Budaya
Rajapatni.com: SURABAYA – Program Voice of Tomorrow, yang disponsori oleh Kedutaan Besar India untuk Indonesia bersama India News Desk, memasuki pertemuan mingguan lanjutan. Pada Sabtu ini (30/8/25) adalah sesi yang mempersembahkan materi “Human Right Reporting”, dengan pembicara Andreas Harsono, peneliti human right watch & jurnalis senior dan Devjyot Ghoshal, chief Koresponden Reuter untuk Thailand dan Myanmar. Kelas online ini dibuka langsung oleh Dubes India untuk Indonesia Sandeep Chakravorty.

Dari materi Andreas Harsono, ada penayangan materi video tentang kewajiban mengenakan jilbab di sekolah sekolah untuk semua siswa termasuk siswa non muslim. Video ini mencontohkan akan adanya pelanggaran hak asasi manusia, dimana siswa non muslim diwajibkan mengenakan jilbab. Ini contoh pemaksaan yang melanggar hak asasi manusia.
Kewajiban siswi non-Muslim untuk mengenakan jilbab memang bentuk pelanggaran hak asasi manusia dan hak anak di Indonesia, karena bertentangan dengan prinsip kebebasan beragama dan bertentangan dengan Undang-Undang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Hak Asasi Manusia (HAM).
Hak Asasi Manusia di Era Para Wali
Kebijakan ini berbeda dengan kebijakan para pemuka (baik agama dan pemerintah) pada zaman dulu (zaman para wali) dalam memperkenalkan keyakinan. Dulu, dalam penyebaran agama, Walisongo telah mempraktikkan konsep, yang mirip dengan hak asasi manusia, yaitu menghormati dan mengintegrasikan budaya lokal serta menyebarkan keyakinan tanpa kekerasan dan paksaan.
Mereka menggunakan pendekatan damai dan kultural, seperti melalui kesenian dan adaptasi tradisi, untuk mengajarkan nilai-nilai agama tertentu secara lembut dan persuasif, bukan melalui pemaksaan kehendak.
Praktek yang Mirip dengan HAM di Era Walisongo itu adalah Menghormati Kebebasan Beragama (Pendekatan Tanpa Paksaan).
Para wali tidak menggunakan kekerasan dalam menyebarkan satu keyakinan, tetapi melalui cara-cara persuasif dan damai. Ini mencerminkan penghormatan terhadap hak untuk memilih keyakinan tanpa paksaan.
Walisongo mengadopsi dan mengintegrasikan kebudayaan serta adat istiadat yang ada, seperti seni pertunjukan wayang, dengan nilai-nilai Islam. Tindakan ini menunjukkan penghargaan terhadap budaya dan tradisi masyarakat lokal, yang merupakan bagian dari prinsip menghormati martabat dan kebebasan kelompok budaya.
Selain melalui kesenian, Islam juga disebarkan melalui pendidikan dan pembelajaran. Proses ini juga tidak melibatkan pemaksaan, melainkan pengenalan dan pembinaan, yang sesuai dengan konsep HAM untuk pendidikan dan pengembangan diri.
Nilai Universal

Sikap ini menunjukkan nilai-nilai kemanusiaan universal, yang mendasari HAM, seperti kasih sayang dan toleransi. Meskipun konsep “hak asasi manusia” belum secara formal ada pada zaman Walisongo, namun praktik-praktik mereka dalam berdakwah sangat sejalan dengan prinsip-prinsip HAM sekarang, terutama dalam hal kebebasan berkeyakinan, penghormatan budaya, dan penyebaran ajaran secara damai
Indonesia adalah negara yang kaya budaya yang secara umum memiliki nilai nilai yang bersifat universal. Satu nilai tidak hanya berlaku di Indonesia saja, tetapi juga di dunia.
Presiden Pertama Indonesia Soekarno ketika menjabarkan Pancasila sebagai dasar negara di Sidang Umum PBB pada 1960, yang kemudian dikenal dengan judul “To Build The World A New” (Membangun Dunia Baru). Pidato ini bertujuan untuk memperkenalkan dan menawarkan Pancasila sebagai ideologi yang berkontribusi pada perdamaian dunia di tingkat internasional.
“Jas Merah” singkatan dari Jangan sekali sekali melupakan sejarah adalah benar. Sejarah Indonesia itu masih relevan dengan masa sekarang dan mendatang.
Manusia Modern vs Tradisi
Sayang manusia manusia modern seperti sekarang, apalagi yang duduk di tampuk kekuasaan, seolah ingin membuat sejarah baru dengan cepat, yang cenderung mengaburkan sejarah lama. Bukannya bagus, tapi justru memperkeruh situasi.
Dengan kebijakan baru, mereka berharap bisa punya dan meninggalkan legacy.
Karenanya, budaya luhur bangsa agar senantiasa dijaga, yang selain bisa memperkuat jati diri bangsa, juga bisa menjadi modal pembangunan bangsa di masa depan.
Memang proses ini membutuhkan waktu yang tidak instan karena upaya ini adalah proses investasi budaya (perilaku/akhlak). Kelak yang bisa menikmati adalah generasi mendatang.
Jika seseorang tidak sabar dan ingin mendapatkan sesuatu secara instan, maka praktik praktik korupsi akan merajalela. Akibatnya anak cucu akan menanggung beban di kemudian hari.
Materi hak asasi manusia (HAM) itu penting karena menjamin martabat dan kebebasan setiap individu, mendorong keadilan sosial dan ekonomi, serta menciptakan stabilitas sosial dan politik. Karena itu, media sebagai garda, dipandang perlu memahami hak asasi manusia terutama dalam peliputan berita tentang isu isu hak asasi manusia.
Kerjasama Bilateral
India dan Indonesia sudah berabad abad lamanya menjalin hubungan, yang diawali dari hubungan dagang dan agama.
Memang berangkat dari dari aktivitas perdagangan antara pedagang dari kedua negara: India dan Nusantara (sekarang Indonesia), yang kemudian disusul dengan penyebaran agama Hindu dan Budha ke Nusantara oleh para pedagang dan cendekiawan India.
Bukti bukti itu masih bisa ditemukan misalnya prasasti Prasasti Nalanda, terkait Sriwijaya dan India, Prasasti Yupa di Kutai Kalimantan, mengenai penggunaan aksara Pallawa dan bahasa Sanskerta, dan Prasasti Calcutta asal Jawa Timur yang memberikan informasi tentang Raja Udayana dari Bali dan hubungannya dengan India.
Tidak salah jika Duta Besar India untuk Indonesia, Sandeep Chakravorty, telah lebih dari tiga kali berkunjung ke Jawa Timur dan melihat peninggalan serta jejak Kerajaan Hindu Majapahit.
Melihat nilai nilai budaya sebagai bahan dan latar belakang kerjasama antara kedua negara, akan sangat penting jika dijadikan pijakan dan bahan budaya sebagai penguatan kerja sama bilateral antara Indonesia dan India. (PAR/nng).