Belajar Aksara Jawa Mendukung Wisata Kota Lama Surabaya Karena Berpotensi Hasilkan Atraksi dan Souvenir.

Rajapatni.com: Surabaya (7/7/2024) – Bocil bermain aksara. Itu ada di kampung Kota Lama Surabaya. Kegiatan Sinau Aksara Jawa, yang diadakan oleh ꦥꦸꦫꦶꦄꦏ꧀ꦱꦫꦫꦴꦗꦥꦠ꧀ꦤꦷ Puri Aksara Rajapatni di jalan Mliwis Surabaya, memang diikuti oleh bocah kecil di antara orang orang dewasa hingga kakek nenek. Namun semua bersemangat bagai pemuda dengan nyala apinya yang membara, simbol bergemingnya menjaga budaya.

Belajar aksara Jawa lintas usia. Ada yang bocah dan ada yang kakek nenek. Foto: nanang

Ialah ꦧꦸꦣꦪ budaya literasi aksara Jawa, yang seolah akan padam tertiup peradaban zaman. Di wadah dan bingkai Kota Lama Surabaya, kiranya semakin jelas ada apa saja disana. Ada peradaban Eropa, Pecinan, Melayu dan Arab. Jangan lupa di wadah itu juga ada peradaban Jawa dan Madura.

Bu Sri, peserta lansia, sedang mengerjakan tugas. Foto: nanang

Peradaban Jawa dan Madura di zaman sekarang memang sporadis di kawasan ꦏꦺꦴꦠꦭꦩꦯꦸꦫꦨꦪ Kota Lama Surabaya. Termasuk di zona Eropa. Orang orang Eropa sudah tidak ada. Justru yang berdiam di sana telah heterogen. Ada peranakan etnis Cina, Jawa dan Madura.

Di balik kemegahan bangunan bangunan bangunan ꦏꦺꦴꦭꦺꦴꦤꦶꦪꦭ꧀ kolonial, masih terselip warga dengan etnis Jawa, Madura dan Pecinan. Warga setempat dari lintas etnis, yang usianya di atas 65 tahun dan bahkan ada yang sudah menginjak 80 tahun, pernah mengalami hal yang sama. Yaitu pernah belajar membaca dan menulis Aksara Jawa. Kala mereka di usia muda, Aksara Jawa menjadi pelajaran yang didapat di bangku sekolah. Kini di usia senja mereka, aksara Jawa semakin langka, yang jika tidak dipelihara cepat atau lambat akan hilang.

Bocah bocah kecil belajar aksara Jawa. Foto: nanang

Dalam kegiatan Sinau Aksara Jawa di Kota Lama Surabaya, bocah bocah kecil dilibatkan untuk ikut Sinau. Selain untuk kepentingan pribadi si anak, aksi mereka dalam wadah pembelajaran ini sekaligus menjadi ꦄꦠꦿꦏ꧀ꦱꦶꦧꦸꦣꦪ atraksi budaya di kampung mereka yang mendukung konsep wisata Kota Lama. Ada double impact di sana melalui kegiatan Sinau Aksara Jawa.

Berangkat dari malu malu akhirnya mau. Foto: nanang

Bocah bocah kecil bersama para ꦉꦩꦗ remaja dan dewasa melebur jadi satu belajar Aksara Jawa. Para dewasa yang sudah lupa aksara Jawa kini belajar kembali bagai bocil. Ya, beragam usia belajar kembali aksara Jawa dari dasar.

Dengan aksara Jawa ini, mereka tidak mengejar nilai melalui pola ujian ujian sebagaimana layaknya di sekolah sekolah. Tetapi melalui belajar aksara Jawa dalam jalur pendidikan luar sekolah ini akan dihasilkan karya karya budaya yang bernilai ꦌꦏꦺꦴꦤꦺꦴꦩꦶꦱ꧀ ekonomis untuk mengisi panggung Kota Lama Surabaya.

Mulai senang beraksara Jawa. Foto: nanang

Bocah bocah kecil ini menikmati belajar aksara Jawa sambil bermain bersama para usia remaja dan dewasa. Kegiatan Sinau aksara Jawa ini menjadi sebuah ꦥꦿꦺꦴꦱꦺꦱ꧀ proses yang kelak akan menghasilkan produk untuk mendukung geliat kota lama Surabaya.

Menurut salah satu tutor Aksara Jawa dari ꦥꦸꦫꦶꦄꦏ꧀ꦱꦫꦫꦴꦗꦥꦠ꧀ꦤꦷ Puri Aksara Rajapatni, Wiji Utomo, berangkat dari literasi Aksara Jawa akan bisa menghasilkan karya seni untuk mendukung kawasan wisata kota lama Surabaya. Souvenir atau oleh oleh adalah salah satu dari tujuh unsur pariwisata yang disebut Sapta Pesona Pariwisata.

Unsur-unsur itu adalah Aman, Tertib, Bersih, Sejuk, Indah, Ramah, dan Kenangan. Souvenir adalah kenangan.

Kota Lama Surabaya baru saja diresmikan. Tepatnya tanggal 3 Juli 2024. Seiring dengan berjalannya waktu maka ke tujuh unsur pariwisata itu bisa mulai dibangun dan diciptakan demi peneguhan ꦱꦥ꧀ꦠꦥꦼꦱꦺꦴꦤꦥꦫꦶꦮꦶꦱꦠ Sapta Pesona Pariwisata.

Sementara kegiatan Sinau aksara Jawa itu sendiri adalah sebuah ꦄꦠꦿꦏ꧀ꦱꦶ atraksi yang bisa dilihat dan diikuti pengunjung. Mereka bisa terlibat dalam sebuah proses yang memberi mereka sebuah pengalaman. Unsur Atraksi sendiri juga masuk dalam lima unsur industri pariwisata. Kelima unsur ini adalah attractions, facilities, infrastructure, transportations, dan hospitality. Ketika Sinau Aksara Jawa adalah unsur atraksi, maka kegiatan yang selama ini sudah menghiasi kota lama Surabaya bisa menjadi kegiatan yang dipertahankan dan dikembangkan. (Nanang)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *