Aksara:
Rajapatni.com: SURABAYA – ꧌ꦄꦕꦫ꧍ Acara Forum Perangkat Daerah (FPD) dalam rangka penyusunan Rencana Strategis (Renstra) tahun 2025-2029 digelar oleh Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota ꧍ꦯꦹꦫꦨꦪ꧍ Surabaya di Convention Hall gedung Siola pada Jumat pagi (25/4/25). Salah satu dari isi rencana itu adalah “Pelestarian dan pendayagunaan ꧌ꦤꦱ꧀ꦏꦃꦏꦸꦤ꧍ naskah kuno”.

Tidak salah ꧌ꦧꦃꦮ꧍ bahwa pelestarian itu adalah upaya penyelamatan dari keberadaan literasi tradisional Surabaya, yang sudah ada sejak ꧌ꦫꦠꦸꦱꦤ꧀꧍ ratusan tahun lamanya. Literasi tradisional ini pernah menjadi bagian dari karya intelektual, yang sudah digunakan di Surabaya. Karenanya , seiring dengan ꧌ꦥꦼꦂꦙꦭꦤꦤ꧀꧍ perjalanan waktu, Surabaya layak mengatakan dirinya sebagai Kota Literasi.
Kota Surabaya memang ꧌ꦩꦼꦚꦶꦩ꧀ꦥꦤ꧀꧍ menyimpan bukti bukti perkembangan literasi. Diantaranya ꧌ꦄꦝꦭꦃ꧍ adalah Pemakaman Eropa Peneleh Surabaya.

꧌ꦩꦼꦤꦸꦫꦸꦠ꧀꧍ Menurut dosen FIB Unair, Kukuh Yudha Karnanta, MA yang menjadi moderator acara dan sekaligus narasumber bahwa dirinya bersama tim FIB Unair sedang ꧌ꦩꦼꦔꦗꦸꦏꦤ꧀꧍ mengajukan Makam Eropa Peneleh sebagai objek Memori Kolektif Bangsa.
Untuk ꧌ꦥꦼꦤꦼꦠꦥꦤ꧀꧍ penetapan itu, ada satu poin sesuai dengan UNESCO dan ANRI yang harus dimiliki. Yaitu signifikansi sejarah termasuk manfaat untuk ꧌ꦅꦭ꧀ꦩꦸ꧍ ilmu pengetahuan dan wisata cagar budaya.
Pemakaman ꧌ꦌꦫꦺꦴꦥ꧍ Eropa Peneleh banyak memiliki nilai sejarah. Karenanya Pemerintah Belanda melalui lembaga swasta TiMe Amsterdam terlibat dalam ꧌ꦥꦿꦺꦴꦪꦺꦏ꧀꧍ proyek “Peneleh as a Living Library”
꧍ꦯꦹꦫꦨꦪ꧍ Surabaya Kota Literasi

꧌ꦥ꦳ꦏ꧀ꦠ꧍ Fakta ini relevan dengan semangat kota Surabaya sebagai Kota Literasi.
Makam Eropa Peneleh bisa disebut sebagai Taman Literasi ꧌ꦏꦉꦤ꧍ karena disana terdapat banyak nisan bertulis. Isinya tentang ꧌ꦫꦶꦮꦪꦠ꧀꧍ riwayat orang orang yang dimakamkan. Riwayatnya adalah sejarah Surabaya. Belum lagi jenis jenis fontnya sebagai ꧌ꦏꦼꦏꦪꦄꦤ꧀꧍ kekayaan seni budaya.
Namun untuk bisa membaca ꧌ꦤꦶꦱꦤ꧀꧍ nisan, yang menyimpan nilai sejarah dan budaya itu, seseorang harus bisa membaca teks, yang umumnya berbahasa ꧌ꦧꦼꦭꦟ꧀ꦝ꧍ Belanda. Maka untuk bisa membaca narasi berbahasa Belanda, seseorang ꧌ꦲꦫꦸꦱ꧀꧍ harus belajar bahasa Belanda.
Hal ꧌ꦱꦼꦫꦸꦥ꧍ serupa adalah bahwa ketika seseorang ingin membaca teks beraksara Jawa seperti pada manuskrip atau Inskripsi yang masih in situ di beberapa tempat di ꧍ꦯꦹꦫꦨꦪ꧍ Surabaya, misalnya di masjid Kemayoran, di gapura Ampel, dan di pemakaman para bupati Surabaya di Sentono Agung Botoputih Pegirian Surabaya, maka seseorang harus bisa membaca ꧌ꦄꦏ꧀ꦱꦫꦝꦲꦺꦫꦃ꧍ aksara daerah, misalnya Jawa.
Nah, ꧌ꦈꦤ꧀ꦠꦸꦏ꧀꧍ untuk bisa membaca teks beraksara Jawa (daerah), seseorang harus belajar aksara Jawa.
꧌ꦥꦼꦂꦲꦠꦶꦪꦤ꧀꧍ Perhatian Terhadap Naskah Kuno
Maka ꧌ꦠꦼꦥꦠ꧀꧍ tepat sekali ketika Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Surabaya memberi perhatian terhadap naskah naskah kuno ꧌ꦝꦭꦩ꧀꧍ dalam programnya. Terhadap naskah naskah kuno dan buku buku lainnya, menurut Kukuh tidak cukup hanya ꧌ꦝꦶꦏꦼꦭꦺꦴꦭ꧍ dikelola saja, tetapi juga harus bisa memberikan manfaat dari pengelolaan yang ada.
Misalnya naskah kuno, yang banyak menyimpan pengetahuan, akan bisa bermanfaat jika kita bisa membacanya. Tidak harus bisa seperti ꧌ꦱꦼꦎꦫꦁ꧍ seorang filolog. Minimal bisa membaca sepatah dua patah kata atau kalimat. Dengan ꧌ꦧꦼꦒꦶꦠꦸ꧍ begitu akan ada interaksi antara leluhur dan masyarakat sekarang. Pada gilirannya bisa menumbuhkan rasa ꧌ꦕꦶꦤ꧀ꦠꦠꦤꦃꦄꦲꦶꦂ꧍ cinta tanah air.
Karenanya untuk bisa membacanya, maka ꧌ꦥꦼꦂꦭꦸ꧍ perlu ada proses pembelajaran. Apapun objeknya, baik Inskripsi berbahasa Belanda atau manuskrip beraksara Jawa, ꧌ꦏꦼꦝꦸꦮꦚ꧍ keduanya perlu ada proses pembelajaran: belajar bahasa Belanda dan belajar ꧌ꦄꦏ꧀ꦱꦫꦗꦮ꧍ aksara Jawa.
Perlindungan naskah kuno (Manuskrip) seharusnya tidak hanya secara fisik, ꧌ꦩꦼꦭꦲꦶꦤ꧀ꦏꦤ꧀꧍ melainkan juga secara non fisik agar bisa dipetik kemanfaatan nya.
꧌ꦅꦤ꧀ꦠꦼꦂꦤꦱꦾꦺꦴꦤꦭ꧀꧍ International Inbound Program.
Sementara itu, salah satu yang ꧌ꦲꦝꦶꦂ꧍ hadir dalam acara itu adalah Lina Puryanti. S.S., M.Hum., Ph.D. Lina adalah Wakil Dekan Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Unair dan dosen. ꧌ꦭꦶꦤ꧍ Lina menilai ketika Surabaya dipandang sebagai Kota Dunia maka Surabaya harus ꧌ꦩꦩ꧀ꦥꦸ꧍ mampu membuat program program dua arah yang bersifat global.
Yaitu bisa ꧌ꦩꦼꦟ꧀ꦝꦠꦔ꧀ꦏꦤ꧀꧍ mendatangkan mahasiswa asing ke Surabaya dan memberikan ꧌ꦧꦼꦏꦭ꧀꧍ bekal mahasiswa asing tentang lokalitas sebagai oleh oleh.
Program ini ꧌ꦱꦼꦥꦼꦂꦡꦶ꧍ seperti yang dilakukan FIB Unair. Yaitu mengadakan Internasional Inbound Program Yaitu kegiatan yang ꧌ꦩꦼꦩ꧀ꦧꦼꦫꦶ꧍ memberi kesempatan mahasiswa asing untuk belajar ꧌ꦠꦼꦤ꧀ꦠꦁ꧍ tentang Surabaya dan Indonesia.
꧌ꦩꦼꦭꦭꦸꦮꦶ꧍ Melalui kegiatan literasi seperti ini, Surabaya mampu menarik dunia datang ke Surabaya dan dari Surabaya Surabaya bisa ꧌ꦩꦼꦚꦗꦶꦏꦤ꧀꧍ menyajikan kelokalan. “Bringing the global to the local and spreading the local globally” melalui ꧌ꦩꦼꦝꦶꦪ꧍ media literasi. (PAR/nng)