Cagar Budaya
Rajapatni.com: SURABAYA – Dari ruang rapat Komisi D DPRD Kota Surabaya dikabarkan bahwa akan segera ada perangkat kota baru, yang secara khusus mengelola kawasan Cagar Budaya. Perangkat itu adalah Tim Pengelola Kawasan Cagar Budaya (TPKCB).
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya memang mengatur tentang pengelolaan kawasan cagar budaya, termasuk pembentukan badan pengelola.
Namun, menurut sumber dari internal Dewan bahwa walikota Surabaya lebih suka menggunakan kata “Tim” daripada “Dewan”. Maka jadilah Tim Pengelola Kawasan Cagar Budaya (TPKCB), bukannya Dewan Pengelola Kawasan Cagar Budaya.
Pernyataan akan segera hadirnya TPKCB terdengar dalam Rapat Komisi D pada Kamis (26/6/25), yang mengundang pihak pihak yang dianggap terkait dengan kasus pembongkaran bangunan rumah di jalan Darmo 30. Diantaranya adalah Bappeko, Disbudparpora, TACB, Dinas Penanaman modal dan Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman serta Perumahan.

Menurut dr. Michael Leksodimulyo, salah satu anggota Komisi D, bahwa dirinya sempat bertanya apakah pihak pihak terkait sudah pernah dimintai konsultasi oleh pemilik aset perihal pembongkaran. Jawabannya mencengangkan bahwa tak satupun pihak mengatakan pernah dimintai konsultasi perihal pembongkaran.
Hal ini sempat menjadi kekhawatiran pihak pemerhati cagar budaya akan kemungkinan hal serupa berulang dan mengancam keberadaan cagar budaya, khususnya situs dan kawasan cagar budaya.
Dengan direstuinya entitas pengelola Kawasan Cagar Budaya, yang nama entitas nya adalah TIM, maka ini akan menjadi ketahanan cagar budaya di kota Surabaya. Dengan adanya TPKCB akan berkolaborasi dengan TACB yang selama ini sudah berjalan.
TACB sesuai tupoksinya hanya bertugas melakukan kajian kajian untuk penetapan, pemeringkatan dan penghapusan, sementara TPKCB melakukan pengelolaan atas apa yang telah ditetapkan TACB.
Masyarakat Cagar budaya Surabaya bersorak mendengar kabar baik demi menjaga cagar budaya dan memanfaatkan cagar budaya.
“Semoga dua tim ini bisa saling mengisi dan menguatkan dalam rangka pelestarian dan pemanfaatan cagar budaya”, kata A Hermas Thony, tokoh penggerak budaya Surabaya yang juga selaku inisiator Perda Cagar Budaya.

Menurut undang undang bahwa cagar budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan, baik benda, bangunan, struktur, situs, maupun kawasan, yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan.
Kerjasama antara dua entitas TPKCB dan TACB menjadi alat dalam menjaga, melindungi demi pelestarian Cagar Budaya yang jumlahnya cukup banyak di Surabaya.
Seiring dengan perkembangan dan kemajuan zaman, keberadaan Cagar Budaya bukan tidak mungkin tidak terancam. Karenanya dibutuhkan kelembagaan yang dapat mengelola demi kemanfaatan warisan budaya tanpa harus merusak dan apalagi menghilangkan.
Surabaya memang dikenal sebagai Kota Pahlawan karena terkait dengan peristiwa 10 November 1945, Surabaya juga bisa dikenal sebagai kota Peradaban kuno karena masih memiliki bukti otentik keberadaan artefak kuno yang mundur ke belakang ke abad 15. Yaitu berdasarkan Prasasti Canggu (1358 M) dan keberadaan Sumur Jobong yang ditemukan di Kampung Pandean.
Karenanya keberadaan sejarah dan warisan budaya atau peradaban masa lalu perlu mendapat perlindungan sebagai identitas Surabaya.
Menurut Michael Leksodimulyo bahwa walikota Surabaya menyetujui dibentuknya TPKCB, Tim Pengelola Kawasan Cagar Budaya.
Pengelolaan Kawasan Cagar Budaya berdasarkan Pasal 97 UU Cagar Budaya, maka Kawasan CB dapat dikelola oleh badan pengelola, yang dibentuk oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai kewenangannya. Badan pengelola tersebut dapat terdiri atas unsur pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat.
“Walikota Surabaya lebih memilih Tim daripada Badan”, pungkas Michael. (PAR/nng)