Sejarah
Rajapatni.com: SURABAYA – Artikel dibawah ini ditulis ulang dari sumber jpnn.com > historia (9/10/2015) untuk menambah narasi informasi tentang lagu the Tiger Shark yang selalu menjadi pembuka dan penutup pidato
pidato heroik Bung Tomo melalui Radio Pemberontakan di Jalan Mawar 10 Surabaya.
Bila lagu Tiger Shark karya Peter Hodykinson, yang dibawakan grup Hawaiian Islanders berkumandang, pertanda Radio Pemberontakan segera siaran.

Bung Tomo kala itu berusia 25 tahun ketika mendirikan Radio Pemberontakan yang mulai mengudara sejak pertengahan Oktober 1945.
Anak muda kelahiran Surabaya, 3 Oktober 1920 tersebut memang punya latar belakang wartawan.
Pengalaman jurnalismenya bermula pada 1937 di harian Soeara Oemoem, Surabaya.
Setahun kemudian ia menggarap mingguan Pembela Rakyat sebagai redaktur, sembari menjadi wartawan aktif dan mengelola rubrik Pojok di harian Ekspres, Surabaya.
Semasa pendudukan Jepang, Bung Tomo bekerja untuk kantor berita Domei.
Propaganda Perang
Radio Pemberontakan, “mula-mula bergelombang pendek 34 meter,” tulis Soeara Rakjat, edisi 15 Oktober 1945.
Kemudian, sebagaimana buku Pertempuran Surabaya, berkat dorongan dari pemimpin RI di Surabaya, Bung Tomo memperkuat pemancarnya sehingga dapat ditangkap di luar negeri.
Dari Jalan Mawar, “suara Bung Tomo yang khas itu merupakan magic voice yang dapat membakar semangat dan naluri untuk berjuang,” tulis buku Pertempuran Surabaya.
Ketika pihak Sekutu mulai membombardir kota Surabaya pada 10 November 1945, melalui radionya, Bung Tomo terus menerus menyeru bahwa ini perang suci.
Berikut secuplik siaran Bung Tomo pada 10 November 1945, sebagaimana disarikan dari Pertempuran Surabaya…
“Saudara-saudara… banyak teman kita yang telah gugur. Tetapi percayalah! Mereka ini, daging darah, tulang-tulang mereka ini akan menjadi rabuk dari suatu negara merdeka di kelak kemudian hari.
Saudara-saudara…kemakmuran dan keadilan yang merata akan menjadi bagian anak-anak mereka di kelak kemudian hari.
Maka, saudara-saudara… teruskan perjuangan! Kita mati, kita lenyap dari dunia ini, tetapi masa depan akan penuh dengan kemakmuran dan keadilan.
Saudara-saudara… marilah, kemenangan pasti akan di pihak kita. Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar! Merdekaaaa!!!”
Di lain waktu, untuk memberikan kekuatan batin, melalui siarannya dari Radio Pemberontakan di Jalan Mawar 10 Surabaya, Bung Tomo meminta para ulama untuk berdoa.
Gara-gara mendengar siaran radio Bung Tomo itu, di sejumlah tempat digelar ritual-ritual sakral. Bahkan di Blauran Gang V, disediakan “sesuatu” yang dipercaya membuat kebal.
Rakyat juga menyediakan makanan dan air di tiap pintu rumah karena mendengar seruan Bung Tomo.
Di kemudian hari, ketika perang usai Bung Tomo pernah menjabat Pemimpin Redaksi Kantor Berita Antara di Surabaya.
Namun apa hendak dikata, karena mengkritik pemerintah, dia sempat pula mendekam dalam penjara Orde Soeharto.
Kembali ke pertempuran Surabaya. Berhari-hari Sekutu tak henti membombardir Surabaya. Namun, arek Suroboyo pantang menyerah.
Karena sudah tak aman lagi, Bung Tomo pindah ke Malang. Dari sana, dia tetap mengudara menyuarakan pekik merdeka! Selain dari Malang, radio ini juga mengudara dari Bangil. Penyiarnya seorang perempuan bernama K’Tut Tantri.
Siaran Radio Pemberontakan dengan mudah dikenali. Cirinya, lagu pembukaannya: The Tiger Shark. Berikut lagu The Tiger Shark.

https://youtu.be/Ns8BhkVa0SM?si=VbOBjpLBf7bO00TH. (PAR/nng).