Sejarah
Rajapatni.com: SURABAYA – Belakangan ini beberapa edisi menulis tentang makam makam Eropa (Belanda). Ada catatan penting terkait dengan itu. Yaitu tentang sosok tokoh pejabat penting di Hindia Belanda, yang meninggal di Surabaya lalu dikuburkan di Surabaya juga. Namanya Peter Markus, meninggal pada 1844.

Menariknya ia baru dikubur di Pemakaman Eropa Peneleh pada 1847 setelah pembukaan makam pada 1 Desember 1847.
Kok Bisa? Bisa saja. Ini yang menarik.
Kisahnya, ditemukan penulis di artikel dari laman www.delpher.nl, yang memuat kliping surat kabar De Locomotief, yang terbit pada Senin, 8 Desember 1900. Judulnya “De overbrenging van het gebeenten van den Gouverneur-Generaal Mr. Pieter Merkus”, yang artinya “Pemindahan Tulang dari Gubernur Jenderal Tuan Pieter Merkus”.
Ketika penulis menemukan artikel itu, waktunya tepat pukul 02.00 WIB pada 23-02-23. Nomor indah. Kalau digabungkan jam dan tanggal menjadi 02230223.

Berikut Isi artikelnya yang, ditulis koresponden De Locomotief di Surabaya pada 1900.
Isi Artikel
Setelah lebih dari setengah abad yang lalu, ketika sebuah upacara yang paling mengesankan terjadi. Yaitu Pieter Merkus, diangkat sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda ke 47. Ia memerintah antara tahun 1841—1844. Pada tanggal 13 Februari 1843, ia menjalankan tugas ke wilayah Ujung Timur Jawa (Java Van den Oosthoek) dan dalam tugas dinasnya, ia meninggal pada 2 Agustus 1844.
Pieter Merkus ketika tiba di Surabaya sebetulnya sudah dalam keadaan sangat sakit. Awalnya ia berkunjung ke bagian timur Jawa, Banyuwangi dan selanjutnya pergi ke Surabaya. Di Surabaya ia tinggal di Huize van Simpang (kini Grahadi) dan meninggal di sana pada 2 Agustus 1844. Kematiannya disayangkan oleh banyak orang karena Pieter Merkus dikenal sebagai seorang Gubernur Jendral yang paling manusiawi dan saleh.
Pemakamannya dilakukan tiga belas hari kemudian. Karena ketika itu, dalam waktu yang singkat tidak mungkin melakukan persiapan persiapan pemakaman lebih cepat karena harus menunggu peti mati dengan desain khusus agar pantas untuk seorang gubernur jendral. Juga untuk proses pembalseman sebelum dimasukkan ke dalam peti mati yang terbuat dari besi.
Peti mati ini dibuat oleh satu satunya bengkel industri besi di Surabaya, milik Tuan F. Bayer. Sebetulnya pada saat itu juga ada industri besi lain tapi lebih fokus ke pembuatan artileri. Yaitu Artileri Constructie Winkel (ACW).
Pabrik besi milik Tuan Bayer, De Volharding, termasuk pabrik yang menyediakan barang dan onderdil untuk permesinan seperti untuk pabrik gula dan perbentengan. Kala itu di pertengahan abad 19.
Pabrik ini banyak menyerap tenaga kerja lokal. Mereka pun senang sehingga pabrik ini pernah mendapat penghargaan dari pemerintah. Dianugerahi Order of the Netherlands Lion oleh Koning Willem II, sebuah penghargaan yang memang pantas didapatkan.
Dimakamkan di Gereja
Dalam prosesi pemakaman, banyak orang menyaksikan iring iringan kemewahan. Banyak orang yang datang melihat prosesi ini dengan berdiri membentuk pagar betis di sepanjang jalan yang dilalui mulai dari Huize van Simpang (Grahadi) hingga ke pemakaman di kompleks Benteng Prins Hendrik (kini di sekitar jalan Benteng Surabaya).
Warga Surabaya, yang datang memberi penghormatan dengan berpakaian kebesarannya dan kedaerahannya sebagai orang Surabaya (pribumi). Rombongan jenazah berjalan mulai dari Simpang ke alun alun kecil di depan Benteng Prins Hendrik. Di sana ada gereja di mana Pieter Merkus akan dikuburkan.
Pieter Merkus dimakamkan di gereja karena lahan pemakaman yang layak sudah tidak ada. Tidak ada lagi ruang di pemakaman Eropa di Krembangan. Pada tahun itu 1844, pemakaman Krembangan sudah tidak bisa menampung orang mati. Tidak mungkin orang setingkat Gubernur Jendral disisipkan di pemakaman umum saat itu. Saat itu pemakaman Peneleh belum ada.
Pagi-pagi sekali prosesi pemakaman berangkat dan berjalan lambat tapi mewah sekali. Seluruh kekuatan garnisun, milisi angkatan laut berjalan mengiringi. Spanduk spanduk bela sungkawa menghiasi jalanan. Warnanya hitam simbol rasa berkabung. Dalam perjalanan diiringi oleh alunan musik duka yang dalam jarak beberapa meter di dentumkan meriam meriam hingga sampai gereja di depan Benteng.
Sebelum jasad sang Gubernur Jenderal dikebumikan, bunga bunga ditaburkan ke dalam tanah yang menganga. Baru setelah itu jasad diturunkan, karangan bunga menutupi kuburan. Di sekeliling kuburan dipasang pagar besi beraksen gothic. Saat itu, di sekitar pemakaman juga sudah ada dua nisan dan monumen dari kuburan Mayor Insinyur P.P.C. Ondaatje dan van den letnan laut kelas satu L.F. Van Hoogenhuyze. Yang terakhir ini tewas dalam ekspedisi Bali.
Disanalah di komplek Benteng Prins Hendrik, Gubernur Jenderal Pieter Merkus dimakamkan. Markus meninggal di usia 56 tahun.
Bongkar Kuburan
Di dunia ini memang tidak ada yang langgeng. Makam tempat beristirahat terakhir pun juga tidak langgeng. Pada masanya makam Pieter Merkus di Benteng ini juga harus digali kembali, tulang tulangnya dikumpulkan dan dipindahkan ke Peneleh, setelah kompleks makam Peneleh dibuka pada 1 Desember 1847.
Pada saat yang bersamaan, gereja dan Benteng harus dibongkar demi perkembangan Surabaya. Benteng, gereja dan alun alun dibongkar untuk pembangunan jalur kereta Gubeng-Kalimas Timur. Gubernur Jenderal Rochussen bertanggung jawab atas pembongkaran kuburan demi pembangunan.
(Tambahan dari penulis: Gubernur Jendral J.J. Rochussen adalah seorang Gubernur Jenderal, yang mewakili pemerintah Hindia Belanda meresmikan masjid Kemayoran yang dibangun pada kurun waktu 1848-1853. Ia atas nama pemerintah bersama Residen Surabaya Daniel. Francois Willem Pietermaat dan Bupati Surabaya Kromodjoyodirono).
Ketiga kuburan itu: Pieter Merkus, Mayor Insinyur P.P.C. Ondaatje dan van den letnan di laut kelas satu L.F. Van Hoogen Heyze dibongkar dan dipindahkan.
Pembongkaran makam Pieter Merkus cukup sulit. Karena peti mati telah dikemas begitu rapat. Didapati kotak kayu yang di dalamnya dilapisi timah juga sudah lapuk. Juga terdapat retakan pada lempeng timahnya. Tentu saja tidak mungkin memindahkan barang-barang dalam keadaan itu, karena estetika dan kesopanan masih dibutuhkan untuk menghormati Gubernur Jendral. Jika dibuat kotak mati yang baru maka butuh waktu dan ukuran peti mati yang baru dan harus berdimensi lebih besar.
Lalu ada sesuatu yang lain. Para petugas pembongkar makam tidak ada yang ragu dengan dua monumen (kuburan) lainnya, yang sudah ada di sana jauh sebelum Pieter Merkus dikubur.
Bagaimanapun dua set tulang (Pieter Merkus dan Van Hoogen Heyze) diangkat dan dipindahkan ke makam Peneleh. Sementata tulang belulang Ondaatje dipindahkan ke Krembangan.
Pieter Merkus dan Van Hoogen Huyz diberangkatkan ke Peneleh pada 1 Desember 1847 setelah peresmian pembukaan Makam Peneleh. Gubernur Jenderal Pieter Merkus menjadi orang pertama menempati Makam Belanda Peneleh.
(Catatan penulis: lokasi makam Pieter Merkus istimewa, persis di depan pintu besi komplek makam yang menghadap jalan Kerkof, sekarang jalan Makam Peneleh)
Iring-Iringan Pemindahan
Meski pun sudah berupa tulang belulang, prosesi pemindahannya diiringi dengan prosesi besar. Hadir dalam prosesi itu di antaranya pejabat Residen, Kolonel, Komandan Divisi dan Asisten Residen, Kepala Dewan Hindia Belanda, Staur, dua mobil jenazah. Satu mobil membawa peti mati Jenderal Merkus, dan yang kedua membawa perwira angkatan laut Van Hoogen Heyzo.
Iring-iringan ini dimulai dari Benteng yang melewati pemukiman militer di Kampemenstraat (sekarang KH Mas Mansyur), Pabean, Kembang Jepun, Jembatan Merah (menyeberangi Kalimas), lewat depan Kantor Residen, Willemskade (jalan Jembatan Merah), Gerbang Kota (pertigaan jalan Cendrawasih dan jalan Jembatan Merah), Sociéteit straat (Jalan Veteran), Taman Kota (Gedung BI), Pasar Besar, Jembatan Jagalan (menyeberang sungai) dan seterusnya sampai pemakaman Peneleh.

Sekitar pukul empat sore iring-iringan tulang sampai di Peneleh. Meski hanya tulang belulang yang diiring, tapi tidak menghilangkan rasa hormat kepada mendiang Gubernur Jenderal Pieter Merkus. Di sinilah kuburan baru Pieter Merkus berada. Kuburannya dikelilingi pagar besi bermotif gothic, yang pernah dipakai di pemakaman gereja di Benteng Prins Hendrik. Nisannya berupa plat besi berinskripsi yang berbunyi:
“Paduka Mr. Pieter Merkus, komandan orde Nederlandsche Leeuw, Ksatria Legiun Kehormatan Perancis, Gubernur Jendral Hindia Belanda, Panglima Angkatan Darat dan Angkatan Laut di sebelah timur Tanjung Harapan dan seterusnya, wafat di rumah Simpang tanggal 2 Agustus 1844″
Itulah kisah yang ditulis oleh koresponden De Locomotief (Semarang) pada 8 Desember 1900. (PAR/nng).
