Pembiasaan (Ngusumke) Berbahasa Jawa Dalam Program Kamis Mlipis.

Bahasa

Rajapatni.com: SURABAYA – Perkembangan zaman berdampak pada perubahan bahasa, khususnya Bahasa Jawa, sebagai alat komunikasi dalam kehidupan sehari hari. Pengaruh bahasa Indonesia dan bahasa asing, terutama Inggris, semakin terasa dalam bahasa Jawa modern. Ini terlihat dari banyaknya kosakata serapan.

Selain itu, perubahan sosial, teknologi, dan globalisasi juga turut mempengaruhi cara masyarakat Jawa berkomunikasi dan menggunakan bahasa mereka.

Belum lagi bahasa bahasa prokem. Prokem dalam bahasa gaul merujuk pada bahasa yang digunakan oleh kelompok tertentu, terutama remaja, sebagai bahasa informal atau bahasa sandi.

Itu semua telah membawa dampak pada penggunaan bahasa Jawa, yang akhirnya lambat laun dari waktu ke waktu, masyarakat lupa akan bahasa Jawanya, bahasa ibu.

 

Peran Sekolah

Lembaga sekolah memiliki peran penting dalam menjaga bahasa daerah sebagai bahasa ibu. Di Surabaya bahasa ibu adalah bahasa Jawa sebagai bahasa daerah mayoritas. Kerenanya muncul kebijakan wajib berbahasa Jawa di sekolah tingkat SD dan SMP dalam program “Kamis Mlipis”.

Ini dianggap bahwa sekolah dapat menjadi wadah strategis untuk melestarikan bahasa daerah melalui berbagai kegiatan pembelajaran dan interaksi sosial di lingkungan sekolah.

Kebijakan wajib berbahasa Jawa ini adalah upaya revitalisasi Bahasa Jawa. Mengingat keadaan bahasa Jawa dengan segala pengaruhnya itu, maka perlu upaya mitigasi bahasa Jawa. Yaitu melalui program Kamis Mlipis.

Revitalisasi bahasa Jawa di Surabaya, seperti juga di daerah lain, penting untuk melestarikan warisan budaya dan identitas lokal yang terkandung dalam bahasa tersebut.

Bahasa Jawa tidak hanya sekedar alat komunikasi, tetapi juga membawa nilai-nilai moral, sopan santun, dan cara berpikir khas masyarakat Jawa. Selain itu, revitalisasi juga bertujuan untuk mencegah bahasa Jawa dari kepunahan akibat dominasi bahasa lain, terutama bahasa Indonesia dan bahasa asing serta bahasa prokem.

Dalam program Kamis Mlipis ini tidak hanya siswa, yang diwajibkan berbahasa Jawa. Tetapi tenaga guru dan masyarakat sekolah juga harus berbahasa Jawa. Bahkan orang tua, yang datang mengantar dan menjemput anak anaknya, bisa turut andil mengajak anak anaknya berbahasa Jawa.

Pemberlakuan wajib berbahasa Jawa ini menjadi tanggung jawab bersama baik itu sekolah, lingkungan dan keluarga. Karenanya pembiasaan (ngusumke) berbahasa Jawa ini hendaknya tidak hanya di sekolah.

Wajib berbahasa Jawa di sekolah hanya pintu pembuka pembiasaan. Kebiasaan selanjutnya harus dilakukan di lingkungan dimana anak anak berada: selain di sekolah, juga di lingkungan dan di dalam keluarga.

 

Ragam Bahasa

Karena bahasa Jawa ini memiliki tingkat dan derajat kesopanan secara sosiolinguistik, maka siswa diperbolehkan menggunakan ragam bahasa Jawa yang mereka kuasai, baik Ngoko, Krama Madya, maupun Krama Inggil, sesuai dengan kemampuan masing-masing.

Namun dengan melalui pembiasaan yang ada, diharapkan mereka secara sosial dan budaya akan mengerti mengapa memakai Ngoko, Krama Madya dan Krama Inggil. Untuk itu harus ada pula kelas kelas pembelajaran tentang sopan santun dan unggah ungguh dengan harapan ada penjelasan penjelasan mengenai kesopanan.

 

Berbahasa Jawa Yang Menyenangkan

Lomba lomba akan membuat belajar menyenangkan. Foto: ist

Agar pembiasaan ini terarah maka diperlukan adanya modul modul ajar budaya Jawa baik itu bahasa Jawa maupun Aksara Jawa serta lainnya yang dianggap bisa memberikan arahan tentang pelestarian budaya Jawa.

Karenanya pembelajaran dan upaya pembiasaan harus menyenangkan agar siswa tidak merasa ada “paksaan” dalam wajib berbahasa Jawa. Oleh karena itu, perlu ada kegiatan pendukung.

Kegiatan pendukung ini bisa berupa lomba-lomba terkait bahasa dan budaya Jawa seperti menulis cerpen, mendongeng, menulis aksara Jawa, dan lain-lain. Lomba bisa diadakan oleh internal sekolah masing masing dan juga bisa diadakan antar sekolah oleh dinas terkait.

Ini secara umum menjadi implementasi Pemajuan Kebudayaan sesuai dengan Undang-undang 5/2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, yang dibawahnya sebagai turunan akan ada Perda Pemajuan Kebudayaan, Kejuangan dan Kepahlawanan Surabaya. (PAR/nng)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *