Budaya
Rajapatni.com: SURABAYA – Alam, Budaya dan Manusia adalah komponen komponen keseimbangan, yang saling berkaitan dalam kehidupan. Ketiga unsur ini saling mempengaruhi dan membutuhkan hubungan yang harmonis untuk menciptakan keberlanjutan dan kesejahteraan.
Dalam falsafah Jawa disebut “Memayu Hayuning Bawana”. Secara harfiah falsafah ini berarti “membuat dunia menjadi indah”. Lebih luasnya, filosofi ini mengandung makna menjaga, merawat, dan memperindah alam serta lingkungan, serta menciptakan keharmonisan dan kesejahteraan hidup.

Ini adalah konsep yang mendorong manusia untuk hidup selaras dengan alam dan sesama dalam kerangka budaya, serta berkontribusi positif bagi masyarakat dan lingkungan.
Alam menyediakan berbagai isi, baik itu hewani maupun nabati (tumbuhan). Sementara sumber daya alam hayati berasal dari makhluk hidup, yang mencakup hewan dan tumbuhan. Manusia diwajibkan untuk memanfaatkan keduanya untuk berbagai kebutuhan, termasuk pangan, energi, dan bahan baku.
Maka “nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?”. Kalimat ini adalah penggalan ayat dari Surat Ar-Rahman dalam Al-Qur’an. Ayat ini diulang sebanyak 31 kali dalam surat tersebut, yang merupakan bentuk penegasan dan tantangan Allah kepada manusia dan jin untuk merenungkan dan mensyukuri nikmat-nikmat yang telah diberikan.
Sedangkan frasa “Memayu Hayuning Bawono” sebetulnya mencakup aspek hayati, yang mengisi dunia dan berarti kehidupan dimana hewan dan tumbuhan serta manusia berada. Dalam konteks filosofi Jawa, “Memayu Hayuning Bawono” berarti berusaha memperindah keindahan dunia, menjaga, dan melestarikan alam serta segala isinya.
Orang Jawa memandang konsep ini tidak hanya berlaku sebagai falsafah hidup, namun juga sebagai pekerti yang harus dimiliki setiap orang. Tidak hanya oleh orang Jawa. Konsep ini sungguh bermakna universal oleh siapa saja di muka bumi ini.
Orang yang menerapkan filosofi ini akan berusaha untuk hidup selaras dengan alam, berbuat baik kepada sesama secara kultural, dan menjaga kelestarian lingkungan. Filosofi ini menjadi tuntunan bijak bagi semua orang, dimanapun mereka hidup dan oleh bangsa manapun.
Konsul Kehormatan India di Surabaya, Manoj Bhat, pernah berkata bahwa kalau budaya Indonesia ini dibawa ke dunia (menginternasional), maka dunia akan terasa lebih indah. Karena sifatnya yang universal maka keindahan kehidupan di muka bumi bisa diciptakan sebagaimana menciptakan perdamaian dunia.
Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 alinea keempat secara jelas menyebutkan tujuan negara Indonesia, yaitu ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Bisa juga Indonesia turut memelihara keindahan dunia dengan menerapkan Memayu Hayuning Bawana, yang berarti turut mengajarkan pentingnya menjaga keseimbangan dan harmoni antara manusia, alam, dan lingkungan sekitar untuk mencapai keselamatan, kebahagiaan, dan kesejahteraan hidup. Maka itulah perdamaian dunia.
Perdamaian dalam kerangka konsep ini tidak hanya berfokus pada perdamaian fisik, tetapi juga pada kesejahteraan spiritual dan material, baik individu maupun masyarakat.
Alangkah indahnya Bawana bila kita semua bisa memangkunya dalam damai dan memberi manfaat. Itulah Surga Firdaus. Surga Firdaus merupakan tingkatan surga tertinggi dan paling mulia bagi umat manusia. Surga Firdaus, atau Jannah Firdaus, adalah tempat yang dijanjikan bagi mereka yang beriman dan beramal saleh, dan diyakini sebagai tempat yang paling indah dan penuh kenikmatan.
Dalam skala kecil, Konsep Hayati yang mengolah Alam, Budaya dan Manusia adalah upaya turut Memayu Hayuning Bawana Langgeng. (PAR/nng)