Sejarah
Rajapatni.com: SURABAYA – Ada fakta, yang terselip dalam sejarah Surabaya. Entah sengaja diselipkan atau tidak, entah disadari atau tidak.
Fakta itu adalah alun alun yang hilang, “the lost square” atau “The hidden square”. Melalui lembar sejarah, kita bisa tau bahwa Surabaya pernah memiliki alun alun. Dimana saja?

Data dan fakta sejarah menunjukkan bahwa pernah ada jalan Alun Alun (Aloen Aloen Straat), sebagai petunjuk, yang kemudian berubah menjadi Jalan Pahlawan. Jalan ini membujur Utara – Selatan di depan kantor Gubernur Jawa Timur. Jalan ini dulu adalah jalan setapak yang memotong lapangan Alun Alun di depan Kediaman Bupati Surabaya (Regent Wooning) (Soerabaja 1900-1950, Asia Maior), yang kini menjadi Kantor Gubernur Jawa Timur. Data Peta Surabaya Lama dan alamat alamat lama juga menyebut, yaitu jalan Alun Alun (Aloen Aloen Straat). Kini Alun Alunnya menjadi lapangan area Tugu Pahlawan.
Alun Alun Surapringga (Kemayoran).
Selain di kawasan Tugu Pahlawan, Alun Alun Surabaya juga pernah ada di Kemayoran. Data Peta Surabaya Lama juga mengilustrasikan alun alun ini dengan arsiran hijau sebagai lapangan berumput dengan keterangan Alun Alun (oldmapsonline.org)

Menurut beberapa catatan bahwa lapangan alun-alun di setiap daerah, termasuk di Surabaya, pada dasarnya adalah milik publik atau pemerintah daerah, yang berfungsi sebagai ruang terbuka untuk aktivitas masyarakat.
Secara historis, alun-alun adalah bagian dari kompleks keraton atau pusat pemerintahan, tetapi dalam perkembangannya kini telah bergeser menjadi ruang publik biasa milik bersama.
Alun alun di Surabaya seperti di kawasan Tugu Pahlawan dan di Kemayoran memang komplek pusat pemerintahan. Khususnya di Alun Alun Kemayoran, yang secara fisik masih menyisakan bukti bukti faktual pernah adanya tata ruang pusat pemerintahan klasik tempo dulu.
Petunjuk Faktual
Acuannya adalah Masjid Kemayoran, yang di belakangnya (Barat) ada Kampung Kauman (Kemayoran Kauman). Di depan Masjid (Timur) ada lapangan Alun Alun. Di Timur Alun Alun ada rumah Bupati, yang sekarang berubah menjadi Kantor Pos Besar Surabaya. Sedangkan jalan yang berada di depannya bernama Kebon Rojo (d/h Regent Straat).

Alun-alun secara kultural selalu berada di pusat pemerintahan (keraton, kantor bupati, dll.), yang juga berdekatan dengan masjid agung dan menjadikannya sebagai pusat kegiatan masyarakat di berbagai tingkatan, mulai dari desa hingga kabupaten.
Kemayoran adalah bekas komplek pusat pemerintahan klasik Surabaya, yang dulu juga dikenal dengan nama Surapringga.
Surabaya sebagai sistem pemerintahan kabupaten (Regenschap), secara administratif pernah terbagi menjadi Soerabaja Koeta, Djabakoeta, Goenoeng-kendeng, dan Bawean.
Menurut Van Romondt (Haryoto, 1986:386), pada dasarnya alun-alun itu merupakan halaman depan rumah penguasa, tetapi dalam ukuran yang lebih besar. Penguasa bisa berarti raja, bupati, wedana, dan camat bahkan kepala desa, yang memiliki halaman paling luas di depan Istana atau pendopo tempat kediamannya, yang dijadikan sebagai pusat kegiatan masyarakat sehari-hari misalnya parade militer, perdagangan, kerajinan dan pendidikan.

Rumah Bupati Surabaya di Kebon Rojo memiliki empat muka, yang menghadap ke Timur, Barat, Utara dan Selatan. Sementara halaman luas di depan rumah Bupati: menghadap ke Barat adalah Alun Alun Kemajoran dan menghadap ke selatan adalah Stadstuin (Taman Kota). Yang menghadap ke Barat juga disebut Alun alun Masjid.
Alun alun Surabaya

Sebenarnya alun-alun adalah aset pemerintah karena tanah tempat alun-alun berada secara resmi bisa memiliki sertifikat tanah, yang dikeluarkan pemerintah dan menjadikan alun-alun sebagai aset daerah, yang harus dikelola secara transparan dan akuntabel.
Alun Alun Contong
Ada satu lagi alun alun di Surabaya. Yaitu alun alun Contong. Lahannya tidak seluas alun alun, yang kini menjadi area Tugu Pahlawan dan alun alun Kemayoran, yang kini menjadi area komplek sekolahan swasta.
Alun alun On

Alun Alun Contong lahannya kecil tapi menjadi satu titik yang sibuk. Dikatakan Contong karena bentuk lahannya mengerucut segitiga yang lancip di sudut selatan dan melebar di sisi Utara sehingga membentuk ruang seperti contong (Jawa).
Tempat ini berfungsi sebagai tempat singgah seperti terminal (kendaraan dan kuda kala itu) dan peristirahatan bagi masyarakat yang melakukan perjalanan. Tempat ini juga dekat dengan kawasan permukiman yang memiliki toponimi para punggawa/pegawai Kekadipatenan / Kekabupatenan yang di bawah kekuasaan kerajaan (kala itu di bawah kerajaan Mataram). Permukiman itu adalah kampung Kraton, Kampung Carikan, Kampung Temenggungan, Kampung Patihan dan Kampung Bubutan.
Hingga sekarang Kawasan Alun Alun Contong masih berfungsi sebagai tempat publik. Pun demikian dengan kawasan alun alun yang menjadi area lapangan Tugu Pahlawan.
Bagaimana dengan Alun Alun Masjid Surapringga di Kemayoran? (PAR/nng).