Aksara Budaya
Rajapatni.com: SURABAYA – Membangun dan merawat budaya literasi di Kota Literasi Surabaya memerlukan kesadaran dan upaya berkelanjutan dari berbagai pihak. Deklarasi Surabaya sebagai Kota Literasi pada 2 Mei 2014 menjadi langkah awal untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui kebiasaan membaca.
Meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) melalui kebiasaan membaca dapat dilakukan dengan menciptakan lingkungan yang mendukung, memberikan kebebasan memilih buku yang diminati, dan mengintegrasikan kegiatan membaca ke dalam rutinitas harian.
Ada satu elemen juga dalam dunia literasi. Yaitu ketersediaan buku yang layak baca. Ketersediaan buku yang layak baca adalah elemen krusial dalam dunia literasi. Tanpa bahan bacaan yang berkualitas dan mudah diakses, minat baca sulit untuk tumbuh dan berkembang di masyarakat.
Buku layak baca adalah buku yang memiliki kedekatan (magnitude) dan keterkaitan (relationship) dengan wilayah, sejarah dan budaya setempat. Hal itu memiliki makna yang kuat dan luas. Hubungan dengan konteks lokal sangat penting karena dapat membuat pembaca merasa lebih terhubung, terlibat, dan termotivasi untuk membaca.

Buku “Bung Bebek en de Princess” ditulis oleh Wieteke Van Dort, penyanyi Belanda kelahiran Surabaya pada 1943. Tulisan karya Wieteke Van Dort di masa hidupnya itu dibukukan oleh mantan pencipta lagu dan produser musik Wieteke Van Dort, Michiel Eduard, yang tinggal di Leiden, Belanda.
Menariknya adalah buku yang berbahasa Belanda itu ditransliterasi dalam aksara Jawa yang berbahasa Indonesia. Sejauh ini belum ada produk buku dengan kemasan seperti itu.
Konsep itu muncul tidak lain karena ada keterkaitan dan perhatian budaya dari pihak pihak yang terlibat dalam produksi buku. Wieteke Van Dort dalam karya karya seninya baik lagu, buku dan seni panggung dan televisi tidak luput dari budaya Indische.
Sementara produser buku, Michiel Eduard, adalah orang yang menaruh perhatian dengan budaya Jawa yang sampai sampai restoran yang ia buka di Leiden adalah restoran Indonesia yang bernama Toraja House. Sedangkan transliterator ke dalam aksara Jawa, Ita Surojoyo, adalah pengajar bahasa Inggris, yang sekaligus pegiat aksara dan budaya Jawa.
Buku “Bung Bebek en de Princess” adalah hasilnya dan cerita buku ini sendiri berlatar budaya Jawa, yang dengan apik diilustrasikan oleh Rik van der Burg, ilustrator tulen Belanda.
Buku ini tidak sekedar sebuah kemasan literasi umum, tetapi ada muatan muatan khusus yang merupakan hasil kesadaran nilai budaya dan kolaborasi antar bangsa. Terlebih pemerintah RI telah semakin mempererat hubungan kebudayaan dengan pemerintah kerajaan Belanda.
Buku ini juga sekaligus untuk memperkaya khasanah kepustakaan kota Literasi Surabaya. Ada nilai dan norma edukasi budaya, yang terkandung dalam buku cerita anak (storybook of children) “Bung Bebek en de Princess”. Secara sekilas buku ini berkisah tentang keteguhan hati seorang Putri (Dewi) Melati, yang bisa berjuluk the Princess Warrior.
Buku, yang merupakan hasil kolaborasi dua budaya dan dua bangsa ini, akan diluncurkan di Radio Suara Surabaya pada Jumat, 7 November 2025. Agenda peluncuran ini akan dimeriahkan oleh Celia Noreen and her Band, yang bergenre Gipsy Jazz dan Bossa Nova, dengan sentuhan Soul dan Folk. Musik ini seringkali ceria, cepat, dan beraroma vintage, serupa dengan lagu lagu yang pernah dibawakan Wieteke Van Dort.

Sementara itu, Michiel Eduard, mantan pencipta lagu dan produser musik Wieteke Van Dort, akan membawakan lagu lagu ciptaannya yang bertema Surabaya seperti “Surabayaku” dan “Dewi Melati” yang berlanggam keroncong vintage.
Michiel akan feat dengan Celia Noreen and her Band. Peluncuran buku ini akan bertempat di Food Traffic Radio Suara Surabaya. (PAR/nng)
