꧌ꦱꦼꦩꦔꦠ꧀꧍ Semangat Lestarikan Budaya Dan Mitigasi Budaya

Aksara Budaya

Rajapatni.com: SURABAYA – Disadari bahwa ꧌ꦧꦸꦢꦪ꧍ budaya adalah identitas bangsa karena budaya menjadi ciri khas, yang ꧌ꦩꦼꦩ꧀ꦧꦺꦝꦏꦤ꧀꧍ membedakan suatu bangsa dari bangsa lain, mencerminkan cara hidup, nilai-nilai, dan pola pikir masyarakat, serta ꧌ꦧꦼꦂꦥ꦳ꦸꦔ꧀ꦰꦶ꧍ berfungsi sebagai pemersatu, perekat sosial, dan penjaga jati diri bangsa, yang diwariskan dari generasi ke ꧌ꦒꦼꦤꦼꦫꦱꦶ꧍ generasi.

Unsur unsur seperti bahasa, aksara, manuskrip, ꧌ꦄꦝꦠ꧀ꦅꦱ꧀ꦠꦶꦪꦝꦠ꧀꧍ adat istiadat, seni, dan tradisi merupakan manifestasi budaya, yang membentuk karakter bangsa. ꧌ꦄꦏ꧀ꦱꦫꦗꦮ꧍Aksara Jawa, Aksara Bali, Aksara Pegon, Aksara Sunda, Aksara Lontara dan Aksara Batak adalah milik ꧌ꦤꦸꦱꦤ꧀ꦠꦫ꧍ Nusantara (Indonesia), bukanlah milik bangsa lain.

Jika kita perhatikan, ꧌ꦄꦏ꧀ꦱꦫꦭꦠꦶꦤ꧀꧍  Aksara Latin yang berasal dari bangsa Latin (Romawi kuno), yang mengadaptasinya dari ꧌ꦄꦭ꧀ꦥ꦳ꦧꦺꦠꦾꦸꦤꦤꦶ꧍ alfabet Yunani Barat pada abad ke-7, secara umum menjadi milik ꧌ꦧꦔ꧀ꦰꦌꦫꦺꦴꦥ꧍  bangsa Eropa, yang selanjutnya menjadi dasar bagi banyak bahasa modern di dunia, termasuk ꧌ꦅꦟ꧀ꦛꦺꦴꦤꦺꦱꦾ꧍ Indonesia.

 

Mitigasi Budaya

Akibatnya, di ꧌ꦅꦟ꧀ꦛꦺꦴꦤꦺꦱꦾ꧍ Indonesia aksara tradisional Nusantara menjadi tergeser dan jarang atau tidak digunakan. ꧌ꦕꦼꦥꦠ꧀꧍ Cepat atau lambat jika tidak ada mitigasi budaya, aksara Nusantara bisa punah karena hilangnya pengguna aksara. ꧌ꦏꦉꦤꦚ꧍ Karenanya sangat dibutuhkan adanya komitmen kolektif untuk menghidupkan aksara di ruang publik termasuk di dunia ꧌ꦝꦶꦒꦶꦠꦭ꧀꧍ digital.

Kreativitas dari digitalisasi ꧌ꦄꦏ꧀ꦱꦫꦗꦮ꧍ aksara Jawa. Foto: nng

Melalui program digitalisasi dan ꧌ꦥꦼꦔꦼꦩ꧀ꦧꦔꦤ꧀꧍ pengembangan standar Unicode untuk aksara daerah, maka keberadaannya akan dapat ꧌ꦝꦶꦄꦧꦝꦶꦏꦤ꧀꧍ diabadikan dan diakses secara digital dalam skala yang luas.

Untuk itu perlu ꧌ꦥꦼꦔꦼꦤꦭꦤ꧀꧍ pengenalan aksara daerah melalui apapun cara yang bisa dilakukan oleh siapapun baik individu ꧌ꦩꦲꦸꦥꦸꦤ꧀꧍ maupun kelompok (komunitas).

Komunitas aksara Jawa Surabaya, ꧌ꦥꦸꦫꦷꦄꦏ꧀ꦱꦫꦫꦴꦗꦥꦠ꧀ꦤꦷ꧍ Puri Aksara Rajapatni Surabaya, berkomitmen melestarikan aksara Jawa, yang salah satunya dengan cara ꧌ꦩꦼꦚꦼꦊꦔ꧀ꦒꦫꦏꦤ꧀꧍ menyelenggarakan kegiatan Sinau Aksara Jawa, sebuah pembelajaran dalam mengenal ꧌ꦄꦏ꧀ꦱꦫꦗꦮ꧍ aksara Jawa.

Dalam ꧌ꦏꦼꦒꦶꦪꦠꦤ꧀꧍ kegiatan ini, metode bermain aksara daerah secara digital digunakan. Permainan ini bagai ꧌ꦥꦼꦂꦩꦲꦶꦤꦤ꧀꧍ permainan kata scrable. Yaitu menyusun aksara menjadi sebuah kata berdasarkan gambar. Misalnya ada gambar bebek, lalu ꧌ꦥꦼꦩ꧀ꦧꦼꦭꦗꦂ꧍ pembelajar aksara diminta untuk menyusun kata dengan aksara Jawa yang telah tersedia. Jika aksara aksara Jawa tersusun dengan benar, maka secara otomatis permainan ꧌ꦩꦼꦩ꧀ꦧꦼꦫꦶꦏꦤ꧀꧍ memberikan petunjuk, yang merespon apakah jawaban benar atau salah.

Permainan ini ꧌ꦩꦼꦚꦼꦤꦔ꧀ꦏꦤ꧀꧍ menyenangkan dan pembelajar akan terbiasa mengenal aksara, baik dalam bentuk Nglegena (20 huruf dasar jawa) berikut pasangan dan ꧌ꦱꦟ꧀ꦝꦔꦤ꧀꧍ sandhangan. Namun demikian dalam pembelajaran yang diterapkan oleh Puri Aksara Rajapatni juga ꧌ꦩꦼꦩ꧀ꦧꦶꦪꦱꦏꦤ꧀꧍ membiasakan pembelajar menulis secara ꧌ꦩꦤꦸꦮꦭ꧀꧍ manual.

 

꧌ꦏꦿꦺꦪꦠꦶꦮ꦳ꦶꦠꦱ꧀꧍ Kreativitas Budaya

Dalam balutan ꧌ꦧꦸꦱꦤꦝꦲꦺꦫꦃ꧍busana daerah dalam kelas Aksara Jawa. Foto: nng

Sementara itu bagi sebagian pembelajar, kelas Sinau Aksara Jawa ini menjadi sebuah panggung ꧌ꦌꦝꦸꦏꦠꦶꦥ꦳꧀꧍  edukatif dalam mengenalkan tradisi Jawa lainnya. Misalnya mengenakan busana Jawa dan mengekspresikan kreativitas dalam berkarya ꧌ꦱꦼꦤꦶꦗꦮ꧍ seni Jawa.

꧌ꦅꦠꦯꦹꦫꦗꦪ꧍ Ita Surojoyo (kiri) dan Tommy (kanan) dalam kelas Sinau Aksara Jawa. Foto: nng

Ita Surojoyo, ꧌ꦥꦼꦔꦗꦂ꧍ pengajar volunteer aksara Jawa dan ꧌ꦤꦺꦴꦮ꦳ꦶꦠ꧍ Novita, sekretaris Rajapatni mengenakan busana kebaya Jawa. ꧌ꦱꦼꦩꦼꦤ꧀ꦠꦫ꧍ Sementara Tommy, salah satu peserta, mengenakan udeng hasil karyanya. Tommy mengatakan ꧌ꦧꦲ꧀ꦮ꧍ bahwa bentuk udeng karyanya memiliki filosofi metafora ayam jago Sawunggaling, yang menggambarkan ꧌ꦏꦫꦏ꧀ꦠꦼꦂ꧍ karakter arek Suroboyo, yang pemberani, tegas, kuat, lugas, bersahaja dan rela ꧌ꦧꦼꦂꦑꦺꦴꦂꦧꦤ꧀꧍ berkorban menjaga wilayah teritorinya.

꧌ꦠꦺꦴꦩ꧀ꦩꦶ꧍ Tommy dengan udeng karya seninya dalam kelas Sinau ꧌ꦄꦏ꧀ꦱꦫꦗꦮ꧍ Aksara Jawa. Foto: nng

“꧌ꦈꦝꦼꦁ꧍ Udeng ini merupakan udeng kreasi modern, yang memiliki ciri khas khusus. Sekilas mirip udeng Bali. ꧌ꦤꦩꦸꦤ꧀꧍ Namun sesungguhnya udeng ini terkreasi dengan spirit Majapahit di kota surabaya. Hal ꧌ꦏ꦳ꦸꦱꦸꦱ꧀꧍ khusus yang membedakan dengan udeng pada umumnya adalah bahwa bentuk dasar udeng ini berasal dari ꧌ꦊꦩ꧀ꦧꦂ꧍ lembar kain panjang, bukan segi empat atau kain segitiga lazimnya udeng Jawa, ꧌ꦧꦭꦶ꧍ Bali dan Pasundan”, terang Tommy.

Udeng merupakan ꧌ꦱꦭꦃꦱꦠꦸ꧍ salah satu budaya yang telah ꧌ꦩꦼꦊꦏꦠ꧀꧍ melekat pada masyarakat, khususnya Jawa, Bali dan Sunda. Udeng bisa menjadi perangkat busana sehari hari yang tergantung apakah itu sudah ꧌ꦩꦼꦚ꧀ꦗꦝꦶ꧍ menjadi kebiasaan masyarakat seperti halnya masyarakat mengenakan baju, celana, sarung dan sebagainya ꧌ꦱꦼꦥꦼꦂꦡꦶ꧍ seperti blangkon.

“Alhamdulillah. udeng ꧌ꦲꦱꦶꦭ꧀꧍ hasil kreasi saya ini telah ꧌ꦩꦼꦟ꧀ꦝꦥꦠ꧀ꦏꦤ꧀꧍ mendapatkan sertifikat Haki dari Kemenkumham ꧌ꦥꦝ꧍  pada tahun 2019, pak”, pungkas Tommy. (PAR/nng)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *