Untuk Menuju Indonesia Emas, Anak Anak Butuh Panduan Praktis, Bukan Teoritis.

Budaya

Rajapatni.com: SURABAYA – Christanto Wibisono, warga Kota Surabaya yang tinggal di Surabaya Barat, sering bolak balik ke Kawasan Terminal Joyoboyo, Makam Kembang Kuning dan Dolly. Tujuannya adalah berbagi kasih kepada sesama manusia, yang diwujudkan dalam bentuk pemberian dukungan, baik berupa waktu, uang, keterampilan, atau sumber daya lainnya untuk meningkatkan kesejahteraan sosial dan kemanusiaan. Bukan tanpa alasan Christ berbuat kegiatan sosial ini.

Sasarannya adalah anak anak, yang menurutnya menjadi korban keadaan di lingkungannya. Yakni keadaan keluarga, keadaan ekonomi, sosial budaya dan lingkungan serta teknologi. Ternyata kondisi anak anak ini terjadi di berbagai lapisan sosial mulai dari dari golongan biasa, menengah hingga kalangan berada.

Apalagi di era sekarang dimana anak anak dininabobokan dengan gadget yang penuh dengan fitur fitur yang melebihi kebutuhan anak. Penggunaan gadget yang berlebihan pada anak dapat menimbulkan berbagai dampak negatif, baik secara fisik maupun mental. Antara lain adalah gangguan mata, gangguan tidur, masalah perkembangan sosial dan emosional, serta potensi masalah kesehatan mental seperti kecemasan dan depresi.

Belum lagi konten konten, yang ada baik gambar maupun video yang sebetulnya untuk porsi orang dewasa tetapi tertampilkan pada anak sebagai pengguna gadget.

 

Kampung Lali Gadget

Bermain dengan alam di Kampung Lali Gadget. Foto: ist

Di kecamatan Wonoayu, Kabupaten Sidoarjo misalnya, ada ‘Kampung Lali Gadget’ yang mengenalkan anak-anak kembali ke permainan tradisional serta permainan lainnya dari bahan alam.

Menurut salah satu aktivis Kampung Lali Gadget, Gista sebagaimana dikutip dari https://kominfo.jatimprov.go.id/berita/mengenal-kampung-lali-gadget-wadah-permainan-tradisional-bagi-anak-sidoarjo, bahwa di dalam Kampung Lali Gadget ada beberapa tema permainan. Yakni tema air, tema pasir, dan tema daun. Kemudian dari tema tema itu ada permainan permainan misalnya membuat wayang dari daun singkong, membuat kitiran, dan membuat kalung.

Lantas ada juga tema batu, seperti main damparan, main wenga. Ada tema juga permainan di tanah lapang, seperti gobak sodor, main eklek, petak umpet, egrang dan sebagainya sesuai dengan tema permainan tradisionalnya.

Bermain egrang di alam desa. Foto: ist

Dalam berbagai permainan dalam tema tema yang ada, disana anak anak dihadapkan pada interaksi sosial antar sesama dan interaksi alam dengan mengenal lingkungan serta interaksi budaya.

Target sasaran dari Kampung Lali Gadget ini, menurut aktivis Gista adalah anak-anak sekolah dan orang tua yang sadar akan bahayanya gadget pada anak-anak.

Gadget adalah ancaman gaya baru pada anak. Jika penggunaan gadget yang berlebihan oleh anak, maka dapat menjadi ancaman baru dalam perkembangan mereka, terutama dalam hal krisis moral dan sosial, serta kesehatan fisik dan mental. Meskipun gadget memiliki potensi manfaat, seperti meningkatkan kemampuan berpikir dan memecahkan masalah, namun dampaknya yang negatif perlu diperhatikan dengan serius.

 

Filantropi

Dengan dampak negatif yang komplek di perkotaan, secara acak Christanto Wibisono mengambil tiga daerah seperti di kawasan Terminal Joyoboyo, Pemakaman Kembang Kuning dan Dolly untuk membuat wadah kegiatan edukasi bagi anak anak, yang dinamakan filantropi.

Kegiatan filantropi adalah aktivitas amal, yang dilakukan secara sukarela dan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan orang lain, baik secara finansial maupun non-finansial, seperti waktu, tenaga, dan keahlian.

Lebih parah lagi jika kondisi demikian ada yang sengaja melakukannya agar terjadi ketergantungan bukan kesadaran dalam bereksplorasi dan bereksperimen dalam tantangan hidup. Maka mereka akan menjadi obyek yang dimanfaatkan oleh pihak pihak tertentu.

 

Panduan Praktis, Bukan Teoritis 

Karenanya perlu alat untuk bisa melindungi anak dan bahkan mengentas anak dari keterkungkungan dan ketergantungan. Di Surabaya bersamaan dalam Raperda Pemajuan Kebudayaan juga ada nilai kejuangan selain kepahlawanan.

Tujuannya adalah dengan nilai kejuangan itu ada landasan hukum yang jelas dan tegas bisa memberikan panduan panduan untuk semangat berjuang. Yakni melakukan tindakan semaksimal mungkin dalam meraih tujuan.

Melalui semangat kejuangan, anak anak diajak dan diarahkan untuk aktif dan mau berusaha (berjuang), bukan diiming iming oleh sebuah keindahan. Profesi sebagai dokter adalah indah. Predikat dokter adalah hasil dari rangkaian perjuangan (upaya). Yaitu belajar tekun, sesuai bidangnya.

Wulan Guritno adalah artis yang cantik dengan tubuh yang indah. Untuk menjadi cantik dan bertubuh indah, harus ada tuntunan yang harus dilakukan. Minimal melakukan tindakan seperti yang dilakukan Wulan Guritno.

Contoh lain lagi adalah terhadap junjungan Nabi Besar Muhammad SAW, yang patut ditiru. Yang patut ditiru adalah kelakuan atau akhlak beliau, yang dikenal dengan akhlakul karimah. Ini mencakup seluruh aspek kehidupan beliau, mulai dari kejujuran (shiddiq), amanah (dapat dipercaya), tabligh (menyampaikan kebenaran), fathonah (cerdas), hingga kesabaran, kerendahan hati, dan kasih sayang.

 

Perda Yang Praktis, Bukan Teoristis

Jadi harus ada ajakan dan panduan agar umat mau bekerja dan berjuang. Pun demikian dengan sebuah Raperda dibuat, tujuannya agar menjadi panduan praktis dalam hidup bermasyarakat dan bernegara sesuai dengan yang menjadi tujuan tujuan pemerintah daerah.

Predikat atau status adalah wujud keindahan dan keberhasilan. Untuk mendapatkan keberhasilan, perlu ada tindakan atau kejuangan yang harus dilakukan. Kejuangan adalah proses untuk menuju hasil.

Seperti halnya anak anak harus ada panduan panduan sebagai petunjuk, pedoman, buku petunjuk, atau manual yang memberikan arahan atau instruksi untuk melakukan sesuatu.

Kita butuh panduan praktis untuk meraih tujuan. Bukan iming iming pada hasil atau predikat. Kita butuh panduan praktis, bukan teoritis. (PAR/nng).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *