Forensik Linguistik Dalam Analisis Keaslian Dokumen

Sejarah:

Rajapatni.com: SURABAYA – Ada satu ilmu menarik, yang menggabungkan bahasa dan forensik. Namanya Forensik Linguistik. Ini adalah ilmu yang berperan penting dalam analisis bahasa untuk mengungkap kejahatan dan menyelesaikan kasus kasus hukum.

Ruang lingkup kajian linguistik forensik antara lain teks-teks hukum, seperti undang-undang dan dokumen pribadi serta surat surat penting. Bukan tidak mungkin dan bahkan sering terdengar adanya dugaan pemalsuan dokumen.

Analisa kebahasaan untuk mengetahui kebenaran data. Foto: ist

Untuk menganalisis apakah dokumen itu benar, maka diperlukan analisis bahasa dan tulisan, yang digunakan pada dokumen itu.

 

Contoh Kasus

Contoh kasus adalah sebagaimana ditulis oleh Hasnawati Nasution dalam e-jurnalnya mengenai keaslian surat perjanjian kepemilikan tanah.

Dijelaskan bahwa ada dua pihak, yang menyatakan memiliki surat tanah. Salah satu pihak mengakui bahwa surat tanah, yang dimilikinya lebih sah karena surat tersebut dibuat pada tahun 1938. Yaitu surat eigendom verponding terbitan era pemerintahan Hindia Belanda.

Namun, pihak lainnya menyatakan bahwa surat, yang bertanggal 21 Maret 1938 itu, meragukan keasliannya sehingga melaporkan adanya upaya penipuan dengan barang bukti surat tersebut.

Oleh karena itu, salah satu pembuktian keaslian surat tersebut adalah telaah kebahasaan. Bahwa bahasa formil, yang digunakan pada saat itu di era pemerintahan Hindia Belanda, bahasa Belanda dan memang surat itu ditulis dalam bahasa belanda.

Ilustrasi kasus ini sebagaimana ditulis dalam sebuah e-journal oleh Hasnawati Nasution, yang dapat dibaca melalui laman https://ejournal.warmadewa.ac.id/index.php/ijfl/article/download/1507/1330 dengan judul “Uji Keaslian Surat Tanah Dalam Persfektif Linguisik Forensik”.

 

Metode

Adapun metode yang digunakan dalam analisis kebahasaan tersebut adalah metode desktriprif dengan analisis linguistik forensik. Yakni menggunakan ilmu kebahasaan untuk mendapatkan jawaban secara ilmiah dalam upaya penegakan hukum.

Salah satu analisanya adalah membandingkan bahasa Melayu dengan menggunakan ejaan Van Op Huisjen dan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Adapun surat yang terbit pada 1938 seharusnya menggunakan ejaan Van Op Huisjen karena sejak tahun tahun 1901 pemerintahan saat itu, pemerintah Hindia Belanda, yang menjajah Indonesia, menggunakan ejaan Van Ophuisjen sebagai ejaan resmi.

Ejaan ini digunakan pada lingkungan pemerintahan, sekolah, undang-undang, dan surat penting. Seharusnya surat kepemilikan tanah, yang diakui dibuat tahun 1938, harus menggunakan ejaan Van Ophuisjen karena ejaan tersebut satu-satunya ejaan yang digunakan untuk menuliskan bahasa Melayu masa itu.

 

Analisis

Dengan menggunakan data hasil studi, penelitian ini dianalisis dengan perspektif linguistik forensik. Setiap kata yang ada pada surat tersebut dianalisis dengan metode padanan intralingual untuk menemukan fakta kebahasaan tentang keaslian surat tersebut.

Hasil penelitian dalam kesimpulan (Hasnawati Nasution) menunjukkan bahwa banyak kata dan penulisan pada surat tersebut tidak sesuai dengan ejaan Van Op Huisjen, antara lain kesalahan penulisan huruf /u/ yang seharusnya /oe/, /d/ seharusnya /dj/ dan /y/ yang seharusnya /j/.

Selain itu, ditemukan juga kesalahan penulisan yang tidak ada aturannya pada ejaan van Ophuisjen yakni pada penulisan huruf /a/ yang ditulis dengan /ae/. Kesalahan penulisan juga ditemukan dalam beberapa kata yang muncul, lebih dari satu kali, dan penulisannya tidak dibuat secara konsisten.

 

Kesimpulan

Dalam isi kesimpulan kajian kebahasaan itu dituliskan bahwa Surat Perjanjian kepemilikan Tanah, yang diakui dibuat pada tahun 1938 , seharusnya menggunakan ejaan van Ophuisjen karena ejaan Soewandi dan EYD belum dikenal saat itu.

Bahwa tidak mungkin surat perjanjian itu menggunakan ejaan Soewandi atau EYD karena ejaan tersebut belum ada saat itu.

Itulah telaah setiap kata yang muncul pada surat perjanjian tanah tahun 1938 dan analisisnya dengan menggunakan teknik padanan.

 

Terungkap

Dengan analisis kebahasaan, itu sangat membantu dalam menilai apakah surat itu kepemilikan tanah tahun 1938 itu benar atau tidak.

Linguistik forensik merupakan cabang ilmu linguistik, yang berperan penting dalam proses penegakan hukum, terutama di persidangan. (PAR/nng)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *