
Rajapatni.com: SURABAYA – Dalam khasanah Kejawen (budaya Jawa), ada rambu-rambu bagi seorang pemimpin (Raja atau Presiden), termasuk dapat dikontekstualkan pula kepada guru atau posisi sebagai orang tua, yakni: Mulat, Milala, Miluta, Palidarma, dan Palimarma.

Dapat dikatakan bahwa rambu-rambu dalam khasanah budaya Jawa tersebut merupakan konsep kepemimpinan dalam tradisi budaya Jawa yang lokal tetapi mengglobal, yakni:
Pertama, mulat (artinya mengetahui). Bagi seorang pemimpin hendaknya mulat, yakni mengetahui keberadaan atau keadaan rakyatnya dari dekat, terlebih dalam situasi banyak musibah bencana alam. Begitu pula bagi seorang guru dan orang tua.
Mereka hendaknya mengetahui kharakter, sifat dan wataknya, hobi atau minat-bakat murid atau anaknya dan seterusnya. Mulat di sini bisa berarti pula memantau perkembangan rakyat bagi pemimpin, murid bagi seorang guru, atau anak bagi orang tua.
Kedua, milala (artinya; bombong; membombong, membesarkan hati, atau memuji). Bagi seorang pemimpin yang melihat rakyatnya terkena musibah, ia harus membesarkan hati, memberinya semangat dan bangkit dari duka-nestapa agar tidak larut dalam kesedihan yang dihadapinya. Bagi seorang guru atau sebagai orang tua, mereka diharapkan bisa membombong atau memuji anak-anak (didik) agar tidak terjadi ke-mandheg-an daya fantasi atau kreativitasnya. Memuji atau membombong bagi anak-anak bukan dimaksudkan sebagai njlomprongne (mencelakan), tapi begitulah kondisi kejiwaan anak-anak, yakni sangat membutuhkan perhatian atau pujian.
Ketiga, miluta (artinya; bimbing; membimbing, mengarahkan atau menunjukkan kesalahannya). Seorang pemimpin (Raja atau Presiden) sangat ditunggu nasihat baiknya oleh rakyat, sehingga berada di rel yang lurus. Demikian halnya bagi seorang guru atau orang tua. Setelah bombong (membombong atau memuji) anaknya, kini ditindaklanjuti dengan bimbing-membimbing! Tentu, dalam bimbing ini sang guru atau orang tua mampu menunjukkan kesalahan anak (didiknya) agar diperbaiki.
Keempat, palidarma (artinya; memberikan tauladan, contoh). Rambu-rambu palidarma yang dalam hal ini sudah sangat populer; yakni sebagai pemimpin, guru atau orang tua harus bisa memberikan tauladannya yang baik sebagaimana falsafah kepemimpinan Ki Hadjar Dewantara. Ing ngarsa sung tuladha.
Kelima, palimarma (artinya; memberikan maaf atau memaafkan). Seorang pemimpin yang bijak diharapkan gampang memaafkan kesalahan rakyatnya. Begitu pula dengan guru dan orang tua; mudah memaafkan kesalahan anak (didik) mereka. (PAR/ws/nng)
(*) Wawan Susetya, sastrawan dan penulis asal Tulungagung.
Tulisan menarik dan mantap surantap semangat Sepanjang Masa Bahagia
Tulisan menarik dan mantap surantap semangat Sepanjang Masa Bahagia
Pemimpin yang baik harus memiliki pengetahuan yang cukup besar untuk terus bergerak.
Benar dan nilai nilai kepemimpinan yang baik itu sudah pernah disuratkan melalui kebiasaan para leluhur.