Mengenal Masjid Kemayoran Surabaya Melalui Lomba Menulis Aksara Jawa.

Aksara

Rajapatni.com: SURABAYA – Tidak banyak prasasti ditemukan di Surabaya. Bahkan hampir jarang ditemukan. Tapi bukan berarti tidak ada. Setidaknya di Surabaya ada Prasasti yang masih in situ. Bahannya terbuat dari kayu dan logam. Bahan kayu ada di kawasan Ampel. Sedangkan bahan logam ada di masjid Kemayoran.

A Hermas Thony (kiri) tokoh penggerak budaya Surabaya dan inisiator Raperda Pemajuan Kebudayaan dan Muhammad Choiri, ahli Nahsab dari NU Surabaya (kanan) melihat keberadaan prasasti di masjid Kemayoran. Foto: nng

Khususnya Prasasti Kemayoran ini, ukurannya lumayan besar. Panjang hampir mencapai 2 meter dan lebar 80 cm. Terbuat dari logam tembaga. Prasasti ini menceritakan tentang pendirian masjid pada tahun 1848, yang merupakan pemberian dari pemerintah (Hindia Belanda) ke bangsa umat Islam di Surabaya.

Tata ruang di lingkungan Masjid Kemayoran Surabaya. Ada masjid, kampung Kauman, alun alun dan rumah Bupati Surabaya. Foto: ist

Pada peta Surabaya tahun 1940-an, di lingkungan masjid tampak terdiri dari kampung Kemayoran Kauman, Masjid, alun alun dan rumah Bupati (kantor kabupaten). Bahkan jejaknya masih bisa diamati hingga sekarang.

Prasasti, yang berfungsi sebagai dokumen resmi ini, dikeluarkan oleh penguasa pada suatu zaman. Prasasti sendiri sebetulnya piagam atau dokumen yang ditulis pada bahan yang keras dan tahan lama, seperti batu, logam, atau bahan lain yang awet. Prasasti umumnya berisi informasi sejarah, keagamaan, atau catatan penting lainnya yang ditulis atau diukir pada permukaan. Seperti halnya dengan Prasasti Masjid Kemayoran Surabaya.

Mengingat prasasti, yang berfungsi sebagai dokumen resmi, maka keberadaan prasasti ini sangat penting bagi keberadaan bangunan Masjid Kemayoran. Prasasti ini menjadi bukti otentik dan mengandung sumber informasi penting bagi masjid untuk generasi sekarang dan mendatang.

 

Penggalan aksara bergaris bawah merah adalah bukti yang menyatakan pemberian dari pemerintah yang berkuasa tempo dulu. Foto: nng

Berdasarkan isi prasasti Kemayoran, bahwa prasasti ini berbunyi “Punika sih p‌ĕparingipun Kangj‌ĕng Gup‌ĕrn‌ĕmen‌ dhumat‌ĕng sa rupining bangsa Islam‌” (Ini adalah benar benar pemberian Tuan pemerintah kepada segenap umat Islam), maka prasasti ini bisa sebagai bukti resmi tertulis yang dibuat oleh penguasa (pemerintah) kala itu.

Jika ditilik lebih detail dan menyimak penggunaan kata kata yang ada, misalnya kata “punika”. Kata ini merujuk pada Masjid, Yakni masjid Raudlotul Musyawarah, masjid besar umat Islam di wilayah Kemayoran, Surapringga (Surabaya)

Sementara kata “sih” adalah penekanan seperti halnya pada kalimat “ini sih punya saya. Bukan punyamu”.

Kata “sih” dalam bahasa Jawa lebih sering digunakan sebagai artikel penegas atau imbuhan yang bisa mengubah makna kalimat secara halus.

“p‌ĕparingipun”, yang berarti pemberian, adalah hibah.

“Gubernemen”, yang berarti pemerintah, adalah mengacu pada pemerintah Hindia Belanda saat itu.

Dari pengamatan isi, prasasti Kemayoran menjadi jimat atau pusaka bagi umat Islam, utamanya yang memakmurkan masjid. Dari pentingnya Prasasti Masjid Kemayoran sebagai bukti otentik dan resmi, maka prasasti ini menjadi sebuah legitimasi keberadaan masjid buat umat Islam (kepengurusan) agar dimanfaatkan oleh umat Islam di Surapringga (nama lama Surabaya) dari dulu hingga sekarang dan mendatang.

Prasasti memiliki peran penting dalam merekonstruksi sejarah, menunjukkan otoritas penguasa, dan menjadi bukti keberadaan suatu peristiwa.

Dalam rangka memperkenalkan keberadaan prasasti yang mengandung nilai sejarah bagi kota Surabaya, sebuah lomba terkait dengan keaksaraan diinisiasi untuk digelar dalam menyambut Hari Aksara Internasional 2025.

Lomba ini khusus untuk anak anak sekolah tingkat SD dan SMP. Bentuknya adalah menyalin teks beraksara Jawa menjadi tulisan indah pada selembar kertas dengan bingkai yang akan disediakan oleh panitia lomba.

Tujuannya mengajak generasi muda mengenal aksara Jawa dan sejarah masjid Kemayoran Surabaya yang sejarah singkat pembangunannya ditulis dalam aksara Jawa. Hingga sekarang prasasti masjid Kemayoran masih tertempel pada tembok dalam masjid. (PAR/nng).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *