Beralasan Jika Ada Kementerian Kebudayaan di Indonesia !!!

Rajapatni.com: Surabaya (4/10/24) – Hari ini, Jumat (4/10/24) Saya membaca Koran Kompas yang mengangkat isu tentang Kementerian Kebudayaan, yang bisa berdiri sendiri (pemekaran) dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Kemendikbudriset). Isu berdirinya Kementerian Kebudayaan ini sudah lama menjadi pokok bahasan di Komunitas aksara Jawa, Puri Aksara Rajapatni, sejak komunitas ini terlibat dalam pembahasan Raperda Pemajuan Kebudayaan, Kejuangan dan Kepahlawanan Kota Surabaya.

Candi Bajang Ratu di Trowulan. Foto: nanang

Kemarin, Kamis (3/10/24) berdiskusi dengan kawan asal Bali, I Wayan Arcaya, yang tumbuh besar dari lingkungan keluarga Bangsawan Bali. Yaitu berdiskusi tentang Karawitan Bali yang menjadi ajang diplomasi kebudayaan, yang secara internal Karawitan Bali bisa: 1) Membangun motivasi masyarakat untuk belajar seni, 2) Membangun pola pikir untuk mengembangkan budaya, khususnya kesenian dan 3) Melestarikan budaya karawitan 4) Menjaga identitas Bangsa.

Diskusi tentang Karawitan Bali ini lantas dikaitkan dengan Karawitan Ludruk, yang sesungguhnya bisa menjadi ajang diplomasi kebudayaan bagi Kota Surabaya. Selain menjadi sarana kerjasama budaya dengan bangsa lain, setidaknya dengan perwakilan negara sahabat yang berkantor di Surabaya, kesenian Karawitannya sendiri bisa menjadi cara untuk: 1) Membangun motivasi masyarakat untuk belajar seni, 2) Membangun pola pikir untuk mengembangkan budaya, khususnya kesenian dan 3) Melestarikan budaya karawitan 4) Menjaga identitas Bangsa.

Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia, yang dipelajari dan diwariskan dari generasi ke generasi. Kebudayaan merupakan bagian integral dari kehidupan masyarakat dan diwujudkan dalam berbagai elemen, seperti bahasa, sastra, seni, musik, tari, tradisi, adat-istiadat, makanan, dan pakaian. 

Tradisi Wiwitan di pematang sawah. Foto: ist

Kebudayaan adalah ruh. Bayangkan jika manusia tiada ruh. Suatu bangsa tidak punya ruh. Maka sesungguhnya dia mati. Jika secara fisik masih ada, dia bagaikan zoombie, the living death. Hilangnya nilai budaya dan kebudayaan itu sendiri, berarti hilangnya ruh. Indonesia bisa mati jika ruhnya, jati dirinya hilang. Degradasi nilai dan budaya sudah merambah dan terjadi di Indonesia.

Karenanya harus ada satu wadah, yaitu Kementerian, yang mandiri yang bisa mengurusi urusannya sendiri. Urusan kebudayaan ini penting karena menyangkut ruh dan jati diri. Hilangnya satu nilai budaya yang intangible ini, bisa dianalogikan dengan hilangnya satu bendawi (tangible), seperti satu pulau. Indonesia kaya budaya, Indonesia kaya pulau. Jika satu per satu benda yang bersifat tangible dan intangible ini terjadi, maka cepat atau lambat Indonesia ini akan berganti rupa, wujud dan bahkan sifat dan ideologi.

Usia Indonesia yang terhitung sejak 1945, usianya masih 79 tahun. Di tempat, bumi dan air yang sama, pernah ada negeri koloni yang bernama Hindia Belanda. Usianya 350 tahun. Di kawasan yang sama, secara luas, se Nusantara, pernah ada negeri Wilwatikta, atau Majapahit. Usianya kurang dari 200 tahun. 

Indonesia masih 79 tahun. Belum genap 100 tahun. Bisakah negeri ini menggenapi 100 tahun? Ingat negara bisa hancur dan hilang hanya dengan 3 cara. Pertama adalah kaburkan sejarahnya. Kedua hilangkan dan hancurkan bukti-bukti sejarah. Ketiga, putuskan hubungan dengan leluhur dengan menyampaikan leluhurnya itu bodoh dan primitif. Ingat dan Waspada. Menjaga dan melestarikan budaya adalah mengamankan bangsa dan negara. (PAR/nng)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *