Tradisi Penulisan Aksara Pegon Turut Dukung Nominasi “Praktik Penulisan Aksara Tradisional” ke UNESCO.

AKSARA

 

Rajapatni.com: SURABAYA – Ada upaya mendaftarkan “Praktik Menulis Aksara Tradisional”, yang salah satunya adalah Aksara Pegon, sebagai Warisan Budaya Tak benda (Intangible Cultural Heritage/ICH) ke UNESCO untuk membantu meningkatkan kesadaran lokal dan nasional, tentang pentingnya aksara tradisional sebagai identitas budaya Nasional. Surabaya sedang berproses untuk tujuan itu.

Di Jawa Timur, utamanya di kalangan santri, aksara Pegon bukanlah hal asing. Aksara Pegon sudah digunakan untuk berbagai keperluan komunikasi, termasuk studi kitab kuning, menulis surat, dan bahkan untuk mengelabui penjajah di masa lalu agar pesan tidak dapat dibaca.

Menurut seorang sejarawan dari kalangan Nahdlatul Ulama (NU) Bubutan Surabaya, yang akrab dipanggil Gus Udin, bahwa penggunaan aksara Pegon di zaman kolonial adalah sebuah strategi.

Resolusi jihad menjadi

Resolusi jihad menjadi latar belakang Hari Santri Nasional
Foto: ist

“Dari riwayat yang saya terima dari abah saya, tulisan pegon itu adalah strategi dari Kyai Kyai NU untuk kirim berita lewat surat dari pesantren satu ke pesantren yang lain biar tidak bocor karena Belanda tidak ngerti aksara pegon, yang beraksara Arab gundul dan berbahasa lokal. Kalau bahasa Arab mereka mungkin paham”, kata Gus Udin.

Aksara Pegon. Foto: ist

Penggunaan aksara Pegon ini juga sering dikaitkan dengan Hari Santri, sebab aksara ini menjadi bagian penting dari lahirnya Resolusi Jihad pada 22 Oktober 1945 yang kemudian ditetapkan sebagai Hari Santri.

Sebelum kita mengetahui teks Resolusi Jihad yang versi bahasa Indonesia, asalnya dibuat dalam aksara Pegon. Hal ini juga dibenarkan oleh Gus Udin.

“Nggeh Mas, teks Resolusi Jihad beraksara Pegon dibawa oleh Kyai Kyai pesantren, yang ikut pertemuan di gedung HBNO Surabaya dan baru yang untuk umum diterjemahkan ke bahasa Indonesia”, jelasnya.

Karenanya, untuk memperkaya

khazanah kebudayaan dan ilmu pengetahuan, Aksara Pegon dapat digelorakan saat peringatan Hari Santri. Ini selaras dengan upaya mendaftarkan tradisi tulis aksara tradisional ke UNESCO.

Terkait dengan semangat itu, sosialisasi aksara Pegon secara umum dapat ikut meramaikan peringatan Hari Santri 2025, yang sekaligus memaknai Peringatan Hari Aksara Internasional 2025 dalam frame Hari Ulang Tahun Provinsi Jawa Timur 2025.

Peringatan Hari Santri 2025 menjadi momentum pas untuk terus menggulirkan dan melestarikan aksara Pegon agar tidak hilang ditelan zaman, serta menjadi bagian dari kekayaan peradaban Islam Nusantara secara umum.

Secara umum dapat pula dimengerti bahwa Aksara Pegon merupakan bentuk akulturasi antara budaya Islam dan budaya lokal di Nusantara, yang lahir dari kebutuhan untuk menyebarkan ajaran Islam kepada masyarakat yang memahami bahasa daerah.

Aksara Pegon adalah sistem penulisan menggunakan huruf Arab, yang dimodifikasi untuk menuliskan bahasa-bahasa daerah Nusantara, diantaranya bahasa Jawa, Melayu, dan Sunda. (PAR/nng).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *