Pengaruh Ratu di Surabaya 

Aksara:

Rajapatni.com: SURABAYA – ꦏ꧀ĕꦫ꧀ꦠꦶꦤꦶꦁꦥꦤ꧀ꦝꦶꦠꦮꦶꦤꦪꦁꦆꦁꦫꦠꦸ “Kĕrtining paṇḍita winayang ing ratu” adalah bunyi sengkalan lamba beraksara Jawa pada Gapura Munggah di Komplek Sunan Ampel Surabaya.

Inskripsi ini langka dan tertulis di tempat yang terhormat, menandai satu penanggalan penting dalam sejarah peradaban Surabaya. Sengkalan yang berangka tahun 4761 Saka, yang jika dibaca terbalik (1674) itu relevan dengan (1674 + 78) 1752 M, yang berarti sezaman dengan masa akhir pemerintahan Pakubuwana II di Surakarta (1745—1749).

Gapura kuno ini mengandung inskripsi dan gambar Rempah rempah. Foto: doc par

Kĕrtining paṇḍita winayang ing ratu”, yang menurut Filolog Abimardha Kurniawan dari FIB Unair, berarti “perilaku pendeta dibayang-bayangi oleh raja”.

Perilaku pendeta, yang “dibayangi oleh raja” dalam konteks sejarah atau sastra seringkali menunjukkan ketergantungan dan kurangnya otonomi pendeta terhadap kekuasaan penguasa yang lebih besar.

Sengkalan lamba pada blandar Gapura Munggah. Foto: doc par

Hal ini bisa berarti pendeta tidak atau kurang memiliki kebebasan dalam menjalankan tugas keagamaannya karena tekanan atau pengaruh politik dari raja. Bisa juga berarti pendeta harus menyesuaikan ajaran atau tindakannya agar sesuai dengan keinginan raja, bahkan jika itu bertentangan dengan nilai-nilai agama dan otoritas penguasa yang lebih besar.

Bisa jadi ketika gapura berbentuk paduraksa itu dibangun juga menyisipkan pesan kebijakan penguasa Ampel Denta yang diduga masih berada dibawah pengaruh penguasa besar. Yaitu Raja, yang kala itu di zaman Sunan Ampel berkuasa sebagai pemimpin masyarakat selain sebagai pemimpin agama dan saudagar.

Dalam buku “Bangsawan Jawa, sebuah Ras Bupati”, karangan (alm) M. Chotib mengatakan bahwa Sunan Ampel adalah bupati (pemimpin) pertama Surabaya, yang diduga dalam menjalankan kebijakannya masih dipengaruhi oleh Ratu, yang juga diduga adalah penguasa Majapahit atau dalam pergantian zaman kebijakan di Ampel Surabaya dipengaruhi oleh kebijakan Raja berikutnya. Yaitu Raja Mataram karena Surabaya setelah 1625 dipengaruhi oleh / di bawah kekuasaan Mataram.

Inskripsi pada blandar Gapura Munggah ini sangat sederhana, tapi jangan sampai terabaikan karena kesederhanaan itu. Ini catatan langka yang pernah ada di Surabaya. (PAR/nng)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *