Michiel Eduard: “Lho Saya Juga Pakai Aksara Jawa Untuk Namaku”

Rajapatni.com: Surabaya (19/7/34) – Michiel Eduard adalah artis penyanyi, ꦥꦼꦚ꧀ꦕꦶꦥ꧀ꦠꦭꦒꦸ pencipta lagu dan sekaligus seorang produser dari (alm) Wieteke Van Dort atau Tante Lien. Lagu terakhir yang ia ciptakan untuk Wieteke Van Dort berjudul “Surabayaku”. Michiel paham betapa cintanya Wieteke kepada Surabaya.

Michiel Eduard dengan kaus bertuliskan “Surabayaku”, judul lagu terakhir yang dilantunkan Wieteke Van Dort untuk Surabaya tercinta. Foto: Michiel for Rajapatni

Dalam video pendek, yang dibuat di hotel ꦩꦗꦥꦲꦶꦠ꧀ Majapahit dan dikirim untuk Rajapatni (18/7/24), Michiel mengatakan tentang cinta Wieteke yang tidak pernah padam sejak Wieteke tidak bisa pulang ke Surabaya setelah berlibur ke Belanda pada tahun 1950-an hingga saat saat menjelang meninggal dunia. Melihat betapa Wieteke sangat mencintai kota kelahirannya, Michiel menciptakan lagu “Surabayaku” untuk Wieteke. Lagu ini sudah dinyanyikan duet dengan Wieteke.

Michiel berada di Surabaya ketika Wieteke Van Dort meninggal dunia di rumahnya di Den Haag pada ꦱꦼꦤꦶꦤ꧀ꦩꦭꦩ꧀ Senin malam 15 Juli 2024 waktu Den Haag.

“Sudah lama saya ingin bertemu mas Nanang”, begitu kata Michiel ketika bertemu Nanang Purwono, Ketua ꦥꦸꦫꦶꦄꦏ꧀ꦱꦫꦫꦴꦗꦥꦠ꧀ꦤꦷ Puri Aksara Rajapatni.

Nanang dan Michiel memang sudah saling kenal bertahun tahun tetapi belum pernah berjumpa satu sama lain. Perkenalan keduanya ada kaitannya dengan Wieteke Van Dort. Sayang sekali ꦥꦼꦂꦠꦼꦩꦸꦮꦤ꧀ pertemuan Nanang dan Michiel terlalu singkat jika dibanding pertemanan mereka yang sudah lama.

Mereka bertemu pada Jumat dini hari (19/7/24) menjelang ꦱꦸꦧꦸꦃ subuh di hotel Majapahit setelah mereka chating via WhatsApp (WA) pada Kamis malam (18/7/24).

Menarik perhatian Michiel. Aksara Jawa dan buku tentang Surabaya. Foto: Michiel for Rajapatni

“Lho, saya juga pakai aksara Jawa untuk namaku”, begitu kata Michiel begitu melihat kaus yang dikenakan ꦤꦤꦁ Nanang. Nanang memang memakai kaus bertuliskan Aksara Jawa yang berbunyi ꦯꦸꦫꦨꦪꦮꦤꦶ “Surabaya Wani”.

Sebagai kenang kenangan untuk Michiel, Nanang memberikan sebuah buku tentang ꦱꦼꦗꦫꦃ sejarah Kota Surabaya “Benteng Benteng Soerabaia”. Karena sangat tertarik dengan kaus beraksara Jawa dan buku tentang Surabaya, Michiel langsung meminta sahabatnya memotret dirinya dengan Nanang.

Pertemuan Nanang dan Michiel terlalu singkat untuk pertemanan yang sudah bertahun tahun.

 

Kerjasama Budaya Surabaya – Amsterdam 

Suara adzan terdengar berkumandang pagi itu dan Michiel beserta rombongan harus segera berangkat ke ꦧꦤ꧀ꦝꦫꦗꦸꦮꦤ꧀ꦝ Bandara Juanda untuk perjalanan berikutnya ke Makassar.

Sebelum meninggalkan hotel, Nanang sempat menyampaikan pesan bahwa pertemanan yang sudah nyata ini (antara Nanang dan Michiel) harus berlanjut dan berwujud menjadi wadah ꦥꦼꦂꦱꦲꦧꦠꦤ꧀ persahabatan Surabaya – Belanda sebagai upaya sambung rasa dari apa yang telah dialami Wieteke Van Dort.

Michiel dan Wieteke berduet dalam satu panggung. Foto: Michiel for Rajapatni

Wadah ꦥꦼꦂꦱꦲꦧꦠꦤ꧀ persahabatan Surabaya – Belanda ini sangat memungkinkan terwujud karena ada latar belakang budaya bersama (shared cultural experience). Apalagi di Surabaya telah terbangun Kota Lama Surabaya khususnya zona Eropa (Belanda). Di kawasan zona Eropa inilah sebuah wadah persahabatan Surabaya – Belanda bisa dibangun berdasarkan nilai nilai budaya antar keduanya.

Dalam edisi rajapatni.com (17/7/24) Rajapatni menulis perlunya sebuah museum di Kota Lama Surabaya, yang memanfaatkan ꦒꦼꦣꦸꦁꦱꦶꦔ Gedung Singa yang kelak juga bisa dimanfaatkan sebagai wadah dan jembatan persahabatan Surabaya (Indonesia) dan Amsterdam (Belanda). Dalam wadah itu, bisa juga menarasikan Wieteke Van Dort, yang selama masa hidupnya menjadi penjembatan antara Indonesia dan Belanda. Patut berbangga karena Wieteke adalah arek Surabaya.

Michiel Eduard dan Wieteke Van Dort. Foto: Michiel for Rajapatni

“Wieteke Van Dort itu arek Surabaya”, begitu kata Michiel dalam video pendek berdurasi 2.17 menit.

Setelah foto bersama di lobby hotel Majapahit, Michiel dan rombongan ꦧꦼꦂꦒꦼꦒꦱ꧀ bergegas berangkat ke Juanda.

“Mas, kita terus saling kontak ya”, begitu kata Michiel, yang fasih berbahasa Indonesia, memungkasi perjumpaan di saat ꦄꦪꦩ꧀ꦗꦒꦺꦴ ayam jago berkokok. (Tim PAR).

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *