Rajapatni.com: Surabaya (11/5/24) – KEPUTUSAN melihat matahari terbit tidak direncanakan sebelumnya. Hanya sesaat setelah muncul dalam rapat santai pengurus tim ꦥꦸꦫꦶꦄꦏ꧀ꦱꦫꦫꦴꦗꦥꦠ꧀ꦤꦷ Puri Aksara Rajapatni di Hotel Bumi Surabaya, yang beratmosfer tanah dan budaya Jawa pada Kamis malam (9/5/24).
Tengah malam selepas pukul 00.00 pada peralihan waktu Kamis (9/5/24) dan Jumat (10/5/24) perjalanan budaya itu dimulai. Agendanya menyongsong kekuatan sang Fajar di gunung Panderman, Batu, Kabupaten Malang untuk memulai hari menjelajah jejak budaya Jawa. Ada waktu, yang cukup untuk sampai di tempat tujuan. Dalam perjalanan itu, baik berangkat dan kembali, ada misi melacak adanya penggunaan Aksara Jawa.
Keyakinan itu memang tidak salah. Aksara Jawa dari era kekinian telah digunakan sebagai aktualisasi beberapa instansi yang peduli Aksara Jawa. Di Kota Batu misalnya, didapati Aksara Jawa dipakai untuk nama sebuah hotel. Namanya hotel ꦄꦮꦁꦄꦮꦁ Awang Awang, yang ditulis dalam Aksara Jawa.
Pun di saat akan meninggalkan kota Batu, disana ditemui penggunaan Aksara Jawa di sebuah kantor administrasi Kota Batu. Penggunaan Aksara Jawa yang berbunyi ꦱꦼꦩꦺꦫꦸꦱꦶꦗꦶ Semeru Siji terbingkai dalam sebuah hiasan gunungan, yang menggambarkan panggung kehidupan.
Sementara ketika persis di lereng Gunung Panderman, duduk menghadap ke arah Timur menanti munculnya sang Fajar, sambil ditemani minuman panas dan mie instan goreng, pagi itu dimulai membuka penjelajahan budaya pada hari Jumat (11/5/24). Sambil menanti ꦱꦁꦥ꦳ꦗꦂ Sang Fajar, diskusi budaya pun digelar tanpa beralas tikar.
Salah satu dari point, yang kini menjadi perhatian ꦥꦸꦫꦶꦄꦏ꧀ꦱꦫꦫꦴꦗꦥꦠ꧀ꦤꦷ Puri Aksara Rajapatni, adalah Aksara Jawa dan Aksara Nusantara lainnya bisa membumi di wilayah Jawa Timur. Perhatian ini menyusul penggunaan Aksara Kawi dan Jawa di lingkungan Pengelolaan Informasi Majapahit (PIM) di ꦠꦿꦺꦴꦮꦸꦭꦤ꧀ Trowulan, Kabupaten Mojokerto.
Karenanya, dalam upaya itu seyogyanya para pegiat Aksara di ꦗꦮꦠꦶꦩꦸꦂ Jawa Timur, melalui kelompoknya, tidak hanya bergerak secara aktif secara internal komunitas, tetapi harus pula memulai kegiatan secara informatif dan advokatif sehingga bisa berdampak lebih luas dan masif.
Semakin terang kawasan Panderman, semakin kelihatan Sang Fajar. Bulatan kemerahan dan kekuningan memancar dari ufuk timur. Tampaklah di kejauhan mentari pagi dari lereng Panderman.
Menurut literasi Wikipedia, Nama Panderman berasal dari asal kata “Dermo” yang dalam bahasa Jawa berarti ‘sekedar’. Seperti umumnya di Jawa, dulunya gunung sering dijadikan tempat bertapa. Begitu juga dengan gunung Panderman.
Karena letaknya yang tidak terlalu jauh dari pemukiman dan juga tidak terlalu tinggi dibanding gunung disekitarnya, maka gunung ini hanya ‘sekedar’ digunakan untuk menyepi sejenak, merenungi diri atau dalam bahasa jawa ꦱꦣꦺꦂꦩꦩꦤ꧀ꦝꦶꦫꦺꦁꦥꦿꦶꦧꦣꦶ sadermo mandireng pribadi. Dari sinilah nama Panderman diberikan.
Begitu pula dengan lelaku tim ꦥꦸꦫꦶꦄꦏ꧀ꦱꦫꦫꦴꦗꦥꦠ꧀ꦤꦷ Puri Aksara Rajapatni yang mulai menjalankan jelajah peradaban demi pelestarian Aksara Jawa yang dimulai dari leleku di gunung Panderman. Lelaku ini akan berlanjut ke daerah daerah lain dalam rangka membangun jaringan yang lebih luas demi pelestarian Aksara Jawa dan Aksara Nusantara. Dari Panderman Batu, Puri Aksara Rajapatni, menuju Candi Singasari dan Candi Sumber Awan di Singasari. (nanang PAR) *
Eksplorasi dan spirit maju yang tiada henti…
harus menggelinding naik meski perlahan, jangan sampai menggelinding turun meski dengan cepat
Semoga aksara Jawa bisa membumi di Nusantara ini, segera diadakan pelajaran baca tulis aksara Jawa di Loji
suwun, pangestune mbah