Sejarah
Rajapatni.com: SURABAYA – Bukti keberadaan pemimpin pemerintahan tradisional Surabaya menjadi perhatian A. Hermas Thony, inisiator Raperda Pemajuan Kebudayaan Kejuangan dan Kepahlawanan Surabaya, yang juga mantan Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya periode 2019-2024. Bahwa jejak Bupati Surapringga (nama lama Surabaya), Raden Tumenggung Kramajayadirana, yang namanya tersebut dalam prasasti Masjid Kemayoran (1848) didengarnya bahwa keberadaan makamnya ada di komplek Pesarean Kromojayan Kanoman di daerah Bibis di jalan Stasiun Kota, Surabaya.

Pada Kamis sore (16/10/25) Thony mengunjunginya. Makam Raden Tumenggung Kramajayadirana berada di komplek Pesarean Kramajayan di balik (Utara) Masjid Nurul Ihsan.

Area makam ini tidak luas dan memiliki satu pintu gerbang Paduraksa, yang bisa diakses melalui Masjid Nurul Ihsan karena lokasinya persis di Utara masjid. Komplek Pesarean Kromojayan ini memiliki Garupa model Paduraksa seperti halnya komplek komplek makam kuno lainnya di Surabaya seperti Ampel, Botoputih, Bungkul dan Tembaan.
Menurut Ali, sang Juru kunci bahwa dulu di gapura Pesarean Kromojayan itu pernah ada sepasang daun pintu model kupu tarung.

Bersama Ali pula, Thony diajak dan ditunjukkan makam Raden Tumenggung Kramajayadirana, yang nisannya terbungkus kain mori putih. Raden Tumenggung Kramajayadirana adalah bupati Surabaya pertama, yang diangkat pemerintah Hindia Belanda berdasarkan Resolutie Van Henne Excellentiin de Commissarissen General in Rade, tanggal 07 Januari 1819 No: 6, untuk periode resmi 1819-1825.

Diketahui bahwa secara tradisional, jabatan adipati dan bupati pada masa itu biasanya didasarkan pada keturunan, terutama dari keluarga kerajaan atau bangsawan.
Namun kenyataannya hingga tahun 1848, nama Raden Tumenggung Kramajayadirana masih disebut menjabat sebagai bupati Surapringga (Surabaya). Fakta ini tertulis dalam prasasti Masjid Kemayoran, yang hingga kini masih terpasang di dinding dalam masjid.
Selain ada nama Bupati Surapringga, Raden Tumenggung Kramajayadirana, di sana juga ada nama Gubernur Jenderal Hindia Belanda Jan Jacob Rochussen dan Residen Surapringga Daniel Francois Willem Pietermaat.
Jika makam Residen Surapringga Daniel Francois Willem Pietermaat diketahui berada di Pemakaman Eropa Peneleh, sementara makam Bupati Surapringga diketahui berada di pesarean Kromojayan di Bibis.

Fakta ini dikuatkan dengan beberapa keterangan, yang ada di Komplek Pesarean Kromojayan.
Selain itu Thony juga berhasil menyalin silsilah dan trah pemimpin tradisional Surabaya dengan nama-nama berikut nomor registrasi Makam, yang menempati Pesarean Sentono Agung Botoputih, Pegirian Surabaya, yang umum dikenal sebagai pemakaman para Bupati Surabaya dan keturunannya.
“Ini data penting, yang perlu disimpan karena tidak hanya penting bagi keturunannya (ahli warisnya) tapi juga bagi pemerintah kota Surabaya”, jelas Thony.

Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Surabaya, yang ketika itu dijabat oleh Musdiq Ali Suhudi bersama tim pernah menelusuri sejarah Surabaya ke Makam Kromojayan Kanoman di Bibis. Itu langkah baik karena komplek makam tua ini juga sudah berstatus Cagar Budaya Kota Surabaya.
Tentu saja sejarah tradisional Surabaya, utamanya para tampuk pimpinannya perlu didokumentasikan.
“Kita perlu tau siapa siapa pemimpin Surabaya, seperti adipati dan bupati yang pernah menjabat. Jadi, tidak cuma pejabat dari orang orang bangsa asing saja, yang pernah ada di Surabaya. Coba kita lihat di Museum Surabaya di Siola, masa pemimpin Surabaya diketahui dimulai dari era pemerintahan kolonial saja. Mana pemimpin lokalnya?”, tanya Thony.

Dari data yang didapat Thony bahwa trah dan ahli waris para bangsawan Surabaya itu masih ada.
“Ketika nama-nama leluhur mereka sebagai Adipati atau bupati Surabaya tidak diabadikan dalam etalase Museum Surabaya, yang menjadi representasi sejarah Surabaya, sepertinya mereka kok dilupakan”, kesan Thony prihatin saat ziarah di Pesarean Kromojayan Bibis pada Kamis sore (16/10/2).
Seluruh kuburan kuburan di komplek ini masih relatif utuh, yang keberadaannya bisa dilihat dari kondisi nisan nisan kuno di sana.
Menurutnya pemakaman keluarga Kromojayan ini bisa menjadi salah satu spot wisata sejarah Surabaya. Selain masih diziarahi oleh keturunan, komplek ini juga layak dikunjungi publik, yang bisa dikemas melalui paket wisata sejarah, khususnya sejarah tradisional Surabaya.
“Paket wisata sejarah ini bisa membantu menjaga ingatan publik tentang sosok pimpinan Surabaya di era era pemerintahan tradisional Surabaya pada masa lalu”, kata Thony.
Thony pun bertanya kepada sang Juru pelihara (juru kunci) apakah walikota Surabaya pernah berkunjung ke komplek Pesarean Kromojayan ini. Pertanyaan Thony dijawab dengan senyum oleh sang juru pelihara. (PAR/nng).