Aksara
Rajapatni.com: SURABAYA – Dua warga Indo (blasteran) Herman Van der Tuuk (1824-1894) dan Johannes Willem Bartholomeus wardenaar (1785–1869) pernah mengukir riwayat hidupnya di Surabaya. Wardenaar lebih tua 39 tahun daripada Van der Tuuk.

Dari keduanya, didapati catatan riwayat hidupnya di Surabaya. Keduanya adalah cendikiawan. Herman Van der Tuuk adalah peletak dasar linguistik bahasa bahasa daerah. Sedangkan Wardenar adalah seorang insinyur yang berpangkat Kapten surveyor militer.
Jejaknya adalah Van der Tuuk pernah menghabiskan masa kecil di Surabaya dan atas riwayat emosional itu, ia menggunakan nama inisial S.B. yang menjadi kependekan Surabaya di masa masa perkuliahan di Belanda. Sedangkan Wardenar mendesain masjid Kemayoran dan membuat prasasti masjid Kemayoran pada 1848.
Bagi van der Tuuk, Surabaya adalah halaman dimana dia mulai belajar bahasa Jawa dan bahasa daerah lainnya dari lingkungan (pembantu dan kawan kawan bermain) secara sosial dan kultural.
Secara fisik, Van der Tuuk meninggalkan kuburan di Pemakaman Eropa Peneleh. Sementara Bartholomeus Wardenaar meninggalkan masjid dan Prasasti Masjid di lingkungan Kemayoran, Surabaya.
Karya intelektual mereka sangat monumental dan layak dikenang sebagai kebanggaan warga Surabaya di lingkungan nasional dan global. Bahwa di Surabaya pernah ada dua warga Blasteran yang mengukir peradaban Surabaya. Karya mereka menjadi penyambung peradaban masa lalu dan masa depan. Keberadaannya layak dikenang.
Herman N. Van der Tuuk dan Johannes Willem Bartholomeus wardenaar menjadi jembatan budaya antara dua negara dari masa lalu untuk masa depan, namun jembatan itu tidak akan bisa berdiri tegak tanpa campur tangan generasi masa sekarang.
Karenanya generasi sekarang harus mau merawat jejak peradaban mereka. Meski mereka berkarya dalam bidang yang berbeda, mereka pada akhirnya disatukan dalam ikatan budaya yang sama. Yakni aksara Jawa.
Bagi van der Tuuk, aksara menjadi jembatan untuk memahami bahasa. Sementara bagi William Bartholomeus wardenaar aksara menjadi sarana penyampaian pesan yang berupa prasasti masjid di Surapringga (Surabaya).
Nama Herman Van der Tuuk dan Johannes Willem Bartholomeus wardenaar adalah cerita tentang Surabaya. (PAR/nng).