Budaya
Rajapatni.com: SURABAYA – Grand Final pemilihan Miss Tionghoa Indonesia (MTI) telah usai dilaksanakan pada awal Oktober 2025. Gelaran budaya Tionghoa ini adalah kedua, yang diawali pada 2024. Hadir dalam kesempatan gelaran ke dua di Jakarta itu adalah Menteri Kebudayaan RI Fadli Zon.

Dalam pernyataannya, Fadli Zon berharap para Miss Tionghoa Indonesia ini bisa menjadi duta duta budaya bangsa yang sangat beragam dan selanjutnya bisa turut memperkenalkan budaya bangsa ke dunia Internasional.
Secara lokal di Surabaya, budaya Tionghoa ini sangat kaya dan sudah lama adanya di kota, yang juga disebut Sìshuǐ (kawasan yang berkalang 4 air/sungai). Sìshuǐ adalah sebutan Surabaya dalam bahasa Mandarin.
Dalam upaya memperkenalkan kembali budaya Tionghoa di Surabaya, Miss Tionghoa Indonesia (MTI) bersama Puri Aksara Rajapatni (PAR) akan mendokumentasikan budaya Tionghoa di Surabaya melalui web series dengan nama “Sìshuǐ, Bingkai Budaya Tionghoa Indonesia”.
Agenda program itu diperkenalkan dalam acara jamuan makan malam di Higa Resto di jalan Raya Kupang Baru 27 Surabaya pada Jumat malam (26/10/25).

Hadir dalam kesempatan itu adalah pembina Puri Aksara Rajapatni, A. Hermas Thony dan Ketua Puri Aksara Rajapatni Nanang Purwono; Pembina MTI Giyatno dan Sekjen Paguyuban Masyarakat Tionghoa Surabaya dan Ketua Seni Budaya, Rasmono Sudarjo.
Dalam acara Perkenalan program “Sìshuǐ Bingkai Budaya Tionghoa Indonesia” itu juga dihadiri oleh finalis Miss Tionghoa Indonesia 2025 dari Jawa Timur. Menurut A. Hermas Thony pembina Puri Aksara Rajapatni dan sekaligus inisiator Raperda Pemajuan Kebudayaan, Kejuangan dan Kepahlawanan Surabaya bahwa para finalis adalah para duta budaya terpilih, yang dapat memperkenalkan budaya bangsa. Thony berharap bahwa para Miss Tionghoa tahun 2025 bisa lebih mengenal yang menjadi dasar budaya Tionghoa, yang bersumber pada ajaran ajaran Tao, Konfusius dan Budha.

Sementara itu Giyatno selaku pembina MTI juga menyampaikan agar para duta budaya Tionghoa terpilih bisa menjadi pelopor pembauran di alam yang penuh keberagaman Indonesia.

“Saya pesan agar kalian juga bisa membaur di tengah masyarakat”, kata Giyatno.
Sesungguhnya pembauran ini sudah tercermin di masyarakat Surabaya sejak dulu di kawasan, yang sekarang bernama Kota Lama Surabaya dimana di kawasan itu pernah ada kelompok kelompok etnis Jawa, Madura, Eropa, Melayu dan Arab termasuk Pecinan.

Menurut Nanang Purwono, atas dasar historis itulah, yang menjadi salah satu alasan akan dibuatnya program series “Sìshuǐ Bingkai Budaya Tionghoa Indonesia”. Ini adalah program dokumenter tentang budaya Tionghoa di Surabaya.
“Ketika yang menjadi pengantar adalah para finalis Miss Tionghoa Indonesia, mereka menjadi endorser yang tepat karena memegang jabatan yang disandang dan sekaligus mewakili komunitas Tionghoa di Surabaya”, jelas Nanang Purwono dari Puri Aksara Rajapatni.
Keberadaan budaya Tionghoa di Surabaya ini juga diakui oleh Rasmono Sudarjo.
“Budaya Tionghoa di Surabaya ini sudah lama sekali dan telah hidup berdampingan dengan budaya setempat yang sama sama berkembang”, kata Rasmono Sudarjo, yang juga sebagai Ketua Seni Budaya.

Pada acara perkenalan program Miss Tionghoa Indonesia Jatim, yang utamanya adalah produksi Webseries “Sìshuǐ, Bingkai Budaya Tionghoa Indonesia” juga dihadiri oleh orang tua dari Miss Tionghoa Indonesia asal Jawa Timur serta pihak pihak terkait yang menjadi mitra Miss Tionghoa Indonesia (MTI). (PAR/tim).
