Puri Aksara Rajapatni Segera Usulkan Upaya Pelestarian Sejarah Klasik Surabaya ke MATRA.

Sejarah Budaya

Rajapatni.com: SURABAYA – MATRA (Masyarakat Adat Tradisional Nusantara) mendorong agar sebagai warga negara tidak melupakan budaya lokal sebagai aset dan identitas bangsa. Pesan itu disampaikan ketika Sri Paduka Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo (KGPAA) Mangku Alam II Yogyakarta berkunjung ke Surabaya dan bertemu komunitas aksara Jawa, Puri Aksara Rajapatni, pada Jumat malam (10/10/25).

Dari pertemuan tidak formal itu, lantas Puri Aksara Rajapatni membuka buka kembali dokumen lama, yang pernah ditulis dari hasil penelusuran yang dilakukan beberapa tahun lalu. Berdasarkan dokumen dan didukung pelacakan terbaru pada object object yang ada, maka disusunlah menjadi bahan yang siap dimanfaatkan untuk tujuan tujuan yang pendidikan, kebudayaan dan pariwisata.

Salah satu Regol di Pesarean Para Bupati Surabaya di Botoputih Pegirian. Foto: ist

Selama ini aset dan sumber otentik itu belumlah dimanfaatkan dengan maksimal sebagai daya tarik wisata, budaya maupun pendidikan. Kerenanya Puri Aksara Rajapatni akan segera membuat konsep wisata sejarah klasik Surabaya sebagai cara untuk menjaga ingatan kolektif tentang pernah adanya sistem pemerintahan tradisional dan lokal di Surabaya. Sistem pemerintahan tradisional adalah sistem pemerintahan dimana adipati atau bupati sebagai pimpinan lokal.

Kediaman Bupati Surapringga di Kebon Rojo Surabaya. Foto: ist

Sistem pemerintahan tradisional itu merujuk pada sistem pemerintahan pra-kolonial di mana pemimpin lokal seperti bupati atau adipati masih bertanggung jawab atas wilayahnya.

Dalam sistem modern, bupati dan gubernur masih memegang peran penting sebagai kepala daerah yang memimpin penyelenggaraan pemerintahan di tingkat kabupaten dan provinsi.

Surabaya memang tidak lagi menganut sistem pemerintahan tradisional, tapi bukan berarti kita melupakannya. Masih ada jejak jejak monarki di Surabaya.

Sejalan dengan upaya menjaga ingatan dan menghargai peninggalan peradaban Surabaya masa lalu serta apalagi menyongsong lahirnya Perda Pemajuan Kebudayaan, Kejuangan dan Kepahlawanan Surabaya, Puri Aksara Rajapatni menyambut dorongan MATRA untuk menjaga sejarah Surabaya.

Tim Puri Aksara Rajapatni bersama KGPAA Mangku Alam II. Foto: par

“Kami akan sampaikan dan usulkan kepada Gusti Pangeran Adipati Aryo (KGPAA) Mangku Alam II dan MATRA sebagai upaya bersama menjaga nilai nilai budaya dan sejarah bangsa, yang tertoreh di Surabaya. Masih ada kok trah keluarga Adipati dan Bupati Surabaya, yang masih melestarikan tradisi dan adat keluarga Kekratonan pada hari Rabu bulan tertentu”, beber A. Hermas Thony selaku pengusul Raperda Pemajuan Kebudayaan, Kejuangan dan Kepahlawanan Surabaya.

Adat “Reboan”, yang secara spesifik itu merujuk pada acara tradisi Ruwah Ngaturi, yang diadakan di Pesarean Sentono Botoputih, Surabaya, setiap bulan Ruwah (atau Sya’ban) menjelang bulan puasa.

Acara ini bertujuan untuk mendoakan para leluhur para bupati Surabaya. Tradisi ini juga termasuk ziarah, tahlil, dan doa bersama serta silaturahmi.

“Semakin modern kita ini, semakin cenderung kita lupa dengan kehidupan tradisional. Semoga dengan hadirnya Perda Pemajuan Kebudayaan, Kejuangan dan Kepahlawanan Surabaya akan ada upaya kembali terhadap pelestarian nilai nilai kebudayaan”, kata Thony.

Karenanya pihaknya tengah mempersiapkan sebuah proposal demi pelestarian nilai nilai budaya di Surabaya.

“Ini hasil dari kegiatan akademis dan praktis yang kami lakukan”, pungkas Thony.(PAR/nng).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *