Upaya Implementasi Hasil Pertemuan Gubernur Jatim dan Gubernur DIY Terkait Pelestarian Warisan Budaya.

Aksara

Rajapatni.com: SURABAYA – Surapringga (Surabaya-Jatim) dan Mataram (DIY) memiliki sejarah bersama baik dalam perang dan asmara (tangis dan tawa).

Kini, zaman telah berganti. Perangnya adalah dalam upaya bersama menghadapi adanya potensi pelemahan budaya, budaya Nusantara dari luar dan adanya penetrasi budaya asing yang tidak sesuai dengan budaya lokal.

Prasasti Masjid Kemayoran Surabaya, bukti peradaban Surabaya dalam literasi tulis aksara Jawa. Foto: nng

Surapringga dan Mataram berada dalam satu mangkuk yang saling melebur (melting pot).

Di era sekarang Surabaya dan DIY sama sama menghadapi gelombang budaya asing, yang datang menerjang di segala sendi kehidupan. Karenanya, perlu ada benteng budaya.

Pentingnya benteng budaya terletak pada perannya sebagai cerminan identitas suatu bangsa dan warisan yang harus dijaga. Benteng budaya, yang merupakan hasil interaksi manusia dengan lingkungan sesungguhnya memiliki nilai historis, sosial, dan ekonomi yang perlu dilestarikan.

Pelestarian ini tidak hanya menjaga memori tempat-tempat bersejarah, tetapi juga mendukung pembangunan berkelanjutan (sustainable development).

Negari Surapringga. Foto: nng

Kerjasama Surabaya (Jatim) dan Yogyakarta (DIY) dengan landasan sejarah dan budaya bersama adalah penting. Kerjasama ini akan memperkuat pelestarian warisan budaya, pengembangan ekonomi kreatif, dan penguatan pemerintahan yang berbasis budaya.

Pertemuan Gubernur Jatim Khofifah Indar parawansa dan Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X, yang juga Raja Mataram di Kraton Kilen pada 27/7/25. Foto: Disperpusip jatim

Belum lama gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa dan wakil gubernur Emil Elestianto Dardak berkunjung ke DIY, tepatnya pada 27 Juli 2025. Kedatangan mereka diterima di Kraton Kilen oleh Sri Sultan Hamengku Buwono X.

Setibanya di Kraton Kilen, menurut sumber Disperpusip Jatim, gubernur dan wakil Gubernur Jatim disambut oleh Putri ke -5 Ngarsa Dalem GKR Bendara bersama suami KPH Yudanegara, Kepala Dinas Pariwisata DIY Imam Pratanadi, dan Kepala Dinas Kebudayaan DIY Dian Lakshmi Pratiwi.

Dalam pertemuan itu, Gubernur Khofifah Indar Parawansa mengapresiasi sambutan hangat Sri Sultan Hamengku Buwono X. Dalam pertemuan itu Gubernur Khofifah Indar parawansa menyampaikan bahwa Jawa Timur dan DIY memiliki banyak persamaan hal dalam kesamaan visi, terutama dalam hal pelestarian warisan budaya.

Dalam upaya implementasi kesamaan visi itu, komunitas budaya aksara Jawa di Surabaya, Puri Aksara Rajapatni, dalam rangkaian Peringatan Hari Aksara Internasional 2025 mengusulkan Provinsi Jawa Timur bisa menyelenggarakan peringatan Hari Aksara Internasional 2025. Peringatan ini didasarkan akan kesadaran bahwa Jawa Timur masih menjadi rumah aksara tradisional mulai Kawi (Jawa Kuno di era Singasari dan Majapahit), Aksara Jawa Hanacaraka dan aksara Pegon.

Usulan dan gagasan itu telah disampaikan ke Gubernur Jatim Khofifah Indar parawansa melalui surat Puri Aksara Rajapatni dengan nomor 37/PAR/VII/2025 tentang audiensi gagasan peringatan Hari Aksara Internasional 2025.

Selanjutnya Gubernur Jatim memberikan disposisi kepada Disperpusip jatim untuk koordinasi dengan pengusul, Puri Aksara Rajapatni. Akhirnya pada senin (4/8/25), tim Puri Aksara Rajapatni diterima Disperpusip Jatim di kantor Dispusip Jatim. Isinya adalah pembahasan peringatan Hari Aksara Internasional 2025.

Peringatan ini adalah upaya mengingatkan publik akan kekayaan budaya dan kembali mengenalkan budaya literasi tradisional yang menjadi simbol kecerdasan leluhur Nusantara.

Aksara daerah, yang selanjutnya membentuk aksara Nusantara, masih dimana mana di Jawa Timur. Aksara Pegon di berbagai pesantren. Aksara Pegon adalah sistem tulisan yang menggunakan huruf Arab untuk menulis bahasa Jawa, Sunda, dan Madura.

Selain itu secara kultural, aksara Jawa juga menjadi simbol penulisan bahasa Jawa yang artefak artefaknya juga dapat ditemukan di komplek Sunan Ampel dan Masjid Kemayoran Surabaya.

Sekarang kondisi Aksara Nusantara di Jawa Timur ini justru seperti Aksara Asing, yang lebih asing daripada aksara asing. Ironis.

Harapannya melalui pertemuan antara Gubernur Jatim dan Gubernur DIY bisa diselenggarakan Peringatan Hari Aksara Internasional 2025 di Jawa Timur sebagai upaya mengingatkan adanya kecerdasan peradaban nenek moyang Nusantara. Dari Jawa Timur merangkai Aksara Nusantara dan Dunia. (PAR/nng)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *