Aksara :
Rajapatni.com: SURABAYA – Hampir genap satu tahun ꧌ꦄꦏ꧀ꦱꦫꦗꦮ꧍ aksara Jawa mengisi sebagian sudut Kota lama Surabaya. Ada di zona Eropa dan ada pula di ꧌ꦗ꦳ꦺꦴꦤꦥꦼꦕꦶꦤꦤ꧀꧍ zona Pecinan. Masih terlalu kecil skalanya. ꧌ꦱꦼꦩꦺꦴꦒ꧍ Semoga semakin merebak!
Meski masih kecil namun ꧌ꦥ꦳ꦸꦔ꧀ꦰꦶꦚ꧍ fungsinya sudah melegakan. Ke depan bisa lebih melegakan. ꧌ꦱꦼꦭꦲꦶꦤ꧀꧍ Selain bisa menambah wawasan tentang peradaban lokal Surabaya, secara sosial dan ekonomi juga telah ꧌ꦧꦼꦂꦦꦼꦫꦤ꧀꧍ berperan membantu ekonomi warga setempat, yang membuka usaha kuliner di jalan Gelatik, ꧌ꦗ꦳ꦺꦴꦤꦌꦫꦺꦴꦥ꧍ zona Eropa kota Lama Surabaya.
Penulisan ꧌ꦄꦏ꧀ꦱꦫꦗꦮ꧍ Aksara Jawa
Awal mula penulisan aksara Jawa di sana karena disadari bahwa area zona Eropa adalah lahan dimana masyarakat lokal Jawa dan ꧌ꦩꦢꦸꦫ꧍ Madura pernah bermukim. Pemetaan keberadaan warga pribumi ini kelihatan sebagaimana informasi dari ꧌ꦥꦺꦠꦏꦸꦤ꧍ peta kuno Surabaya, yang menggambarkan keberadaan kota di tahun ꧌꧇꧑꧗꧕꧐꧇ – ꦲꦤ꧀꧍ 1750-an.

Pada peta itu selain ꧌ꦱꦸꦝꦃ꧍ sudah tergambar kota Surabaya, yang dikelilingi oleh tembok, bahwa ternyata di luar batas tembok ꧌ꦠꦼꦂꦞꦥꦠ꧀꧍ terdapat keterangan keberadaan perkampungan Jawa dan komplek keluarga ꧌ꦧꦔ꧀ꦰꦮꦤ꧀꧍ bangsawan Madura. Yaitu Pangeran Songennep (Sumenep, Madura).
Kedua ꧌ꦌꦠ꧀ꦤꦶꦱ꧀꧍ etnis ini tentu berbicara bahasa daerahnya masing masing. Yaitu bahasa Jawa dan Madura. Secara tulis mereka mereka sama sama menggunakan ꧌ꦄꦏ꧀ꦱꦫꦗꦮ꧍ aksara Jawa. Bahkan hingga sekarang, warga etnis Madura masih ꧌ꦩꦼꦔ꧀ꦒꦸꦤꦏꦤ꧀꧍ menggunakan aksara Jawa di sekolah-sekolah dasar di Madura.
Berdasarkan ꧌ꦥ꦳ꦏ꧀ꦠ꧍ fakta dan data itulah, maka aksara Jawa diperkenalkan kbali oleh komunitas Aksara Jawa Surabaya, ꧌ꦥꦸꦫꦷꦄꦏ꧀ꦱꦫꦫꦴꦗꦥꦠ꧀ꦤꦷ꧍ Puri Aksara Rajapatni melalui kegiatan Sinau Aksara Jawa. Salah satu kegiatan Sinau Aksara Jawa ini adalah ꧌ꦩꦼꦩꦱꦁ꧍ memasang banner lapak dengan menggunakan aksara Jawa.
Tidak hanya ꧌ꦱꦼꦏꦼꦝꦂ꧍ sekedar memasang banner, tetapi ada pembelajaran aksara Jawa buat warga sekitar dan berbagi ꧌ꦅꦤ꧀ꦥ꦳ꦺꦴꦂꦩꦱꦶꦱꦼꦗꦫꦃ꧍ informasi sejarah kepada mereka. Dengan pembekalan wawasan sejarah setempat kepada warga lokal ini ꧌ꦄꦏ꦳ꦶꦂꦚ꧍ akhirnya bisa membantu menambah pengetahuan warga sehingga warga yang membuka lapak lapak dagangan di ꧌ꦗꦭꦤ꧀ꦒ꧀ꦭꦛꦶꦏ꧀꧍ jalan Gelatik bisa berbagi informasi kepada para ꧌ꦥꦼꦔꦸꦚ꧀ꦗꦸꦁ꧍ pengunjung.
꧌ꦩꦤ꧀ꦥ꦳ꦄꦠ꧀꧍ Manfaat
Itulah double impact yang didapat warga setempat. Selain dapat ilmu ꧌ꦮꦮꦱꦤ꧀꧍ wawasan sejarah, mereka juga mendapat banner untuk melengkapi lapak ꧌ꦝꦒꦔꦤ꧀꧍ dagangan mereka.

Banner banner ini ꧌ꦩꦼꦤꦸꦭꦶꦱ꧀ꦏꦤ꧀꧍ menuliskan nama lapak dan aneka makanan dan minuman. Ada warung Sumur warung Mbak Yati dan ꧌ꦫꦸꦗꦏ꧀꧍ Rujak Cingur. Bagi pengunjung, yang datang dan sempat beli makanan dan minuman, mereka juga secara langsung terpapar dengan tulisan aksara Jawa. Meski hanya melihat ꧌ꦄꦏ꧀ꦱꦫꦗꦮ꧍ aksara Jawa, namun ini adalah proses pembelajaran yang natural.
Pasangan banner dengan peta kota tahun 1750-an menjadi objek ꧌ꦎꦫꦶꦪꦺꦤ꧀ꦠꦱꦶ꧍ orientasi di kawasan zona Eropa. Peta ini membantu pengunjung menggambarkan dimana ꧌ꦥꦺꦴꦱꦶꦱꦶ꧍ posisi mereka. Tidak cuma itu peta lama dengan gambar tembok ini memberikan informasi ꧌ꦧꦃꦮ꧍ bahwa dahulu kala kota Eropa Surabaya merupakan kota yang berkalang tembok (walled town) seperti halnya kota ꧌ꦧꦼꦂꦠꦺꦩ꧀ꦧꦺꦴꦏ꧀꧍ bertembok Amersfoort di Belanda.

Karena ꧌ꦤꦶꦭꦻꦠꦩ꧀ꦧꦃ꧍ nilai tambah pengetahuan itulah, warga sekitar yang membuka lapak mendapat ruang dan lapak untuk ꧌ꦩꦼꦫꦩꦻꦏꦤ꧀꧍ meramaikan Kota Lama Surabaya.
꧌ꦥꦼꦩꦱꦔꦤ꧀꧍ Pemasangan Terop
Hampir ꧌ꦱꦼꦠꦲꦸꦤ꧀꧍ setahun berlalu, Ketua RT setempat Ricky Setiyono mengabarkan bahwa warganya mendapat sarana pendukung dari pemerintah Kota Surabaya. Yaitu berupa tenda lapak ꧌ꦱꦼꦲꦶꦔ꧀ꦒ꧍ sehingga terbebas dari hujan dan panas.

“Warung warung di gelatik dapat ꧌ꦠꦺꦫꦺꦴꦥ꧀꧍ terop dari pemkot, baru baru ini”, kata Ricky singkat melalui pesan WhatsApp (WA).

Dengan demikian, dalam ꧌ꦩꦼꦚꦩ꧀ꦧꦸꦠ꧀꧍ menyambut satu tahun dibukanya Kota Lama Surabaya, setidaknya lapak warga di jalan Gelatik semakin ꧌ꦠꦼꦂꦭꦶꦲꦠ꧀꧍ terlihat rapi dan nyaman bagi pengunjung. Atas nama warga, Ketua RT Ricky Setyono ꧌ꦧꦼꦂꦡꦼꦫꦶꦩꦏꦱꦶꦃ꧍ berterima kasih kepada Pemerintah Kota ꧍ꦯꦹꦫꦨꦪ꧍ Surabaya.
“Tanggal 18-22 maret pengerjaannya terop”, tambah Ricky.

Selama ini warung warung dengan banner beraksara Jawa telah ꧌ꦩꦼꦩ꧀ꦧꦤ꧀ꦠꦸ꧍ membantu pengunjung, wisatawan asing mendapat ꧌ꦅꦤ꧀ꦥ꦳ꦺꦴꦂꦩꦱꦶ꧍ informasi tentang Kota Lama Surabaya, khususnya tentang keberadaan masyarakat ꧌ꦥꦿꦶꦨꦸꦩꦶ꧍ pribumi dan budaya lokalnya.
“We really enjoyed the diversity of Surabaya. Kota Lama and Ampel are areas of distinct character. As such, we got a good insight into the architecture of ꧌ꦌꦫꦧꦼꦭꦟ꧀ꦝ꧍ the Dutch period in Kota Lama”, demikian kesan Markus Hessler, dosen pembimbing ꧌ꦏꦼꦭꦺꦴꦩ꧀ꦥꦺꦴꦏ꧀꧍ kelompok mahasiswa dari Universitas Marburg, ꧌ꦗꦺꦂꦩꦤ꧀꧍ Jerman. (PAR/nng).