Aksara Budaya
Rajapatni.com: SURABAYA – “Berbicaralah dengan alam” mengingatkan saya kepada ibu, yang dulu sering siram siram tanaman dikala pagi dan sore. Sering terdengar ibu saya berbicara padahal di sana tidak ada orang.
“Mak’e, ngomong Karo sapa (Bu, bicara dengan siapa)?”, tanyaku ke ibu.

“Ya Iki, petetanmu (ya ini tanamanmu)”, jawab ibu.
Ibu bertangan dingin. Setiap kali menanam tanaman mesti tumbuh subur. Sering ibu menyiramnya dengan air leri ꦊꦫꦶ.
Air leri adalah air sisa cucian beras yang mengandung berbagai nutrisi dan senyawa organik. Air leri seringkali dianggap sebagai limbah, namun sebenarnya memiliki potensi pemanfaatan untuk berbagai keperluan.
Air leri dapat digunakan sebagai pupuk organik cair untuk tanaman karena kandungan nutrisinya yang bermanfaat.
Kala itu ibu tidak bisa menjelaskan rinci dan ilmiah. Beliau cuma menjawab dan bertanya. She answered my question with a question.
“Kowe seneng tajin, ta? (Kamu senang tajin, kan?” Tanya ibu sebagai jawaban atas pertanyaanku.
Tajin ꦠꦗꦶꦤ꧀ adalah cairan putih keruh yang dihasilkan dari rebusan beras, sering disebut juga air tajin. Cairan ini memiliki tekstur agak kental dan mengandung berbagai zat gizi dari beras.
“Seneng!” Jawabku.
“Enek tajine, mak? Pintaku pada ibu pagi itu.
Ternyata air tajin dan air leri sama sama bermanfaat. Cuma sekarang tajin menjadi langka. Orang menanak nasi menggunakan magic jar, yang tidak pernah memikirkan tajin.
Dulu orang menanak nasi ada dua tahapan. Pertama berapa direbus bersama air. Setelah itu beras setengah masak, yang sudah hilang airnya, diangkat dan dimasukkan ke kukusan ꦏꦸꦏꦸꦱꦤ꧀. Ini namanya adhang.

Kukusan adalah alat tradisional, yang terbuat dari anyaman bambu, berbentuk kerucut, dan digunakan untuk memasak nasi dengan cara dikukus.
Air dari rebusan beras itulah air tajin. Air itulah yang diambil. Waktu itu tajin menjadi pengganti susu. Tinggal menambah gula sesuai selera. Warnanya putih dan teksturnya kental.
Sekarang ini rasanya kangen meminum tajin. Maklum sudah tidak ada yang membuatkan tajin. Ibu telah berpulang. Lagi pula cara menanak nasi juga sudah berganti dari bentuk andhang ꦄꦤ꧀ꦝꦁ (tradisional) ke magic jar (modern).
Itulah sekelumit kenangan ketika ibu (almarhum) berinteraksi dengan tanaman. Interaksi dengan alam dan tumbuhan itu sungguh baik karena memberikan berbagai manfaat bagi manusia, baik secara fisik maupun mental.
Alam dan tumbuhan menyediakan kebutuhan dasar manusia, meningkatkan kesehatan mental, dan membantu menjaga keseimbangan ekosistem.
Menjalin hubungan yang lebih dekat dan bermakna dengan lingkungan sekitar, baik secara fisik maupun spiritual ini melibatkan kesadaran akan keberadaan alam, memahami pesan-pesannya, dan belajar dari interaksinya. Secara praktis, ini bisa berarti menghabiskan waktu di alam, mengamati perubahan musim, merasakan energi alam, dan meresapi keindahannya.
Ayo bermain dan bercanda ria di alam. (PAR/nng)