
Rajapatni.com: SURABAYA – Dari komplek pendopo Kabupaten Tulungagung sambil ꧌ꦩꦼꦔꦩꦠꦶ꧍ mengamati sebuah replika Prasasti Lawadan ternyata dapat mengingatkan pada sebuah replika prasasti, yang pernah dibuat oleh ꧌ꦥꦼꦩꦼꦫꦶꦤ꧀ꦠꦃꦏꦺꦴꦠꦯꦹꦫꦨꦪ꧍ pemerintah Kota Surabaya.
Kota Surabaya memang pernah mereplikasi Prasasti Kamalagyan (1037 M) pada kisaran tahun 2016-an, yang prasasti aslinya masih in situ di desa Klagen, Tropodo, Krian, ꧌ꦏꦧꦸꦥꦠꦺꦤ꧀꧍ Kabupaten Sidoarjo. Kala itu, penulis diajak Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surabaya, Wiwik Widayati, ke lokasi di ꧌ꦏꦿꦶꦪꦤ꧀꧍ Krian untuk menjajaki upaya rencana pembuatan replika prasasti, yang dibuat atas perintah Raja Airlangga pada ꧌ꦄꦧꦢ꧀꧍ abad XI.
Pada tahun berikutnya, wal hasil prasasti Kamalagyan bisa direplikasi dengan bahan fiber lalu ꧌ꦥꦶꦥꦩꦺꦂꦑꦤ꧀꧍ dipamerkan di Museum Surabaya di Siola di jalan ꧌ꦠꦸꦚ꧀ꦗꦸꦔꦤ꧀꧍ Tunjungan 1 -3. Prasasti Kamalagyan ditulis dalam aksara Jawa Kuna (Kawi) dalam bahasa Jawa Kuna. Prasasti Kamalagyan merupakan prasasti yang ꧌ꦩꦼꦩ꧀ꦕꦼꦫꦶꦠꦏꦤ꧀꧍ menceritakan pembangunan Bendungan Waringin Sapta oleh Raja Airlangga bersama rakyat.
Upaya ꧌ꦫꦺꦥ꧀ꦭꦶꦏꦱꦶ꧍ replikasi itu sebenarnya untuk mengusung titik sejarah yang dikaitkan dengan Surabaya, yaitu atas adanya ꧌ꦥꦼꦤꦸꦭꦶꦱꦤ꧀꧍ penulisan kata atau nama Ujung Galuh pada prasasti Kamalagyan, yang diduga bahwa Ujung Galuh ada di ꧌ꦲꦶꦭꦶꦂꦱꦸꦔꦻ꧍ hilir sungai di kota Surabaya. Padahal Pelabuhan Ujung Galuh sebagaimana ꧌ꦠꦼꦂꦯꦼꦧꦸꦠ꧀꧍ tersebut dalam prasasti Kamalagyan ada di hulu sungai. “Maparahu saman hulu ring Ujung Galuh”.
Selanjutnya, apakah benar ꧌ꦲꦸꦗꦸꦁꦒꦭꦸꦃ꧍ Ujung Galuh ada di kota Surabaya? Masih debatable dan kontroversial !
Yang perlu direplikasi sesungguhnya adalah Prasasti Canggu (1358), yang terbuat dari bahan ꧌ꦭꦺꦴꦒꦩ꧀ꦏꦸꦤꦶꦔꦤ꧀꧍ logam Kuningan, yang artefaknya sudah terbukti ada dan disimpan di Museum Nasional Indonesia di Jakarta. Penulis pada tahun 2022 ꧌ꦧꦼꦂꦲꦱꦶꦭ꧀꧍ berhasil melacak dan menemukan keberadaan prasasti bahwa prasasti masih ada di Museum Nasional Indonesia di Jakarta. Penulis mendapatkan foto atan keberadaan Prasasti Canggu di ꧌ꦗꦏꦂꦡ꧍ Jakarta. Di prasasti itu, nyata nyata jelas tertulis kata Surabaya (Syurabhaya).

Syurabhaya diceritakan sebagai sebuah desa di tepian sungai (naditira pradeca), yang telah ꧌ꦩꦼꦩꦶꦭꦶꦏꦶ꧍ memiliki dan memberi layanan jasa penyeberangan sungai dan sempat ꧌ ꦝꦶꦏꦸꦚ꧀ꦗꦸꦔꦶ꧍ dikunjungi oleh Raja Majapahit Hayam Wuruk saat berkeliling wilayah menyusuri sungai dan bengawan. Replikasi Prasasti Canggu adalah ꧌ꦥꦼꦤ꧀ꦠꦶꦁ꧍ penting bagi Surabaya agar masyarakat Surabaya mengetahui bukti sejarah otentik, absah dan sahih tentang asal usul nama Kotanya. Nama Syurabhaya berarti para ꧌ꦥꦼꦩ꧀ꦧꦼꦫꦤꦶ꧍ pemberani dalam menghadapi bahaya. Syurabhaya adalah Wani.
Sudah bukan rahasia lagi jika ada pertanyaan atau kelakar ꧌ꦥꦼꦂꦡꦚꦴꦤ꧀꧍ pertanyaan, yang menanyakan dari mana asal nama Surabaya? Sambil berkelakar juga ꧌ꦝꦶꦗꦮꦧ꧀꧍ dijawab Surabaya berasal dari kata binatang “Sura” dan “Buaya”. Apakah ada binatang Sura?. Atau sambil terlalu berkelakar nama Surabaya dikatakan ꧌ꦧꦼꦫꦱꦭ꧀꧍ berasal dari Sura adalah Wani dan Baya adalah Hutang. Ini kelakaran yang bahaya ! Kini saatnya menghapus kelakaran itu.

Asal usul suatu ꧌ꦝꦌꦫꦃ꧍ daerah adalah penting bagi suatu daerah dan hal serupa juga telah dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Tulungagung. Pemerintah Kabupaten Tulungagung membuat replika sebuah prasasti dan telah dipasang di komplek ꧌ꦥꦼꦟ꧀ꦝꦥ꧍ Pendopo Kabupaten. Sumbernya adalah Prasasti Lawadan. Upaya ini demi memberikan ꧌ꦅꦤ꧀ꦥ꦳ꦺꦴꦂꦩꦱꦶ꧍ informasi yang benar akan sejarah daerahnya. Sebuah studi banding praktis pun dilakukan oleh Tim ꧌ꦥꦸꦫꦷꦄꦏ꧀ꦱꦫꦫꦴꦗꦥꦠ꧀ꦤꦷ꧍ Puri Aksara Rajapatni, yang tujuannya untuk mencari jawaban mengapa mereplikasi sumber sejarah.

Prasasti Lawadan atau masyarakat sekitar mengenalnya dengan ꧌ꦱꦼꦧꦸꦠꦤ꧀꧍ sebutan Watu Gurit, merupakan salah satu prasasti yang ada di Kabupaten Tulungagung. Prasasti ini menjadi dasar perayaan hari jadi Tulungagung, yang jatuh pada ꧌꧇꧑꧘꧇ꦤꦺꦴꦮ꦳ꦺꦩ꧀ꦧꦼꦂ꧇꧑꧒꧐꧕꧇꧍ 18 November 1205 M.
Nah, jika Surabaya ꧌ꦩꦼꦚ꧀ꦕꦫꦶ꧍ mencari sumber sejarah yang benar, otentik dan sahih serta artefaknya masih ada, maka satu satunya ꧌ꦱꦸꦩ꧀ꦧꦼꦂ꧍ sumber primernya adalah Prasasti Canggu (1358 M). Para ꧌ꦱꦼꦗꦫꦮꦤ꧀꧍ sejarawan dan arkeolog pun mengakui keabsahan dan kesahihan sumber premier itu.

Dari prasasti Lawadan di Tulungagung memang mengingatkan pada adanya Prasasti sahih dan absah untuk ꧌ꦱꦼꦗꦫꦃ꧍ sejarah Kota Surabaya. Yaitu Prasasti Canggu (1358 M) dari zaman Kerajaan Majapahit. Saatnya Surabaya belajar sejarah ꧌ꦕꦼꦂꦞꦱ꧀꧍ cerdas dari sumber sejarah primier yang sahih dan absah. (PAR/nng).