Aksara
Rajapatni.com: SURABAYA – C.D. Grijns, seorang ilmuwan Belanda dari Universitas Leiden pernah mengatakan bahwa Van der Tuuk pada usia sepuluh tahun atau pada tahun 1834 tinggal di Surabaya bersama orang tuanya. Ia lahir di Malaka pada 1824.
“In the year 1845 he moved to Leiden where his studies of Sanskrit, Arabic and Persian were guided by Th.W.J. Juynboll”, tulis C.D. Grijns.
Kemudian pada tahun 1845 Ia pindah ke Leiden untuk belajar Bahasa Sansekerta, Arab dan Persia dengan asuhan Th.W.J. Juynboll, demikian lanjut C.D. Grijns.
Pada 1845, usia Van der Tuuk sudah 21 tahun. Ketika ia berusia berusia 22 tahun atau tahun 1846, Van der Tuuk mengubah namanya dengan inisial “S.B”, yang merupakan kependekan dari Surabaya.
“The 22 year old Van der Tuuk replaced his name with pseudo initials S.B., which stands for Surabaya”, (Van der Tuuk yang berusia 22 tahun mengganti namanya dengan inisial S.B. yang merupakan singkatan dari Surabaya). jelas C.D. Grijns.
Sang Pemberani

Entah ada alasan apa Van der Tuuk menggunakan inisial S.B. yang berarti Surabaya. Yang jelas ia adalah ahli bahasa termasuk mempelajari bahasa Kawi atau Jawa Kuna. Tentu ia mengerti alasan secara linguistik. Apa itu makna Surabaya.
Surabaya, yang berasal dari kata “Syurabhaya”, bahasa Jawa Kuna, memang memiliki arti. Yaitu berani menghadapi bahaya, yang singkatnya adalah Sang Pemberani, De dapperen.
Nyatanya Van der Tuuk memang Sang Pemberani. Sikapnya adalah berani menentang budaya kolonial dan karena itu ia menjadi kontroversial dalam masyarakat Eropa dan pejabat kolonial.
Van der Tuuk berani bertelanjang dada dan menggunakan bahasa bahasa daerah secara luas. Bertelanjang dada adalah kontras dengan kebiasaan masyarakat Eropa di negeri jajahan. Apalagi ayahnya adalah seorang pejabat tinggi pemerintahan di Surabaya.
Itulah wujud keberanian Van der Tuuk. Tahun 1846, bisa jadi ia masih di bangku universitas di Belanda. Ketika 1845 ia memang pergi ke Belanda untuk melanjutkan ke universitas. Diduga tahun 1846, ia masih di Belanda. Inisial S.B. digunakan ketika ia masih di bangku kuliah di Belanda dan dengan bangga ia menggunakan inisial S.B. yang berarti Surabaya atau Sang Pemberani.
Rasa unjuk jati diri atau penemuan identitas diri sangat mungkin muncul dan menguat di usia universitas, yang umumnya masuk dalam rentang usia dewasa muda (sekitar 18-30 tahun), meskipun prosesnya dapat dimulai sejak remaja awal dan berlanjut sepanjang hidup.
Masa Eksplorasi Diri
Masa kuliah adalah waktu yang tepat untuk eksplorasi diri, pemahaman nilai, minat, dan batasan melalui pengalaman belajar, interaksi sosial, dan pendidikan. Itulah kira kira yang dirasa Van der Tuuk di lingkungan teman sebaya di Eropa.
Dalam hatinya ia tentu bangga unjuk diri di antara kawan sekelas di Belanda bahwa dia “Sang Pemberani” dari tanah Hindia (Hindia Belanda). Sang Pemberani merujuk pada makna Surabaya (Sura ing Baya).
Itulah kira kira pemahaman Van der Tuuk tentang Surabaya yang berasal dari bahasa Kawi “Syurabhaya” dengan sumber prasasti Canggu 1358 M. Van der Tuuk juga mempelajari bahasa dan aksara Kawi. Bahkan ia membuat bahasa Kawi – Bahasa Bali – Bahasa Jawa. Itu menjadi pengalaman emosional penting baginya.
Pengalaman emosional lainnya adalah karena orang tuanya tinggal di Surabaya. Bapaknya, Mt. S. van der Tuuk adalah mantan Kepala Pengadilan Raad Van Justitie Surabaya. Bapaknya meninggal pada 1853 ketika Van der Tuuk berusia 29 tahun.
Tahun 1834, Van der Tuuk berusia 10 tahun dan tahun 1845, Van der Tuuk berusia 20 tahun, lalu ia pergi ke Belanda untuk lanjut kuliah. Sembilan tahun kemudian pada 1853 ayahnya meninggal dunia dan dimakamkan di Peneleh.
Entah dimana pun keberadaan Van der tuuk pada 1853, apakah dia di kota lain dan kemudian pulang ke Surabaya untuk mengikuti upacara pemakaman ayahnya.
Satu Liang Lahat Bersama Ayahnya

Yang jelas ketika Van der Tuuk meninggal pada 1894, ia dimakamkan dalam satu liang lahat dengan ayahnya. Apakah ada wasiat dari Van der Tuuk agar dikuburkan di tempat yang sama jika ia meninggal?
Yang jelas sebelum meninggal yang posisinya ada di Bali, ia dikirim ke Surabaya dengan alasan pengobatan di rumah sakit militer di Surabaya. (PAR/nng).