harus terwadahi secara berimbang agar kearifan lokal tidak kembali tergerus zaman dari pembangunan sendiri. (nanang)
Saya sangat setuju kalau terusan jalan Mliwis kearah barat dibangun kuliner khas Jawa dan Madura. Biar suasananya akan lebih hidup lagi. Itu kan termasuk jalan2 mblusuk yg harus dihidupkan. Semua nama2 jalan burung disekitar jl.Rajawali harus dihidupkan kembali dan menjadi route tour bagi para wisatawan domestik maupun mancanegara. Semoga kedepannya daerah blusukan ini akan lebih mapan lagi yg akan menjadi magnit utama di “ZONA EROPA”. Setelah tuntas barulah merambah kekawasan “ZONA PECINAN” dan terakhir “ZONA AMPEL”.