Aksara:
Rajapatni.com: SURABAYA – Hari Santoso, mantan anggota Komisi D DPRD Kota Surabaya, yang di Komisi D sekarang ketiban sampur menggodok Raperda Pemajuan Kebudayaan, mempelopori berkaus aksara Jawa.
“Aku duwe 2, lek acara acara ketemu wong penting mesti tak gawe (Saya punya dua. Jika di acara acara bertemu orang orang penting, pasti saya kenakan)”, begitu kata Hari dengan bangga.

Kebanggaan beraksara Jawa ini sudah selayaknya. Apalagi aksara menunjukkan kecerdasan sebuah peradaban. Apalagi tidak semua bangsa bangsa dunia memiliki aksara asli. Tapi bangsa Indonesia memilikinya. Ada beberapa aksara daerah.
Di Jawa ada aksara Jawa, di Bali ada aksara Bali, di Sulawesi ada aksara Lontara dan di Lampung ada aksara Incung. Masih ada lagi aksara daerah lainnya.
Aksara Jawa juga ada di Surabaya. Di era Sunan Ampel, aksara telah digunakan dan terbukti dengan adanya Inskripsi pada salah satu gapuranya. Yaitu Gapura Munggah yang menghadap ke jalan Sasak. Selain di Ampel, aksara Jawa juga ada di masjid Kemayoran dan makam para bupati di pesarean Botoputih Pegirian Surabaya.
Maka patut berbangga dengan kaus beraksara Jawa, aksara para leluhur. Rasa bangga itu dimiliki oleh Hari Santoso yang sedang menggodok Raperda Pemajuan Kebudayaan dimana aksara Jawa diusulkan masuk dalam Objek Pemajuan Kebudayaan (OPK).
Aksara Jawa tidak hanya simbol bahasa Jawa, tetapi juga menjadi simbol atau filosofi Jawa sehingga ada nilai nilai luhur di balik aksara Jawa.
“Kalau saya sih secara global, kepingin adat istiadat – tata krama diajarkan lewat kurikulum pendidikan. Seperti dulu waktu saya SD ada pelajaran : ular – ular boso jowo!”, harap Hari Santoso.
Di balik aksara Jawa di Surabaya ini ada nama A. Hermas Thony sebagai inisiator Perda Pemajuan Kebudayaan ketika ia masih menjabat sebagai Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya untuk periode 2019-2024. Sebagai inisiator, Thony juga pernah diundang oleh Pansus Raperda Pemajuan Kebudayaan untuk menjelaskan tentang gagasan usulan aksara Jawa dan nilai Kejuangan sehingga berbunyi “Perda Pemajuan Kebudayaan, Kejuangan dan Kepahlawanan Surabaya”.
“Kan perda’e aku sempat bahas karo mas AH Thony (Kan perdanya saya sempat bahas dengan mas A.H. Thony)”, kata Hari Santoso melalui pesan WhatsApp (20/5/25).
Gagasan usulan memasukkan aksara Jawa dalam Perda Pemajuan Kebudayaan karena di Surabaya sudah pernah ada aksara Jawa.
“Misalnya di prasasti Canggu (1358) dan Inskripsi Masjid Kemayoran (1848)”, kata Thony.
Bangga berkaos dengan aksara Jawa karena menunjukkan simbol kecerdasan dan intelektual leluhur Nusantara. Nusantara adalah rumah leluhur cerdas. (PAR/nng)