Makam Kuno Leran (Gresik) Jadi Perhatian IHH Untuk Perkuat Identitas Sejarah Islam.

Sejarah Budaya.

Rajapatni.com: SURABAYA – Jawa Timur adalah hamparan permadani Peradaban Nusantara karena kekayaan sejarah dan budayanya yang luar biasa. Jawa Timur telah memainkan peran sentral dalam sejarah Indonesia, menjadi pusat bangkit dan runtuhnya beberapa kerajaan terbesar dan paling berpengaruh di Nusantara.

Makam Leran di kabupaten Gresik adalah salah satu bukti peradaban itu. Makam Leran adalah kompleks pemakaman kuno di Gresik, yang terkenal sebagai situs bukti awal masuknya Islam di Nusantara, terutama karena adanya nisan Fatimah binti Maimun dari tahun 1101 Masehi (495 Hijriyah).

Makam Leran di Gresik. Foto:ist

Nisan ini dianggap sebagai nisan Muslim tertua, yang ditemukan di Indonesia dan menjadi salah satu bukti fisik tertua tentang keberadaan komunitas Muslim di wilayah tersebut pada abad ke-11 Masehi.

Para Sejarawan dan Arkeolog Belanda kala itu, seperti J.P. Moquette dan Christiaan Snouck Hurgronje. telah menyinggung Makam Leran. Pun demikian dengan peneli Muhammad Yamin, sejarawan nasional Indonesia, yang juga urun rembug penelitian dan menyimpulkan bahwa angka tahun dalam prasasti nisan tersebut adalah abad 11 Masehi, yang sekaligus mengukuhkan usianya sebagai yang tertua yang diketahui pada saat itu.

Situs ini merupakan peninggalan bersejarah penting, yang menjadi cagar budaya. Tidak hanya nisan berangka, tetapi juga berupa bangunan cungkup dari batu putih, yang umum ditemukan di kawasan pesisir Utara Jawa.

 

Perhatian Indonesian Hidden Heritage (IHH)

Indonesian Hidden Heritage (IHH) bertemu stakeholder Gresik. Foto: ihh

Keberadaan makam di desa Leran ini menjadi perhatian Indonesian Hidden Heritage (IHH), yang berpusat di Jakarta. Nova F. Lestari, Direktur Eksekutif IHH dalam kesempatan mampir ke Surabaya dan bertemu Puri Aksara Rajapatni mengatakan bahwa IHH terdorong untuk upaya pengembangan dan pemanfaatan Makam Siti Fatimah Binti Maimun serta lingkungan Desa Leran sebagai rintisan destinasi wisata maritime heritage yang berkelanjutan.

Hal ini layak karena nilai sejarahnya yang luar biasa sebagai bukti arkeologis tertua masuknya Islam di Nusantara dan potensi keterlibatan masyarakat lokal dalam pengelolaannya.

Direktur Eksekutif IHH Nova F Lestari di depan audience stakeholder Gresik. Foto: ihh

“Melalui program Museum for Local Economic Development and Social Changes” bersama Museum Bahari Jakarta dan mitra lintas sektor, IHH, berkomitmen untuk memperkuat identitas sejarah Islam dan jalur perdagangan maritim, memberdayakan masyarakat lokal melalui kolaborasi dan kontribusi nyata, serta menghadirkan dukungan strategis yang mampu menghubungkan Desa Leran dengan jejaring nasional maupun internasional demi tercapainya manfaat sosial, budaya, dan ekonomi jangka panjang”, terang Nova F. Lestari di sebuah cafe di kawasan Kota Lama Surabaya pada Rabu (24/12/25).

 

Inisiasi Hebat

Salman dan Ary di depan situs Makam Leran. Foto: ihh

Sebuah inisiasi hebat tentang pemanfaatan dan pengembangan Makam Leran ini adalah awal baik dalam rangka pengembangan yang terstruktur dan terencana dalam waktu jangka panjang dengan pelibatan kelompok kelompok masyarakat setempat.

Masyarakat setempat adalah penjaga asli pengetahuan, cerita lisan, dan tradisi yang terkait dengan situs sejarah tersebut. Keterlibatan mereka memastikan bahwa warisan ini dilestarikan secara akurat dan otentik, tidak hanya sebagai monumen fisik, tetapi juga sebagai budaya hidup (living culture).

Ketika masyarakat ikut merasa memiliki (sense of belonging) proyek pengembangan, mereka akan cenderung lebih peduli dan proaktif dalam menjaga serta melestarikan situs sejarah tersebut. Rasa kepemilikan ini menciptakan keberlanjutan jangka panjang, yang lebih efektif daripada hanya mengandalkan intervensi eksternal.

Temu komunitas IHH – Puri Aksara Rajapatni di Surabaya (24/12/25). Foto: par

Hal ini disadari oleh Nova F Lestari sebagaimana diungkapkan dalam pertemuan ngopi pagi di Kota Lama Surabaya pada Rabu (24/12/25). Hal ini diungkapkan Nova ketika bertemu dengan stakeholder setempat di Desa Leran Gresik. Karenanya beragam sudut pandang (perbedaan) komunitas ini menjadi kekayaan dalam pengembangan bersama untuk tujuan kebaikan bersama.

Apapun aral, yang melintang ini adalah tantangan, yang tidak boleh gentar dalam menghadapinya. Menurut Nanang Purwono dari Puri Aksara Rajapatni perbedaan pendapat ini karena belum terjadi kesamaan pendapat dan pandang. Karenanya sangat dibutuhkan media (alat) untuk membangun penyamaan persepsi.

“Penyamaan persepsi ini penting dalam suatu kegiatan dan harus ada langkah memulainya, meskipun kecil”, demikian dijelaskan Nanang Purwono.

“Iya langkah kecil, tapi harapan besar”, sambung Nova Lestari, yang didampingi Wulan dan Aryo tim IHH dari Jakarta.

Kedatangan Indonesia Hidden Heritage (IHH) ke Surabaya ini menjadi satu langkah dan upaya dalam membangun jejaring untuk visi nasional sebagai negara yang berharap menjadi Ibu kota Budaya Dunia. (PAR/nng).

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *