Ketika Pertimbangan Teknis Mengalahkan Pertimbangan Historis… Maka Jadi Apalah Surabaya.

Sejarah

Rajapatni.com: SURABAYA – Pada 1975, ketika SK Walikotanya Surabaya nomor 64/WK/75 tanggal 18 Maret 1975 tentang penetapan 31 Mei 1293 sebagai Hari Jadi Kota Surabaya, disahkan setelah serangkaian rapat-rapat Panitia Khusus tentang Hari Jadi Kota Surabaya di DPRD Kotamadya Surabaya, tidak ada yang menyangkal kebenaran sumbernya. Hasil keputusan diterima sehingga sejak tahun 1975, hingga sekarang (2025), kita memperingati Hari Jadinya pada 31 Mei 1293.

Buku Hari Jadi Kota Surabaya. Foto: dok peibadi

Apalagi Tim peneliti HJKS terdiri dari para profesor dan tentara aktif, yang tentunya diakui kebenarannya. Kala itu, bisa jadi rakyat dianggap tidak mengerti sejarah. Maklum para peneliti adalah orang orang ahli.

Namun pada tahun 2010-an terdengar ada kontroversi di seputar proses penelitian. Kabar itu datangnya dari penulis senior dan sastrawan bahasa Jawa, yang juga pegawai Pemkot Surabaya bagian Humas, yaitu almarhum Suparto Brata. Kabar itu muncul ketika penulis mewawancarai Suparto Brata untuk program Sejarah dan Budaya Blakra’an.

 

Rapat Pansus HJKS Alot

“Justru kontroversi itu terjadi di kalangan peneliti Hari Jadi Kota Surabaya sendiri,” jelas Suparto Brata sambil tersenyum saat ditemui di rumahnya di kawasan Rungkut, Surabaya pada tahun 2010.

“Saya sebagai juru tulis, ya hanya mencatat saja hasil hasil keputusan rapat dan akhirnya jadilah buku yang berjudul “Hari Jadi Kota Surabaya, 682 Tahun Sura ing Baya. Tapi bukunya gak pernah beredar,” tambah Suparto Brata mengenang peristiwa itu.

Dari kontroversi itu, akhirnya keputusan ada di tangan Walikota, yang kemudian diajukan ke DPRD. Di DPRD ditangani oleh Pansus yang hingga rapat berkali kali, delapan kali, yang masing masing tanggal 8, 9,13, 16, 18, 30 Januari 1975, 3 dan 10 Februari 1975 (Hari Jadi Kota Surabaya 682 Sura ing Baya).

Dari serangkaian rapat rapat itu pemilihan merujuk pada 31 Mei 1293. Yang lucu dari latar belakang pertimbangan keputusan itu adalah bahwa bulan Mei tidak berhimpitan dengan tanggal 1 Januari sebagai Tahun Baru, tanggal 17 Agustus sebagai Hari Kemerdekaan dan 10 November sebagai Hari Pahlawan. Maka dipilihlah 31 Mei 1293 sebagai Hari Jadi Kota Surabaya.

 

Empat Alternatif

Kala itu ada empat alternatif. Yaitu pertama tanggal 31 Mei 1293, yang diajukan oleh tim peneliti yang terdiri dari Drs. Heru Sukadri, Kolonel Laut Dr. Sugiyarto dan Wiwiek Hidayat.

Alternatif kedua adalah tanggal 11 September 1294, yang diajukan oleh Prof. Koentjoro Poerbopranoto, SH. Ketiga adalah 7 Juli 1358, yang diajukan oleh Drs. Issatriyadi dan Sunarto Timur. Dan alternatif keempat adalah 4 November 1486, yang merupakan hasil penelitian Suroso, tapi diajukan oleh tim sebagai minderheidsnota karena dianggap terlalu muda.

Dari keempat alternatif itu, maka dipilih dan ditetapkan 31 Mei sebagai Hari Jadi Kota Surabaya oleh Pemkodya Surabaya, yang selanjutnya diserahkan ke DPRD Tingkat II Kotamadya Surabaya untuk dibahas oleh Pansus Hari Jadi Kota Surabaya. Akhirnya disimpulkan bahwa alasan pemilihan 31 Mei itu untuk menjaga interval peringatan Hari Hari besar di Surabaya.

Ada interval tiga bulanan agar tidak menyusahkan Pemerintah Kotamadya Surabaya sebagai pelaksana perayaan hari hari besar. Interval tiga bulanan itu adalah Januari – Mei – Agustus dan November. Januari adalah momen Tahun Baru, Mei sebagai Hari Jadi Kota Surabaya, Agustus sebagai Hari Pahlawan dan November adalah Hari Pahlawan.

Interval tiga bulanan ini sebagaimana pernah disampaikan oleh almarhum Suparto Brata (pegawai Humas Pemkot) kepada penulis ketika masih bertugas sebagai jurnalis televisi pada sekitar 2010. Hal ini juga pernah dikatakan oleh wartawan senior Yusri Raja Agam sebagai, yang kala itu sudah sempat mengikuti (meliput) tentang proses Hari Jadi Kota Surabaya.

Menurut almarhum Suparto Brata bahwa di antara opsi, yang sebetulnya ada yang lebih logis berdasarkan pertimbangan sejarah, tetapi opsi itu dapat dikalahkan dengan pertimbangan teknis pelaksanaan, yaitu agar tidak berdekatan dengan pelaksanaan peringatan hari hari besar yang sudah ada sebelumnya.

Hari yang logis berdasarkan sejarah adalah 7 Juli 1358, yaitu berdasarkan Prasasti Canggu yang menyebut nama Surabaya (Syurabhaya) sebagai Naditira Pradesa, desa di tepian sungai. Pada 2023 keberadaan Prasasti Canggu diketahui. Yaitu di Museum Nasional Indonesia di Jakarta.

Dari riwayat itu dapat diketahui bahwa penentuan Hari Jadi Kota Surabaya lebih mempertimbangkan alasan teknis ketimbang alasan historis untuk memudahkan pemerintah dalam pelaksanaannya.

“Ha ha ha akhirnya dipilih tanggal 31 Mei sebagai moment pengusiran Tartar dari Surabaya”, kata Suparto Brata kala itu kala itu (2010).

 

Peta Surabaya 1719

Peta tua Surabaya pada 1719 dimana belum ada sungai Jagir (pertatikan tanda silang) . Foto: kitlv.nl

Jika ditelusuri lebih lanjut maka akan diketahui bahwa kekalahan atau pengusiran Tartar dari bumi Jawa memang benar adanya.

Peta Surabaya dengan kali Surabaya yang menjulur ke Utara (bawah). Foto: kitlv.nl

Tapi apakah terusirnya Tartar dari bumi Jawa melalui Surabaya? Belum ada referensinya.

Buku “Hari Jadi Kota Surabaya, 682 Tahun Sura ing Baya” mengatakan bahwa pengusiran itu melalui sungai Jagir Surabaya, yang menjulur ke Timur. Padahal sungai itu belum ada di tahun 1293. Data ini bisa diamati dari peta Surabaya pada 1719.

Terlihat di Timur Wonokromo (kanan) pada 1719 belum ada kanal. Foto: kitlv.nl
Kanal sungai Jagir adalah kanal buatan tahun 1830-an. Foto: ist
Ketika penulis masih sebagai jurnalis televisi. Foto: dok pribadi

Sungai Jagir baru dibuat pada 1870-an sebagai upaya mengatasi Banjir di Surabaya. Kemudian kali itu dilengkapi dengan pintu air, yang bernama Bandjir Sluis (Pintu Air Banjir).

Peta proyek Banjir sungai Brantas. Foto: ist
Tampak kali Jagir yang terbentuk lurus adalah bukti kanal buatan. Foto: ist

Jika di musim hujan dengan debit air tinggi, maka pintunya dibuka agar air bisa dengan cepat terbuang ke laut. Sebaliknya jika musim kering, pintu air ditutup agar air masuk ke Surabaya untuk segala kebutuhan seperti irigasi dan pabrik pabrik gula.

Jadi, pada 1293 di Jagir belum ada Sungai nya. Kenapa kok dikatakan tentara Tartar meninggalkan Surabaya dari sungai Jagir? (PAR/nng)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *