Membaca Adalah Pondasi Ilmu Pengetahuan

Aksara:

Rajapatni.com: SURABAYA – Terhadap 10 Object Pemajuan Kebudayaan (OPK), sesuai Undang Undang 5/2017, masyarakat dapat berperan aktif dalam pemajuan kebudayaan melalui kegiatan menjaga, mengembangkan, dan memanfaatkan objek kebudayaan.

Khususnya objek Manuskrip. Dalam upaya pengembangannya, selain mendokumentasikan dan menjaga secara fisik melalui: inventarisasi, pengamanan, pemeliharaan, dan penyelamatan. Yang tidak kalah pentingnya adalah memahami isi dan pesan manuscript agar tetap relevan dan dapat diakses oleh masyarakat untuk dipelajari kandungan informasinya.

 

Kandungan Manuskrip

Manuskrip Beraksara Jawa dan bergambar wayang di the British Library UK. Foto: ist

Kandungan informasi dalam manuskrip adalah sejarah masa lampau: yang meliputi aspek politik, ekonomi, sosial budaya, dan teknologi. Naskah-naskah ini dapat berisi kisah-kisah sejarah, tradisi, aturan, adat istiadat, ilmu pengetahuan, pengobatan, dan berbagai aspek kehidupan lainnya. Mengetahui dan memahami isi manuskrip adalah proses, yang selanjutnya diharapkan dapat mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari hari.

Modal utama untuk bisa mengetahui isi manuskrip adalah bisa membaca manuskrip itu sendiri, yang umumnya ditulis menggunakan aksara daerah.

“Jangan pernah mimpi bisa memajukan object Manuskrip dan Pengetahuan Tradisional, kalau tidak tau aksara yang dipakai dalam penulisannya, alias tidak bisa membaca tulisannya, dan tidak mengetahui arti dan maknanya”, kata A Hermas Thony sebagai inisiator Perda Pemajuan Kebudayaan Kota Surabaya ini.

 

Membaca Menulis Aksara

Satu alenia dari aksara latin ditransliterasi ke aksara Jawa. Foto: nanang

Karenanya pembelajaran membaca dan menulis (CALIS) aksara daerah adalah perlu dan menjadi tulang punggung dalam proses pemajuan kebudayaan. Secara praktis kota Surabaya sudah mulai mengenalkan kembali penggunaan aksara Jawa.

Dalam proses pengenalan ini, juga ada peran masyarakat dalam pemajuan kebudayaan. Yaitu mengadakan kegiatan Sinau Aksara Jawa: membaca dan menulis aksara Jawa (CALISAKJA). Ini berarti masyarakat berperan dalam menciptakan program edukasi tentang manuskrip untuk meningkatkan kesadaran masyarakat.

Bisa membaca adalah pondasi untuk memahami teks, yang berisi ilmu pengetahuan yang telah diwariskan oleh para leluhur. Misalnya pengetahuan membuat jamu, memasak dan pengetahuan tradisional lainnya. Dengan mengetahui dan memahami isi teks adalah upaya Pelestarian.

 

Pelestarian Fisik dan Non Fisik

Kolektor di Malang, Lulut Eko Santoso, menunjukkan salah satu koleksi manuscript nya. Foto: ist

Pelestarian tidak hanya menjaga fisik belaka tetapi juga menjaga nilai agar berkelanjutan sebagai cara hidup yang dimiliki bangsa Indonesia. Ada peribahasa “lain ladang lain belalang lain lubuk lain ikannya” yang artinya setiap daerah atau komunitas memiliki adat istiadat dan kebiasaan yang berbeda-beda. Ini menunjukkan adanya keberagaman budaya dan bahwa aturan atau norma sosial dapat bervariasi dari satu tempat ke tempat lain.

Hal ini dilakukan dengan cara menjaga nilai keluhuran dan kearifan manuskrip, menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari, menjaga keanekaragaman, dan mewariskan manuskrip secara fisik dan isinya secara non fisik kepada generasi berikutnya. (PAR/nng)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *